PART 38 ¤ My Woman ¤

98.9K 5.3K 193
                                    

Still love you even 'till right now.

***

"Piter tidak sayang papa?"

"Bukan begitu, tetapi menurut Piter. Papa adalah orang baru, dan Piter belum bisa percaya jauh untuk orang yang bahkan Piter baru kenal sekarang." Ucapnya agak sedikit sungkan.

"Baiklah, Papa maklum itu. Tetapi apakah Piter tak mau tinggal bersama papa? Piter membenci papa?"

Erlang memelamkan laju kemudinya saat sudah dekat dengan tujuannya, ia akan membawa Piter ke suatu restaurant untuk berbincang-bincang.

"Piter tidak benci, tapi hanya tak ingin meninggalkan mama yang sudah pernah di tinggalkan."

DEG

Bertepatan dengan jantungnya yang berdebar ketika mendengar ucapan menusuk anaknya, mobilnya pun berhenti di sebuah pakiran restauran mewah di siang hari.

Siang hari seperti ini restaurant pasti akan sepi karena jam makan siang sudah lewat dan sudah pasti semuanya sudah kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.

"Pi-Piter, ayo keluar, nak." Ketika Erlang hendak membuka pintu pertanyaan polos anaknya pun menghentikan pergerakannya dalam membuka pintu mobil lambo-nya.

"Bagaimana cara membukanya?"

Erlang menelan salivanya sebentar sebelum mengajarkan anaknya untuk membuka pintu mobil, dari sini saja dapat Erlang simpulkan jika anaknya tak pernah menaiki mobil sekalipun.

Setelah keduanya telah sampai di luar, Erlang menggandeng tangan anaknya dan menggiringnya masuk ke dalam restaurant dan mengajaknya duduk di pojok ruangan.

"Ini, Pak. Menunya, kali ini kita tak ada keluaran menu terbaru. Jadi pilihannya hanya ada menu sama seperti minggu lalu," ucap seorang pelayan sambil menyodorkan dua buku menu.

Restauran mewah yang satu ini memang sedikit unik, di setiap minggunya mereka akan mengeluarkan menu terbaru dan membuat para pelanggan tergiur untuk mencobanya walau harga yang dikeluarkan cukup mahal.

"Piter, sayang. Ingin makan apa?"

Erlang tersenyum melihat pemandangan polos anaknya saat memilih makanan, wajahnya datar namun memancarkan seribu pesona bagi para penatap.

Ia menutup kembali buku menunya dan lagi-lagi tersenyum manis pada papanya, "Makanan disini mahal-mahal, Piter tak akan makan disini. Mama tak pernah mengajarkan Piter untuk menghamburkan uang hanya untuk makanan semahal ini, bahkan Piter bisa membeli sepatu untuk harga satu makanan."

Erlang menunduk, merasa lelah dengan sifat anaknya yang sangat-sangat menghargai uang yang bahkan menurut Erlang harga makanan disini normal-normal saja.

"Piter bukan orang kaya yang membeli makanan mahal, Piter hanya anak miskin yang masih meminta pada mama."

"Piter harus makan, papa tak ingin nanti Piter sakit. Makan, ya?" Erlang masih mencoba memaksa anaknya untuk memesan satu saja makanan setidaknya.

"Tidak, papa. Piter akan makan di rumah saja," tolaknya, menggeleng pelan.

"Makan dimana?"

"Di rumah mama, lagi pula nanti papa akan mengantar Piter pulang, bukan?"

"Rumah Piter adalah rumah papa."

"Tidak, Piter masih tetap akan tinggal bersama mama. Selamanya akan seperti itu, jika papa tak ingin mengantarkan Piter pulang. Tak apa, biar Piter pulang naik angkutan umum saja," ujar Piter sambil tersenyum menampilkan giginya.

BAD ERLANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang