Disaat dia menganggapmu istimewa dan menjadi satu-satunya manusia yang paling di sayanginya, mengapa kamu malah menaburkan bunga layu untuk bunga yang sudah mekar indah?
***
DEGG
"Kenapa pergi?" Spontan saja Mauren bertanya, rasanya ia ingin sekali bertanya padahal ia tak tau apa penyebab dari keinginan besarnya itu.
"Ya, aku mau melanjutkan perusahaan papa. Lagipula untuk apa disini? Tidak ada yang istimewa," ujarnya, miris mendengar.
Rivera harap gadis di hadapannya ini tak mengerti dengan ucapannya tadi dengan kata istimewa, karena pada kenyataannya hal istimewanya pun sudah di ambil.
Hatinya sudah terpaut pada Erlang, dan Rivera yakin Mauren tak akan bisa mencintainya.
"Kamu yakin?"
"Ya, kenapa tidak, Mauren?"
"Lalu bagaimana denganku?" Tanya Mauren dengan cepat, dan tak ingin melupakan pertanyaan ini.
"Kamu? Ya, kamu jalani hidupmu sebagimana biasanya lah, lalu apa hubungannya sama aku?"
"Aku bukan siapa-siapamu."
DEGG
Spontan Mauren berdiri, menarik Rivera agar berdiri lalu memeluknya dengan erat dan Rivera merasakan adanya suara isakan kecil tepat di sebelah telinganya.
Ia tau, ia sadar jika Mauren menangis dan Rivera tak berkeinginan untuk menenangkannya karena ia pun juga sama. Menangis, hanya saja bukan fisik melainkan batin.
"Kamu kenapa pergi?" Lirih Mauren dengan sedikit isakan tertahan.
"Nanti kalo skripsi aku udah di terima dosen setelah revisi," jawabnya, berusahan untuk tenang walau nyatanya malah sebaliknya.
"Lalu siapa lagi yang akan aku jadikan teman kalau tidak kamu?"
"Ada Brian, kan? Kalo kamu kangen, kamu telfon aku juga bisa, jangan bertingkah seolah-olah kamu hidup di jaman primitif," canda Rivera, hanya untuk mencairkan suasana saja.
Hiks..Hiks..
Sekarang sudah bukan isakan lagi, tapi ini sudah benar-benar menangis keras dan para pengunjung mulai menatapnya penasaran.
"Mauren, jangan nangis."
"Aku gak mau, aku gak mau kamu pergi!"
"Iya, aku kan gak sekarang perginya. Setelah selesai skripsi dan itu beberapa bulan lagi, sayang."
Hiks..Hiks..
Mauren tatap saja menangis, masih tetap tak ingin beranjak dari posisi pelukannya bahkan hingga pelayan restoran datang mengantarkan pesanan mereka.
"Tuan, nyonya. Makanannya sudah datang, selamat menikmati ya. Semoga suka dengan makanan kami," interuksi sang pelayan dengan senyum ramah tamahnya.
Dan Rivera tak bisa membalas lanjut, hanya memberikan senyun tipis lalu mendorong pinggang Mauren agar sedikit menjauh.
"Makanan sudah datang, makan dulu. Nanti makanannya dingin."
Jujur saja, itu hanyalah strategi pengakhiran, Rivera tak biasa dengan pembahasan ini. Pembahasan ini begitu sensitif menurutnya.
Dan pria itu juga tak ingin menyakiti hati Mauren hanya karena berita kepergiannya yang masih beberapa bulan lagi, namun itu sudah pasti.
Sudah pasti perpisahan akan terjadi pada mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
BAD ERLANG
Teen Fiction-END- #49 in Teen Fiction (August 12, 2018) #1 in Teen (June 9, 2019) Erlang Jordan Salvador Denza, Memiliki sifat galak sekaligus wajah yang tampan nan romantis. Kick Boxing adalah cabang olahraga yang paling ia sukai, selain menjadi anak dari pemi...