41 - Jalan Keluar

3.4K 187 16
                                    

Angkasa menghela napas pelan sambil terus fokus menatap depan sambil memegang kemudi mobil.

Dari awal ... Angkasa kira kedatangan Raya hanya misinya untuk membantu cewek itu menaikkan nilai akademiknya. Tapi ternyata rasa tumbuh di hati Angkasa.

Hanya berstatus sebagai 'teman' tapi Angkasa lama-kelamaan menjadi nyaman.

Ia memang tidak hanya memiliki satu teman cewek, ada Mesya dan juga Agatha. Tapi Raya ... tentu dia beda dimana Angkasa.

Masalah demi masalah tak mungkin Angkasa lewati tanpa Raya. Memang cewek itu tak selalu ada, tapi sekalinya ada cewek itu sangat mempeehatikannya, mengkhawatirkannya, membuat hati Angkasa melambung tinggi.

"Sa?"

Angkasa mengerjap. Ia menghentikan mobilnya. Tepat waktu setidaknya dia tidak menabrak mobil didepannya.

"Lo sakit?"

Angkasa menggeleng. Ia kemudian menoleh dan menatap Raya lama. Masih ada sekitar satu menit untuk berhenti.

"K-kenapa?" tanya Raya gugup ditatap seperti itu. Raya memang ingin ikut Angkasa untuk menemui Agatha, ia bilang ingin tau seperti apa cewek terkaya nomor satu sedunia itu dan langsung dibalas oleh Angkasa kalo Raya itu posesif banget jadi cewek yang belum jadi pacar.

"Lo suka gue?" tanya Angkasa tanpa basa-basi.

Raya mengerjap dan refleks mengangguk membuat Angkasa tersenyum tipis.

"Oke, kita pacaran!" cetus Angkasa begitu saja membuat Raya membulatkan matanya lebar.

WHAT?! PACARAN?!

"Kenapa?" tanya Angkasa yang melihat wajah Raya yang shock.

"Pa-pacaran?"

"Kenapa? Lo mau HTS-an aja? Lagian kita udah pelukan, jalan bareng, makan bareng, cium ... man ...," tanya Angkasa jadi tanpa filter membuat Raya jadi tak terima dan memukul pelan Angkasa.

"Fakta kan?" tanya Angkasa menggerakkan kedua alisnya membuat Raya memalingkan wajahnya yang merah.

"Mau nggak nih?" desak Angkasa.

"Ayolah lama banget tinggal bilang iya aja," desaknya semakin intens membuat Raya jadi menggeram kesal.

"HIH! LO NEMBAK ORANG NGGAK ADA ROMANTIS-ROMANTISNYA! PAKE BUNGA KEK, COKLAT KEK!" kesal Raya jadi meledak-ledak. "LAH ELO? DI MOBIL! MOBIL PINJEM LAGI!" sambungnya semakin kesal membuat Angkasa kicep dan kembali membenarkan posisi duduknya menghadap jalan.

Dia mendesah pelan dan membasahi bibir bawahnya. "Yaudah kalo lo nggak mau ...," ucap Angkasa jadi putus asa. Ekspektasi memang jauh sudah dari realita.

"Siapa bilang nggak mau? Gue mau kok," ucap Raya tegas membuat Angkasa jadi membulatkan mata dengan mulut ternganga tak percaya.

"An ... jay ...," gumam Angkasa sudah ambyar padahal cuma diterima cintanya.

Cuma.

Cuma ....

CUMA!

"Tapi nggak seru ah," ucap Angkasa jadi lesu lagi membuat Raya mengernyit.

Angkasa menjalankan mobilnya perlahan. Dia kemudian mengembangkan senyumnya. "Lo nerimanya nggak sweet banget. Datar kek triplek. Nggak ada girly-girly-nya sama sekali!" ucap Angkasa tak terima.

"Lo nembaknya juga gitu goblok!" jawab Raya sudah geram menjambak Angkasa gemas.

"AAAA IYA IYA! MAMAMIA LEZATOZ! IYA! INI LAGI NYETIR RAYA NTAR OLENG!" teriak Angkasa sudah kesakitan memegangi tangan Raya dengan tangan kiri yang bebas.

Raya mendengkus melepas jambakannya kaar membuat Angkasa mengaduh tapi langsung fokus pada jalanan.

"Lain kali jangan gitu lagi," ucap Raya mengancam.

Angkasa mendesis. "Ck, macam PMS," desis Angkasa kesal membuat Raya melirik tajam.

"Eh iya iya maksud gue Raya cantik tak tertandingi," ralat Angkasa langsung membuat Raya tanpa bicara kembali memandang keluar jendela menikmati pemandangan deretan kafe mewah.

Tak lama mobil Ryan—yang dipinjam Angkasa—sudah terparkir rapi di depan kafe bertuliskan Star dengan lampu neon di sekelilingnya dan gambar bintang di akhir nama kafe.

Angkasa dan Raya memasuki kafe itu. Tidak ada yang menarik, karena memang Angkasa sudah sering kesini. Seperti kafe-kafe biasanya, berisi anak muda ada penyanyi kafe dan meja bar panjang dengan banyak pelayan.

Angkasa kemudian menyebutkan meja yang sudah dipesan kepada salah satu pelayan si kafe itu.

Pelayan itu langsung menunjukkan meja yang dipesan. Meja paling mencolok dengan bentuk bulat dan diameter lebih besar dari meja lainnya. Disana tertulis 'Gold order' yang Angkasa tahu sebagai pesanan khusus kelas atas.

Ya siapa juga yang nyediain meja kelasaw bawah buat orang yang jelas-jelas punya kafe ini?

"Agathanya belum dateng?" tanya Raya celingak-celinguk.

Angkasa menghela napas menyandarkan tubuh di kursi. "Biasa lah tuh anak. Telat."

Tak lama menunggu akhirnya orang yang ditunggu datang juga. Agatha, dengan dua kakaknya dan satu lelaki paruh baya yang seperti ayahnya datang mendekati meja dimana Raya dan Angkasa berada.

Angkasa langsung berdiri. Tapi tidak seperti yang Raya duga—mereka akan cipika-cipiki ala sahabat lama yang jarang bertemu—Angkasa mendekati Agatha dan mengepalkan tangannya lalu bertos ria dengan gaya aneh bersama Agatha membuat Raya jadi kicep.

Kedua orang yang tadi berada disamping kanan-kiri Agatha langsung mendekati Raya menyapa cewek itu. Sedangkan pria paruh baya itu hanya tersenyum kecil dan mengambil temoat disamping tempat duduk Angkasa.

"Kita kakaknya Agatha, gue Vano yang paling ganteng," ucap salah satunya memperkenalkan diri.

"Ye gantengan gue," ucap yang satunya lagi tak mau mengalah. Raya hanya menanggapi dengan tersenyum sopan kemudian mempersilakan duduk si kembar itu.

Tak lama Angkasa dan Agatha ikut bergabung setelah beberapa menit reuni kecil bersama.

Rapat dimulai. Angkasa meminta kerjasama antara perusahaan ayahnya dan ayah Agatha. Pertemuan berjalan cukup lancar. Sebagai penutup Angkasa dan Ayah Agatha berjabat tangan.

Agatha memberi selamat dan memeluk Angkasa senang. Raya sedikit tak suka, tapi ... Angkasa kan sudah bilang Agatha hanya teman. Tidak lebih.

Lagipula yang perlu ia cemaskan sekarang adalah Mesya, dia mau mengancam mereka apalagi?

Angkasa sudah punya jalan keluarnya.

💗💗💗

AngkasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang