Raya tak berkedip sama sekali saat Angkasa menceritakan kronologinya. Membuat Raya bingung harus percaya atau tidak. Matanya kemudian berputar menatap Dylan yang sedang sibuk menyemprotkan air keatas mobil tapi malah memantul mengenainya membuat Dylan mengumpat kesal.
Sesaat Raya seperti tidak percaya bahwa Dylan benar-benar melakukan itu.
Melindungi Chika. Yang hanya ibu tirinya.
Orang yang begitu Raya benci.
"Lo ... ngak lagi bercanda kan, Sa?" ucap Raya bergetar. Matanya memanas.
Angkasa menggeleng pelan. "Gue nggak pernah bercanda, Ray, kalo soal ginian. Lo sekarang udah bisa nyimpulin, jangan salah paham lagi sama dia."
Raya mengepalkan tangannya, menggigit bibir bawahnya. Dan saat Angkasa mendekat ingin menenangkan Raya, gadis itu berteriak tertahan. Matanya sudah sembab penuh air mata menatap Angkasa dengan tatapan kesal.
"Kenapa lo nggak bilang dari awal!? Kenapa lo nggak bilang waktu Dylan udah cerita!?" sentak Raya menatap Angkasa jengkel. Ucapan Raya cukup keras hingga membuat Chika yang sedang sibuk membersihkan ruang tamu.
"Raya, kenapa?" tanya Chika lembut.
Raya berganti menatap Chika. Tatapan yang dalam, seperti merasa menjadi orang yang sangat bersalah.
Tanpa menjawab Raya segera bangkit memeluk erat Chika dengan isakan tertahan. Ia kira setiap Chika memasak masakan untuk Raya—yang kebetulan selalu bisa mirip dengan masakan ibunya dulu—Chika hanya mencoba membuat Raya melemah dan mereka bisa lebih dekat. Tapi Raya saat itu tidak tahu, kalau memang seperti itulah Chika memasak, selalu dengan cinta. Hingga Raya bisa merasakan rasa itu, rasa tulus Chika.
"Eh? Ada apa?" tanya Chika bingung tapi tetap tak melepas pelukan Raya.
"Aku minta maaf," desis Raya tersendat.
Chika mengerjap pelan lalu mulai mengerti apa yang terjadi. Dia memandang Dylan dan Angkasa bergantian dengan tatapan penuh arti seakan tau kedua cowok itu telah membantu meluruskan fakta.
Terlebih Dylan, Chika tau cowok itu selalu peduli padanya. Bahkan saat dia dan pria brengsek itu—begitulah kata Dylan—akhirnya menikah.
Dylan menoleh nyengir lebar menatap Chika dan Raya saling berpelukan, tanpa gangguan Chandra. Dia mengedipkan sebelah matanya seolah berkata : Aku mengijinkanmu bersamanya, tapi aku akan tetap meluruskan kesalahpahaman Raya agar tak terus-menerus membencimu.
"Kamu tahu? Aku lega akhirnya kamu mengerti," ucap Chika terharu.
Raya mengangguk-angguk mempererat pelukannya. "Beruntung aku bertemu dengan Mamah," guman Raya.
"Aku yang beruntung, Raya."
Raya menggeleng keras dia masih memeluk Chika sampa Chandra muncul dibalik pintu menatap keduanta dengan alis terangkat.
Raya melepas pelukannya, Angkasa berdiri mendekat dan Dylan segera membersihkan tubuhnya yang penuh busa dan segera bergabung di teras rumah.
"Oh, kamu membocorkannya," gumam Chandra menyesap kopi hitam miliknya.
Dylan mengeraskan rahang, mulai tidak suka situasi seperti ini. Terlebih Raya yang dulu setiap hari selalu terkurung didalam kamar. Hanya mengetahui kalau Chandra menceritakan semuanya—yang ternyata semua itu adalah fakta bohong.
"Kenapa?" tanya Raya dengan mata berair menatap Chandra.
Chika degera memeluk Raya begitu Chandra dengan rahang mengeras maju mendekati keduanya. Angkasa juga sudsh siap dengan hal terburuk, baginya dia harus melindungi Raya. Sedangkan Dylan dengan langkah pasti maju paling depan melindungi keduanya.
Chika menggeleng tegas. Bukankah Chandra berjanji akan berubah setelah mereka menikah? Meninggalkan kebiasaan pemarahnya dan lebih bisa mengendalikan emosi dalam diri?
Ya, Chika tau, siapa juga yang bida merubah seseorang kalau orang itu tidak ingin mengubahnya sendiri.
Jarak Chandra hanya tinggal beberapa senti dari Dylan. Hanya doal waktu pria paruh baya itu menghabisi Dylan penuh amarah—seperti saat itu. Tapi bedanya sekarang dia hanya membawa segelas kopi hitam, bukan barang berbahaya seperti pisau tajam. Bisa lebih serius jika Chandra menggunakan itu lagi.
Angkasa memekik tertahan hampir kelepasan berteriak saat Chandra segera bergerak cepat menarik Dylan mundur.
Namun, Chandra tidak sedang ingin berkelahi. Dia menyeret Dylan untuk mendekat dengan Chika dan Raya yang saling merangkul. Chandra menghela napas pelan sebelum sepersekian detik berikutnya ia merentangkan tangan memeluk Chika, Dylan dan Raya sekaligus.
Ini ... jauh dari dugaan Angkasa.
Dia kira pria ini akan menyerang keluarganya tanpa perasaan. Tapi sekarang, Chandra terlihat sedih dengan wajah menua itu sangat terlihat betapa dalam dia menyesal.
Raya dan Dylan masih mencoba memahami situasi. Tubuh mereka kaku, kaget dengan apa yang dilakukan Chandra terlebih Angkasa yang tak menduganya sama sekali.
"Maafkan aku," gumam Chandra membuat Dylan dan Raya yang mendengarnya langsung melebarkan mata maksimal.
"Maafkan aku atas semua. Masa lalu, kebohongan, semua rahasia yang aku tutupi. Terlebih pada Raya," ucap Chandra menatap Raya tersenyum tipis.
"Tapi ... kenapa ...."
"Aku tidak bermaksud. Hanya menunggu waktu yang tepat. Atau mungkin terlalu lama menunggu sampai aku tak tahu bagaimana cara mengatakannya."
Angkasa mengerjap ia mendekat ingin mendengar apa yang terjadi. Chandra tersenyum melihat Angkasa mendekat.
"Terimakasih, Nak Angkasa. Kalau bukan kamu yang mengatakannya, mungkin aku juga nggak berani mengaku sama Raya," ucap Chandra tersenyum tipis.
Angkasa mengangguk. Lega kalau Chandra tidak emosi seperti yang dikatakan Dylan, hal terburuk.
"Sekali lagi aku minta maaf," ucap Chandra dengan wajah menyendu.
Raya yang sejak tadi dia lalu menghela napas pelan. "Ayah tetap ayah. Raya nggak bisa benci sama ayah."
Dan saat itu, rasanya hati mereka berlima meringan. Seperti ada beban berat yang hilang dalam sekejap.
"Forgive me?" tanya Chandra memastikan.
"We forgive you," jawab Chika, Raya dan Dylan bersamaan.
Angkasa tersenyum hangat. Hm, keluarga.
💗💗💗
A/n :
Mari kita bernapas lega terlebih dahulu
KAMU SEDANG MEMBACA
Angkasa
Teen FictionJust why in the end, I fall in love with you. © namudedo, may - july 2018