Ini sudah hari kedua ketika terakhir kali melihat Vanya mengobrol bersama Dhirga. Kesehatan Vanya tiba-tiba menurun drastis, dan gadis itu masih belum mau untuk membuka matanya. Dokter sudah mengatakan jika kesehatan Vanya yang menurun diakibatkan oleh virus yang menyerang organ tubuhnya. Dhirga berani bersumpah jika penyakit ini baru ia dengar.
Dhirga tidak pernah absen untuk menemani Vanya, barang sedetik pun laki-laki itu tidak beranjak dari tepatnya. Dhirga menggenggam tangan Vanya, lalu mengecupnya dengan lembut. Tanpa sadar air matanya mengalir. Dia terlalu lemah melihat keadaan orang yang sangat dicintainya terbaring lemah dengan beberapa selang terpasang di tubuh kurus itu.
"Sayang, aku mohon kamu bangun. Please, babe, wake up. I Miss you so bad, i'm so sorry, babe. Aku mohon jangan hukum aku seperti ini, Van. Ini terlalu menyakitkan. Bangun sayang, sebentar lagi kamu wisuda loh, kamu gak akan ngelewatin acara itu kan? Kamu gak cape tidur terus? Kamu gak kasian sama aku, sama keluarga kamu? Kita semua nunggu kamu, Van. Aku mohon kamu bangun," ucap Dhirga sangat lirih. Belum pernah laki-laki itu merasa tersiksa seperti ini. Dhirga mengecup punggung tangan Vanya beberapa kali dan kembali menangis.
Drrrttt..
Dhirga memandang handphone miliknya, disana tertera nama Nathan. Tanpa menunggu lama Dhirga mengangkat teleponnya, " ya bang?"
"Lo di rumah sakit, Ga?"
"Iya,"
"Gue mau bicara sama lo, Ga. Lo bisa ke kantor gue?"
Dhirga menatap tubuh Vanya, bagaimana bisa ia meninggalkan Vanya sendirian di ruangan ini?
"Gue enggak bisa bang, gue gak mau ninggalin Vanya." Jawab Dhirga. Dari seberang sana Nathan menghela nafasnya.
"Handa sama Aya sebentar lagi kesana, dia bakalan gantiin lo jaga Vanya."
"Gimana kalau Vanya bangun saat gue enggak ada? Gue--"
"Ini tentang kasus Lo, Ga. Pelakunya sudah tertangkap."
Dhirga menggenggam erat handphone miliknya. Tanpa pikir panjang ia memutuskan sambungan telepon dari Nathan. Tak lama kemudian Handa dan Aya masuk ke dalam ruangan milik Vanya, kedua gadis itu menatap Dhirga nanar. Bagaimana tidak jika keadaan laki-laki itu dapat dikatakan sangat-sangat buruk. Wajah yang seharusnya mulus telah di tutupi oleh beberapa rambut yang tumbuh di sekitar dagunya. Dibawah mata Dhirga juga terlihat menghitam, itu menandakan jika laki-laki itu sangat kurang tidur.
Tanpa mengatakan apapun Dhirga keluar dari ruangan itu, meninggalkan Handa dan Aya yang masih tercengang dengan apa yang dilihatnya.
"Apa gue baru aja lihat gelandangan masuk ke ruangan ini?" Tanya Handa sambil menepuk pipinya. Aya menggeleng lalu mengalihkan pandangannya pada sosok Vanya yang berada di atas brangkar.
"Gue bisa lihat sebesar apa cinta Dhirga ke Vanya, sampai rela mengorbankan penampilannya." Jawab Aya sambil terkekeh nanar. Aya menunduk lalu mengecup kening Vanya dengan lembut.
"Van gue dateng nih, ada Handa juga. Bangun dong, kita kangen nih. Emangnya Lo gak kangen sama kita? Gue mau kita kumpul lagi, sama Intan dan Okan juga. Please cepet bangun ya," ucap Aya. Air mata Handa sudah tidak terbendung lagi. Handa menangis sambil memeluk tubuh Aya. Handa benar-benar tidak tega melihat keadaan sahabatnya seperti ini, ia hanya ingin jika Vanya bisa kembali seperti dulu.
"Gue takut, Ay."
***
Dhirga masuk kedalam ruangan Nathan yang terletak di lantai 28. Dhirga mengerutkan keningnya ketika melihat keberadaan Axel di dalam ruangan Nathan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Possessive Bad Boy
Teen Fiction"Ini namanya pemaksaan!" "Gue gak peduli, yang penting lo jadi milik gue" "Lo siapa? Berani banget nge klaim gue" "Sekarang gue pacar lo, Devanya Robertson" "Dasar pemaksa!" "I love you too" Pertemuannya dengan senior badboy membuat Vanya tidak tena...