Gone

9K 417 2
                                    

Hari ini merupakan hari terakhir Dhirga berada di Indonesia, dan disini, di bandara yang menjadi saksi bisu perpisahan dari dua orang yang sama-sama mencintai. Vanya tak melepaskan sedikitpun pelukannya pada laki-laki yang tak lain ialah Dhirga, laki-laki yang telah mengisi liang hatinya selama lebih dari satu tahun ini. Air mata mengalir deras melewati pipi tirusnya.

"Udah ya, jangan nangis lagi. Aku janji, aku bakalan hubungin kamu setiap waktu. Tapi aku mohon jangan nangis lagi," ucap Dhirga sambil menghapus air mata Vanya, namun bukan hal yang mudah untuk membuat perempuan itu berhenti menangis. Anggaplah ia kekanakan, iya. Dia sangat kekanakan, ia menangis padahal dirinya yang sangat menyetujui jika Dhirga pergi ke luar negeri.

"Jangan pergi," lirih perempuan itu, suaranya sedikit serak akibat terlalu banyak menangis. Bayangkan saja seberapa kuat perempuan itu menangis sejak dirinya sampai di rumah Dhirga dan berniat ikut mengantar laki-laki itu ke bandara. Sudah tidak bisa dikatakan lagi seburuk apa penampilannya sekarang, walaupun begitu dimata Dhirga, dirinya lah yang paling menawan.

Dhirga menghela nafasnya, "berhenti nangis sayang, aku janji, aku akan kembali ke Indonesia secepatnya. Kita akan bersama-sama lagi, dan di hari aku kembali, aku berjanji akan langsung melamar kamu. Devanya Robertson, will you be mine? "

Sebuah pemandangan langka bagi orang-orang yang berada di sekitar dua sejoli itu, keadaan romantis dua sejoli itu membuat beberapa orang disekitarnya menjadi tersentuh. Melihat Dhirga yang dengan beraninya mengungkapkan perasaannya di hadapan orang banyak, bukan hal yang mudah jika untuk melakukannya, namun Dhirga melakukannya. Dia laki-laki yang gentle, begitu bisik orang-orang di sana.

Vanya sedikit malu karena mendengar pernyataan Dhirga yang tiba-tiba, namun hatinya sangat tersentuh sehingga membuat dirinya tak mampu menopang badannya sendiri. Dia merona, namun berusaha menyembunyikannya.  Vanya mendekatkan wajahnya lalu berbisik, "yes, i will." jawab perempuan itu. Dhirga mendekatkan tubuhnya untuk mengeratkan pelukan, pelukan yang semakin mengerat seiring dengan waktu berjalan.

Dhirga melepaskan pelukannya, lalu menatap tepat ke dalam mata Vanya. "Tunggu aku, disini." ucap laki-laki itu sambil membawa tangan mungil Vanya ke arah dada perempuan itu. Jantung Vanya berdetak tidak karuan.

"Pasti. Kamu selalu ada disini. Dihati aku." jawab Vanya bersemu merah.

Perlahan namun pasti, Dhirga mendekatkan wajahnya. Hembusan nafas Dhirga menerpa wajah Vanya, yang bisa ia lakukan hanya memejamkan matanya dan pasrah. Cowok itu memulainya dengan mengecup kening perempuan itu, kemudian beralih ke kedua matanya lalu mengecup kedua pipinya.

Pemandangan tersebut membuat beberapa sahabat Vanya dan Dhirga berteriak histeris. Seperti misalnya Handa yang harus bersembunyi di balik punggung Nathan saat melihat pemandangan romantis itu.

Kembali ke Dhirga. Dhirga menghentikan wajahnya di depan wajah Vanya. Dia hanya diam, lalu kembali mendekatkan wajahnya. Semua orang yang melihatnya sudah berdebar. Namun perkiraan mereka salah, Dhirga mendekatkan wajahnya ke telinga perempuan itu lalu berbisik.

"Aku akan ambil yang ini ketika aku pulang." bisik Dhirga sambil mengusap lembut sudut bibir Vanya. Cewek itu berdetak tidak karuan, Vanya langsung membuka matanya dan menunduk karena pipinya memerah. Dhirga melebarkan senyumnya dan sekali lagi memeluk perempuan tersebut.

Seketika suara bersorak terdengar di telinga Dhirga. Ketiga sahabatnya tengah asik menyorakinya sembari bersiul untuk menggoda dirinya. Namun ia sama sekali tidak terusik, ia benar-benar tidak ingin melepaskan pelukannya dari gadisnya itu. Vanya lah yang akhirnya lebih dahulu melepaskan pelukannya, cewek itu tersenyum sambil memperlihatkan gigi putihnya yang tersusun rapi.

Possessive Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang