Malam itu pasti indah, walau orang-orang tau jika malam itu pasti gelap.
***
"Piter, saat Piter masuk perusahaan papa nanti. Piter harus menjadi seorang pria gagah seperti papa, oke?"
Erlang menyodorkan jadi kelingkingnya bermaksud membuat suatu perjanjian dengan anaknya, namun reaksi yang di berikan Piter membuat Erlang kesal.
Anaknya bingung dengan maksud yang ia ucapkan tadi melalui gerakan tangannya yang menggaruk kepala, "Memangnya kenapa harus seperti itu? Piter ingin menjadi diri sendiri saja."
Erlang membuang nafasnya kasar, mengacak rambutmya frustasi. Terlalu susah untuk membujuk anaknya ini, "Lakukan saja apa yang papa katakan."
"Tidak, Piter tidak mau."
Piter menggeleng keras sambil jari-jari tangannya bergerak kanan-kiri lalu anak itu ngacir membuka pintu mobil dan keluar dari sana.
"Huft, anak itu mulai susah di atur."
Ia menghampiri anaknya, menggandeng tangannya agar tidak lari kemana-mana lagi lalu mulai berjalan memasuki kantor yang sudah di penuhi oleh lalu-lalang karyawannya.
Erlang tak hapal dengan karyawan-karyawan nya, jujur saja. Karena memang bukan dia yang menyeleksi secara langsung ketika karyawan itu akan bekerja di kantornya.
"Papa, kenapa ramai sekali? Piter malu dilihat-lihat banyak orang," cicitnya memandang tak nyaman manusia-manusia dewasa di sekelilingnya.
"Memang ramai, sayang. Mereka semua adalah karyawan papa, mereka baru mengenal Piter."
"Tapi Piter tak suka dilihat deperti ini, cara mereka menatap Piter seperti Piter makhluk yang langka saja," gerutu Piter sambil menunduk.
Erlang ingin sekali tertawa namun disini ia harus menampilkan wajah wibawa dan kharismanya di depan karyawan-karyawan nya.
Sebagai seseorang yang memiliki jabatan paling tinggi di kantornya ini, ia harus menampilkan kewibawaannya sebagai pemimpin dari sebuah perusahaan besar.
Tak mungkin ada seorang bos yang memberikan wajah konyol dan memalukannya dan ingin menjadi bahan tertawaan para bawahannya, bukan?
Iya, ada. Jika mereka mengalami gangguan kejiwaan tingkat akut.
Ting.
Pintu lift khusus direktur terbuka dan masuklah dua pria kecil juga dewasa itu ke dalam. Sambil menunggu Erlang mengangkat Piter dalam gendongannya.
"Bagaimana kantor papa, bagus?" Tanya Erlang seraya memberikan senyuman kedewasaannya.
Piter mengangguk, "Sebelumnya Piter sudah pernah lihat kantor papa di TV, dan akhirnya bisa kesampaian juga kesini."
"Sudah bukan kesampaian lagi, jika Piter ingin Piter bisa setiap hari ke kantor papa menemani papa bekerja."
"Piter ingin jika mama mengijinkan saja." Suaranya semakin memelan, memandang ayahnya penuh berkaca-kaca.
Erlang mengerti keadaan apa yang sedang dialami anaknya saat ini, kebimbangan. Anaknya pasti sedang mengalami fase itu karena akibat hubungannya dengan Mauren.
Piter pasti bimbang antara harus menuruti perkataan ayah atau ibunya, dan kemana ia harus pergi. Mereka masih tinggal terpisah hingga menyebabkan Piter merasa bingung.
"Kenapa papa tidak menikah saja dengan mama?"
"Papa ingin tapi mama yang masih tak menerima papa, apa yang harus papa lakukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ERLANG
Teen Fiction-END- #49 in Teen Fiction (August 12, 2018) #1 in Teen (June 9, 2019) Erlang Jordan Salvador Denza, Memiliki sifat galak sekaligus wajah yang tampan nan romantis. Kick Boxing adalah cabang olahraga yang paling ia sukai, selain menjadi anak dari pemi...