Just know that i'll be waiting here for you.
***
Di ujung kota, tepatnya di sebuah pedesaan kecil Mauren pertama kali menginjakan kakinya di desa seperti ini. Walau asal-usulnya memang dari desa.
Namun bertahun-tahun ia tak pernah berkunjung kembali ke desanya sebab ia memilih untuk pergi ke kota mencari pekerjaan walau hanya menjadi penyanyi Cafe.
Ini sudah waktunya ia kembali ke kampung halaman, hanya sekedar mencari tambahan uang. Tak selamanya ia akan tinggal di sini, mungkin hanya beberapa bulan dan akan pergi ke kota kembali.
Bukan kota yang sebelumnya, namun kota yang sudah sangat di impikanya sejak kecil. Dapat tinggal di kota dan mendapatkan pekerjaan yang layak disana.
Kakinya berjalan pelan-pelan menikmati semilir angin sejuk yang menerpa wajahnya, memang benar jika desa lebih sejuk daripada kota.
Pemandangan sawah dan sekelompok burung beterbangan menambah suasana hatinya menjadi baik, kepalanya sudah tidak pusing lagi seperti saat di bis.
Pundaknya agak sedikit berat akibat menggendong tas yang cukup besar, tangannya masih agak nyeri walau tak separah waktu itu.
"Huh, lebih tentram disini. Lebih nyaman, tidak seperti kota yang mendatangkan banyak masalah," gumamnya.
Matanya memperhatikan sesuatu yang ia pegang, sebuah Diary yang selalu ia bawa kemana-mana. Tanganya refleks membuka halaman tengah dan membaca setiap kata yang ia tuliskan disana.
Menjadi orang miskin itu memang tidak bahagia, tidak juga sedih. Menjadi orang kaya itu tidak merasa sedih, juga tidak merasa sangat bahagia.
Gadis miskin sepertiku apakah tak pantas mendapatkan kebahagiaan? Ingin rasanya aku mati lalu bahagia di alam atas bersama tuhan.
Setidaknya kenapa tuhan merebut kedua orangtuaku? Dan membiarkanku hidup sebatang kara tanpa sepeser uangpun dan tak akan manusia yang menyayangiku.
Aku tak bisa mengatakan hidupku menyedihkan, karena hidupku ini aku hanya meminjam pada yang kuasa. Dan ketika sudah waktunya aku berpulang tuhan akan mengambil apa yang sudah menjadi miliknya.
Lalu kapan semua itu terjadi padaku? Mati, dan arwahku melayang ke atas sana. Menikmati keindahan dunia dari atas sana dan berbahagia bersama orangtuaku.
Sekenario hidup seakan mempermainkanku, menggunakan taktik yang mudah membuatku lengah lalu melemparkan sebuah lahar panas hingga hatiku terbakar.
Entah kesalahan apa yang ku perbuat hingga tuhan memberikan cobaan seperti ini padaku, aku hanya diam lalu bencana lantas menimpaku begitu saja.
Aku tak ingin hidup, aku hanya ingin mati saat ini. Tak ada yang peduli padaku selain semilir angin, semuanya mengecewakanku seakan hanya aku yang salah dan mereka yang benar.
Tak ada yang khawatir akan kondisiku, bertanya aku berada dimana, bersama siapa, dan apakah aku sudah makan. Aku perlu di perhatikan.
Namun aku tak bisa memaksa, memaksa orang untuk khawatir padaku. Kecewa adalah rasa yang bertubi-tubi menimpaku, kapan rasa itu menghilang dan digantikan dengan senyuman bahgia?
Selalu kapan, kapan, dan kapan yang Mauren lontarkan pada dirinya dendiri. Ia ingin namun tak bisa.
Tiba-tiba halaman yang ia baca tadi di dalam hati berganti menjadi halaman lain karena angin tanpa disuruh seketika bertiup. Halaman paling akhirlah yang terbuka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ERLANG
Teen Fiction-END- #49 in Teen Fiction (August 12, 2018) #1 in Teen (June 9, 2019) Erlang Jordan Salvador Denza, Memiliki sifat galak sekaligus wajah yang tampan nan romantis. Kick Boxing adalah cabang olahraga yang paling ia sukai, selain menjadi anak dari pemi...