PART 23 ¤ Her Father? ¤

91.4K 4.4K 315
                                    

Sepandai-pandainya seorang pencuri mengambil sesuatu, sidik jarinya pun juga pasti akan terdeteksi.

***

"Bang, Lo mau kemana?" Teriak Zach dari arah ruang keluarga ketika matanya menangkap abangnya berjalan tergesa-gesa menuju pintu rumah.

Erlang tak menjawab, cowok itu menulikan telinganya dari rentetan pertanyaan Zach yang berteriak menanyakan kemana ia akan pergi.

Zach tak akan membiarkan kakaknya pergi tanpa kabar, ia berantisipasi lebih awal saja. "Bang, jawab gue!!"

Zach menarik lengannya agar menatap matanya namun ia hempaskan begitu saja, "Lepasin gue! Gue mau cari Linda!!"

Ia mengernyit, dalam hantinya ia membatin. Gue gak percaya ini, dia punya pacar tapi yang dia cari bukan pacarnya sendiri tapi malah wanita ular itu.

"MAUREN, LANG!! MAUREN, PACAR LO MAUREN!!"

"Ya, gue tau itu. Tapi yang mau gue cari adalah Lily, gue khawatir sama dia. Dia udah makan apa belum," ucapnya sedikit mengerang dan menjambak rambutnya.

"Tapi setidaknya lo juga peduli sama kondisi pacar lo, Bang. Tolong jangan buat dia tambah sakit lagi." Zach menggeleng heran, benar-benar di luar nalar.

"Gue kecewa sama lo, Lang. Kecewa gue, gue tau gue gak kenal dekat Mauren. Tapi gue sadar sama tatapan matanya dia yang bener-bener kecewa sama kelakuan lo!"

"LO SAMPAH, LANG!! LO BUKAN COWOK, LO BANCI!" Bentak Zach menunjuknya seolah-olah kakaknya itu adalah manusia terjahaman.

Bukan seolah-olah lagi mungkin, tapi memang benar Jahanam.

"Gue peduli Mauren, gue peduli Lily, gue peduli sama mereka."

"Apa lo yakin kesana cuma buat ketemu dia? Apa lo memang mau dekat lagi dengan wanita ular itu?"

Erlang membuang mukanya saat mendengar pertanyaan itu keluar kembali, "Lo gak usah ikut campur masalah gue!"

"Gue gak peduli lo, Lang. Bukan lo yang gue kasihani sekarang, tapi Mauren cewek lo itu. Gue kasihan sama dia." Zach mendekat lalu menggiring tangan kakaknya tepat pada hatinya sendiri.

"Ikuti apa kata hati. Kalo lo cinta sama wanita ular itu ya lo fokuskan hati lo suma sama dia, begitupun sebaliknya. Jangan egois, lo bukan bocah lagi. Coba untuk sadar."

Zach menepuk bahu kakaknya secara jantan, lalu berjalan begitu saja masuk kembali ke dalam mansion.

Lagi-lagi Erlang merenungkan perkataan adiknya tadi, ia tak tau kemana jalan yang harus ia tempuh.

Semuanya seakan sesat.

***

Mobilnya berhenti di depan sebuah rumah sederhana di sebuah kawasan perumahan biasa, seperti biasanya ibu-ibu yang sedang menyapu di luar rumahnya menatap mobilnya dengan pandangan memuja.

Tentu saja, bagaimana tidak? Mobilnya yang mahal dan di import langsung dari Amerika ini terlihat begitu nyentrik di kawasan perumahan biasa bukan perumahan elite seperti letak mansion nya.

Tangannya hendak membuka pintu pagar yang sudah sedikit berkarat, namun tangannya tiba-tiba berhenti saat pendengarannya menangkap suatu percakapan.

Kepalanya mulai berdenyut-denyut, kondisinya memang belum sepenuhnya pulih pasca kejadian di Club tempo hari, kepalanya pun masih di tempeli plester.

"Riv, dia anak kamu! Berapa kali aku bilang dia anak kamu!" Teriakan frustasi itu bahkan terdengar hingga telinganya.

Ia tahu betul itu suara Linda dan beberapa saat kemudian menyusul suara benda-benda berjatuhan dan terbanting juga suara seseorang yang terjatuh.

BAD ERLANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang