PART 32 ¤ You're Same Bastard ¤

91.6K 4.5K 81
                                    

If it's love, there must be a struggle. And, if it was merely an obsession, there would be only passion on it.

***

"ERLANG! MAJU KE DEPAN, JAWAB SOAL YANG IBU TULIS DI PAPAN!"

Ibu Sania selaku guru Kimia di antara jajaran kelas 12 memperhatikan terus arah bangku pojok sejak awal pelajaran dimulai hari ini.

Bangku pojok yang menempati adalah Erlang dan komplotannya, Jojon juga Karisma. Namun dua orang itu seperti kalem-kalem aja sejak awal.

Berbeda dengan Eelang yang hanya melamun terus-menerus, Bu Sania merasa aneh jika dihari-hari biasanya cowok itu membuat gaduh kelas tetapi kali ini berbeda.

Anak itu kalem namun tak memperhatikan sama sekali pelajaran yang ia terangkan sejak awal, bahkan ketika ia panggil anak itu masih tak maju-maju juga.

"Lang, lo di panggil Bu Sania noh," bisik Jojon selaku teman duduknya di samping, saat itu ia langsung tersadar dan memandang tanya sang guru.

"Erlang, kamu sebenarnya kenapa? Akhir-akhir ini kamu ibu perhatikan tidak pernah fokus pelajaran, tugas tidak pernah buat dan tidak aktif di kelas. Kamu niat sekolah tidak?" Oceh Bu Sania mengambil duduk di bangkunya.

Erlang membuang muka dengan wajah muak, di dunia ini memang tak ada satupun manusia yang mengerti keadaannya yang sedang di landa patah hatinakut dan kerinduan akut.

Rindu pada cintanya yang terbang entah kemana dan itu karena ia dengan bodohnya membuka akses untuk ia pergi.

Erlang menyesali itu.

"Ibu tidak mengerti apa-apa lebih baik diam, diam lebih baik, Bu," tukas Erlang sambil berdiri mengambil tasnya lalu keluar begitu saja dari kelas.

Bu Sania menghela nafas di tempatnya, lelah sekaligus kesal melihat kelakuan anak satu itu yang tak berubah-ubah malah semakin menjadi-jadi walau tak membuat gaduh kelas.

Ia tak membuat gaduh, namun membuat orang kesal dengan sikapnya yang seperti makhluk planet luar.

***

Erlang mrnyalakan api rokoknya di taman belakang sekolah, saat ini ia benar butuh waktu untuk memperbaiki diri. Memandang diri lewat terbengong.

Dirinya menyandar di batang pohon besar di taman belakang sekolah, tasnya ia biarkan berada jauh di belakang sedangkan dirinya asik memandang tembok batu.

Temboknya yang membatasi antara taman dengan pakiran sekolah, batas. Ya!

Setiap kali mengingat kata batas selalu mengingatkan ia pada kekasihnya, ah. Apakah ia masih pantas menyebut Mauren Lina sebagai kekasihnya?

Tidakkah, karena mereka sudah dinyatakn putus.

Erlang menghisap batang nikotin itu dalam-dalam lalu menghembuskanya bersamaan dengan angin yang bertiup kencang dari sampingnya hingga menerbangkan rambutnya.

Cowok itu tersenyum tipis, dalam khayalannya saat ini jika seorang Mauren sedang berada dalam pelukannya. Ia merindukan gadisnya.

Berjam-jam ia duduk di bawah pohon besar itu hingga langit berubah nenjadi kelam dan mulai menggelap pekat, Erlang yakin jika di sekokah ini hanya ia yang masih tersisa.

Ia berpikir jika lebih baik ia pulang daripada harus berdiam diri di sekolah ini lebih lama lagi hingga tengah malam, Erlang pun juga memiliki rasa takut seperti manusia normal.

Ketika ia hendak bangun dari duduknya, sebuah suara tiba-tiba menginterupsi dari arah belakangnya sehingga refleks ia memoleh dan memberikan raut datarnya.

BAD ERLANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang