Because a decision is the future
***
"OMONG KOSONG!"
Mauren membentak dengan lantang, mereka masih menjadi bahan tontonan para pelanggan lain sedangkan Piter hanya diam tak berkutik.
"Rio, ayo pergi!" Mauren menarik tangannya kemudian meninggalkan kedua pria itu. Mereka sama-sama tak berkutik.
Kejadian saat ini seakan menariknya pada kejadian dahulu, saat dimana Mauren memergokinya bersama wanita lain di sebuah club.
Saat itu Mauren menusuk tangannya menggunakan pisau hingga menembus tangannya, sejarah terulang kembali namun dengan keadaan yang berbalik.
Erlang anggap ini adalah Karmanya.
Jika dulu Erlang yang bersama wanita lain, namun sekarang Mauren yang bersama pria lain. Betapa aneh dan adilnya hidup ini, bukan?
Erlang tak ingin ini terjadi padanya, ia tak ingin di selingkuhi, ia benci ketika Mauren harus bersama pria lain selain dirinya. Ia mencintai Mauren layaknya ia mencintai penguasa dunia, Tuhan.
"Mauren..." lirihnya, metogoh dompet dan menaruh semua isi uangnya di atas meja untuk membayar makanan yang ia pesan tadi kemudian menggendong Piter.
Ia sudah menjadi seorang ayah, maka ia tak boleh berpikir secara individu karena disisi lain ada seseorang yang membutuhkan perlindungan darinya.
"Piter, ke rumah papa ya?"
Piter mengangguk, patuh. Jika ia tak tidur di rumah papanya sementara lalu akan tidur dimana lagi dia?
***
"Masuk ke dalam, sayang. Disana ada seorang pelayan yang akan menghampirimu nanti, selamat malam. Tidur nenyak," ucap Erlang setelah mengantarkan anaknya ke depan pintu mansion megahmya.
Memberikan kecupan di pipi lalu menepuk kepalanya pelan dua kali, "Papa akan pulang nanti."
Piter mengangguk lalu menatap pasrah kepergian mobil papanya kemudian berbalik, di hadapannya kini berdiri dengan kokoh sebuah bangunan besar.
Bangunan besar yang ia tak tau namanya apa, ia hanya bisa menyebutnya rumah besar saja. Piter agak sedikit ragu apakah ia harus masuk atau tidak.
Tiba-tiba tanpa Piter mengetuk pintu rumah besar ini, Pintu kokoh dan tinggi itu terbuka perlahan seperti mempersilahkan seorang pangeran Romeo memasuki istana.
"Selamat Datang di Mansion, Tuan Piter."
Para pelayan yang membukakan nya pintu menyapanya tiba-tiba dan cukup membuat Piter berdecak kagum mendengarnya, Tuan? Ia di panggil tuan?
Ia masih kecil, belum saatnya ia menjadi seorang Tuan. Ia masih belum bisa sesukses papanya, ia menganggap dirinya masih saja seorang bocah cilik.
Bukan Tuan seperti gelar yang di berikan padanya di rumah besar ini.
"Aku harus memanggilmu apa?" Tanya Piter pada salah satu pelayan.
Sang pelayan yang masih terlihat masih gadis itu menunduk, tak tau harus menjawabnya apa.
"Namamu siapa?"
"Nama saya Maria, Tuan."
"Ya sudah, aku memanggilmu Maria dan kamu juga harus memanggilku Piter. Adil, bukan?"
Maria menoleh pada teman-teman sekawannya, seolah meminta bantuan dari mereka untuk membalas perkataan Piter.
"Iya, tuan."
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ERLANG
Fiksi Remaja-END- #49 in Teen Fiction (August 12, 2018) #1 in Teen (June 9, 2019) Erlang Jordan Salvador Denza, Memiliki sifat galak sekaligus wajah yang tampan nan romantis. Kick Boxing adalah cabang olahraga yang paling ia sukai, selain menjadi anak dari pemi...