"Lo beneran mau ngikutin perintah bajingan itu?"
"Apapun gue lakukan jika itu terkait sama keluarga gue, apapun!"
"Jangan gila! Ini bukan pekerjaan yang gampang dan mudah buat lo, lo tau apa yang akan terjadi kalau mereka tau semua ini."
Perempuan itu tersenyum miris, niat ingin merubah sikapnya kini malah dirinya yang dijadikan alat. Jika bukan karena ancaman yang di ajukan untuk keluarganya, dia benar-benar akan membunuh 'ular' itu tanpa takut nantinya dirinya mendekam di penjara.
"Gue tahu. Jangan temui gue lagi setelah ini dan makasih buat semuanya." perempuan itu merapikan tasnya lalu berdiri dari tempat duduknya, dia akan pergi.
"Apapun yang lo lakukan nantinya, gue gak mau lo terlibat dalam urusan ini." perempuan berambut panjang itu segera berlalu dari cafe tersebut, meninggalkan sosok perempuan yang hanya diam sambil menatap punggung itu menjauh.
"Gue gak akan biarin lo melakukan itu, Rika. Gue gak akan membiarkan 'ular' itu menjebak lo dan gue pastikan dia yang akan mendekam di dalam penjara."
***
Vanya tersenyum ketika melihat seorang laki-laki yang tak lain adalah Dhirga sedang tertidur di sebelahnya. Matanya menutup damai, bahkan Dhirga tersenyum dalam tidurnya. Vanya jadi gemas sendiri dan ingin mencium bibir tebal milik Dhirga itu. Fantasi liarnya harus terhenti karena laki-laki itu lebih dahulu membuka matanya.
Jangan berfikiran aneh dulu. Mereka tidak tidur satu ranjang, bukan satu ranjang tapi satu sofa. Vanya merengek pada Dhirga dan menyuruh laki-laki itu untuk menemaninya selama semalaman. Bahkan fikiran Dhirga sudah meloncat kemana-mana dan dia harus menahan semuanya karena arti dari "menemani semalaman" hanya untuk menonton film. Dan berakhir seperti ini, Vanya yang mengantuk di tengah-tengah film yang diputar dan enggan untuk balik ke kamarnya dan memilih untuk tidur di sebelah Dhirga.
Untung saja sofa itu bisa di ubah desainnya menjadi ukuran yang lebih besar agar tidak membuat tubuh mereka berdua sakit.
"Menikmati yang kamu lihat?" tanya Dhirga sambil tersenyum. Vanya mengangguk malu lalu menyembunyikan wajahnya di dada Dhirga yang bidang itu.
"Kamu mimpi indah ya? Kamu tidur sambil senyum gitu."
"Iya. Indah banget."
"Oh iya? Kamu mimpi apa?" Vanya mulai tertarik dengan pembicaraanya kali ini. Entah karena rasa penasarannya atau hanya asal bertanya saja.
"Kamu." jawab Dhirga. Wajahnya mendekat untuk memberikan kecupan kecil di bibir tipis nan mungil milik Vanya. Vanya tersentak ketika bibir keras itu berhasil membungkam bibirnya. Padahal ini bukan pertama kalinya mereka berciuman tapi yang kali ini dilakukan Dhirga membuat hatinya kembali membuncah, Dhirga melakukannya dengan sangat lembut yang perhatian.
"Aku?"
"Iya, aku mimpi kalau kita menikah. Mengikat janji suci di hadapan pendeta."
Jika boleh Vanya ingin menangis sekarang. Ucapan Dhirga membuat dirinya terharu entah apa sebabnya, padahal dia tahu kalau yang Dhirga katakan adalah sebuah bunga tidur saja.
"Hei.. Kenapa nangis hmm?" Dhirga menegakkan tubuhnya agar lebih leluasa melihat wajah Vanya yang memerah. Padahal Vanya sudah berusaha menahan tangisannya namun tetap saja air matanya terus saja mendobrak pertahanannya.
"Gak tau hiks.. Maafin aku Ga,"
Dhirga mendekat berniat untuk merengkuh tubuh Vanya, namun gadis itu menahan dada Dhirga. "Ada Papa Ga." ucap Vanya sambil meringis kecil. Dhirga menghela nafasnya lalu membalikkan badannya, tepat saat itu juga sebuah bantal melayang kearahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Bad Boy
Teen Fiction"Ini namanya pemaksaan!" "Gue gak peduli, yang penting lo jadi milik gue" "Lo siapa? Berani banget nge klaim gue" "Sekarang gue pacar lo, Devanya Robertson" "Dasar pemaksa!" "I love you too" Pertemuannya dengan senior badboy membuat Vanya tidak tena...