Pria paruh baya itu melangkahkan kakinya pelan menaiki anak tangga.
Ia menghela napas. Membuka salah satu dari tiga kamar di lantai dua itu. Pria itu kemudian membuka pintu terdekat dari tangga.
Kamar anak pertamanya.
Ia berjalan duduk di ranjangnya dan menatap foto keluarga yang terpajang disana. Ia ingat waktu itu, waktu semua baik-baik saja.
"Langit, Ayah minta maaf," gumam pria itu.
Pria itu kemudian berjalan keluar dan memasuki kamar anak keduanya, Angkasa.
"Kamu tahu terlalu cepat Angkasa. Bahkan saat Langit pun masih belum memaafkan Ayah kamu sudah membenci Ayah," ucap Bagas sendu. Dia mengambil salah satu foto yang dipajang Angkasa di nakas dekat tempat tidur.
Ia lalu menatap satu buku yang setahunya itu adalah jurnal harian Angkasa. Bagas lalu meraihnya, biasanya Angkasa selalu membawa bukunya tapi kenapa sekarang dia meninggalkannya? Apakah cowok itu lupa?
Bagas ingat, Angkasa selalu melarangnya untuk membaca buku ini. Tapi ... ia sangat ingin tahu apa yang Angkasa rasakan, anak itu sangat pendiam dan tertutup. Bagas juga tak pandai berbicara agar keadaan diantara mereka sedikit lebih cair.
Dulu, Elina selalu membelikan Angkasa buku seperti ini. Dan akan membacanya saat Angkasa sudah tidur. Karena itulah Elina tahu apa yang Angkasa inginkan apa yang Angkasa rasakan serta seperti apa ia terlihat dari sudut pandang Angkasa.
Bagas tak tahu jika setelah Elina pergi Angkasa selalu membeli buku seperti ini. Mengumpulkannya hingga bertumpuk tak teratur di sudut ruangan.
Bagas duduk di atas kasur Angkasa. Ia membuka satu persatu halaman. Kebanyakan masalah mengenai Bagas dan Elina. Bagas tersenyum tipis. Betapa anak itu ingin mereka kembali bersama.
Dan disisi lain Angkasa tak tahu kalau Elina dan Bagas memang belum benar-benar berpisah.
Lalu tiba di halaman pertengahan Bagas mulai mengetahui kenapa Angkasa selalu bersikap dingin kepada Langit. Karena Sashi, cowok itu terlihat masih memiliki rasa pada Sashi saat cewek itu kemari untuk bertunangan.
Bagas menghembuskan napas pelan. Ia sedikit tersenyum saat Angkasa mulai bercerita bahwa kehadiran Raya membuat cowok itu sedikit demi sedikit melupakan Sashi.
Lalu pada bagian terakhir, Bagas menutup matanya pelan.
Ini memang salahnya.
Angkasa jadi membenci ibunya sendiri.
💗💗💗
"Temanmu nggak keberatan?" tanya Elina melebarkan mata begitu Angkasa bercerita tentang perjanjian berkerjasama antara perusahaan Ayah Agatha dengan Ayah Angkasa.
Angkasa menggeleng. "Duit dia udah banyak. Lebih lebih. Nggak akan keberatan," ucap Angkasa enteng. Dia kemudian meneguk minumannya kembali.
Raya hanya diam. Melihat Angkasa dan Elina yang terlihat sudah tidak ada bau permusuhan jadi membuat Raya sedikit tenang.
"Oh iya. Ayah kamu sudah tahu?" tanya Elina.
Angkasa menggeleng pelan, tapi lalu tersenyum. "Biar jadi kejutan. Lagipula saat perusahaan Mesya narik perjanjiannya, perjanjian perusahaan Agatha akan ngehalau kejatuhan Natawijaya group. Itu akan jadi kejutan besar," ucap Angkasa.
"Tapi, Sa ... kalo nggak berjalan sesuai rencana gimana?" tanya Raya terlihat ragu. Ia tahu Mesya pasti tak semudah itu memberi ancaman. Dia cewek licik.
"Hm, nggak salah lo khawatir. Tapi gue kenal banget sama Mesya. Ancaman terbesar dia adalah memutus perjanjian antar perusahaan. Kemungkinan ini akan berhasil. Tapi buat antisipasi ... ibu mau bantu?" tanya Angkasa meminta persetujuan ibunya.
Elina tersenyum tipis. "Apapun pasti saya bantu," ucap Elina membuat Angkasa berseru yes pelan.
Angkasa tersenyum puas.
"Oh iya, Angkasa sama Raya udah resmi pacaran lho!" ucap Angkasa tiba-tiba membuat Raya jadi melebarkan mata terkejut.
"Lah anj—"
"Beneran? Kalian pacaran?" tanya Elina sudah bersemangat.
Angkasa mengangguk semangat sedangkan Raya meruntuk kesal.
"Iyap! Betul sekali!" jawab Angkasa menjentikkan jarinya.
"Hih dia nembaknya nggak ada romantis-romantisnya tante!" adu Raya jadi kesal melihat Angkasa yang seperti tidak keberatan menceritakan hal yang menurut Raya privasi.
"Ah, mewarisi kepribadian Ayahnya ternyata," gumam Elina terkekeh pelan. "Bagas nggak pernah sekalipun romantis, paling cuma kiss atau ngomong nggak jelas yang niatnya mau bikin saya ngefly," sambung Elina membayangkan saat-saat itu.
"SAMA PERSIS SAMA ANGKASA! Dia sering gaje tauk Bu Na! Ngeselin!"
"Yeee tapi lonya baper kan?"
"Ya kan itu beda."
"Sama."
"Beda!"
Elina hanya tersenyum tipis memandang Angkasa dan Raya yang sama-sama mengalihkan pandangan. Ia terkekeh.
"Udah intinya saling suka kan?" celetuk Elina membuat Raya dan Angkasa mengerjap pelan jadi salah tingkah.
Keduanya masih sama-sama tidak ingin melihat satu sama lain. Sampai akhirnya Angkasa mendapati Raya tersenyum lebar ke arahnya dengan nata menyipit seperti bulan sabit terbalik.
Angkasa kemudian balas tersenyum.
💗💗💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionJust why in the end, I fall in love with you. © namudedo, may - july 2018