PART 3 ¤ First Kiss ¤

194K 11.1K 482
                                    

"Kalo gitu supaya aku berhak, jadilah pacarku. Dengan begitu aku bisa cium kamu sebebas yang aku mau,"

***

KRING...KRING...KRING...

Bunyi bel tanda jam istirahat sudah di buka, Mauren berdiri dari duduknya. Mengucapkan salam sebagai tanda pergantian jam.

Gadis itu menoleh ke sampingnya, ada Lisa yang sedang mencatat tulisan di papan sebagai PR dengan serius. Jika Mauren ingin mengajaknya ke kantin ia sungkan untuk mengganggunya.

Ia memilih untuk keluar dari kelas dan pergi ke kanti sendiri saja, lagipula ia hanya ingin membeli sepotong roti untuk mengisi kekosongan perutnya.

Sesampainya gadis itu di kantin, ia mengedarkan pandangannya untuk mencari penjual roti yang tidak ramai. Pilihannya jatuh pada tempat di paling pojok kantin.

Tempat itu terlihat khusus, tidak ada orang yang duduk disana. Bahkan hanya dua atau tiga konsumen saja yang datang. Dan itupun hanya untuk membeli sebuah tusuk gigi.

Mauren mengendikkan bahunya, ia tak tahu itu tempat apa. Yang jelas ia lapar ingin makan tanpa harus mengantri susah-susah dan desak-desakan.

Mauren menghampiri sang ibu kantin, "Ibu, saya mau beli roti isi strawberry. Sama air putih ya, Bu," ucap Mauren dengan ramah diiringi senyuman.

"Ini, Neng. Ada lagi?"

"Enggak, makasih Bu," ucapnya sembari berbalik dan rotinya pun seketika terjatuh saat seorang lelaki bertubuh tegap dan besar menghalangi jalannya.

Dari bau parfumnya seperti Mauren pernah mencium, namun ia lupa kapan dan dimana.

Cowok itu menunduk mengambil rotinya yang jatuh, memberikan roti itu pada pemiliknya dengan tersenyum. "Kakak iri kamu senyum sama ibu kantin itu, kenapa setiap ketemu kakak kamu gak pernah senyum?"

DEG...

Mauren terlonjak, ia ingat suara itu. Ia hapal betul, gadis itu mendongak dan lagi-lagi wajah kakak kelasnya pun untuk yang ketiga kalinya muncul dihadapannya. Tepat di hadapannya.

Jarak wajah mereka tidak sampai sejengkal, sekali dorong maka kedua tubuh mereka akan menempel. Buktikan saja.

Di belakang Erlang, ada teman-teman seperjuangannya yang datang sambil berbincang-bincang seru tanpa menatap jalan di depannya.

Kebetulan yang memimpin adalah Febry, cowok itu berjalan di barisan paling depan masih asik berbicara dengan Jojon. Tanpa sadar Febry menubruk bahu belakang Erlang sehingga membuat cowok itu oleng.

BRUK...

"KAK!"

Jeritan Mauren yang terjungkal ke belakang menjadi pengiring dari dua tubuh manusia yang dua centi lagi akan menyentuh lantai kantin.

"Awhh," Mauren memejamkan matanya, ia tak merasa sakit di kepalanya, malahan ia merasa seperti ada yang membatasi kepalanya dengan lantai kantin.

Empuk, sperti sebuah tangan yang menangkup kepala belakangnya agar tidak terbentur lantai.

"Sakit, punggung aku," ringisnya, wajahnya sudah sangat menyedihkan. Kepalanya memang tidak menjadi korban, tapi punggungnya yang malah menjadi korban.

Belum lagi Mauren harus menanggung berat badan kakak kelasnya yang bernama Erlang yang masih saja betah tidur di atasnya sambil menatapnya begitu intens.

"Manis, kamu gak papa kan?"

"Punggung aku, awh," begitu mata gadis itu terbuka, matanya yang berkaca-kaca sepeti ingin menangis pun dipandang Erlang.

BAD ERLANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang