18. Terbongkar

26.6K 1.8K 69
                                    

Matahari masih bersinar terang, pun hatiku, masih milikmu seorang.

• Happy Reading •

Arjuna membuka matanya begitu sinar matahari menyorot masuk melewati jendela kamar yang kini dia tempati. Semalam, setelah pulang, dia tak menyusul Arina ke kamar. Dia memilih tidur di ruangan sebelah kamarnya, yang saat Arina datang pertama kali ke sini Arjuna mengaku adalah ruang belajar. Lelaki itu duduk di ranjang, matanya menyorot penuh kerinduan ke arah foto yang terletak di meja samping ranjang.

Senyum Arjuna tiba-tiba terukir begitu melihat potret seorang gadis tersenyum di dalam bingkai foto itu. Perasaan Arjuna masih sama seperti dahulu, gadis itu masih memiliki tempat tersendiri di hatinya.

"Kangen kamu, Luna," gumam Arjuna pelan. Mengingat gadis itu yang kini tak lagi berada di sisinya, mendadak perasaannya kembali sakit. Dia sangat rindu.

"Anjir, cengeng banget," rutuknya begitu merasakan air mata keluar dari pelupuk matanya.

Laki-laki itu meletakkan kembali bingkai foto itu pada tempatnya. Kemudian berdiri dan menutup jendela serta tirainya. Selanjutnya, tangannya dengan terampil melipat selimut yang semalam dia pakai dan membereskan tempat tidurnya.

•••

Tidur Arina terusik ketika udara dingin menerpa tubuhnya. Dia merutuki kebodohannya tadi malam yang tak menutup tirai jendela, membuat dirinya terganggu pagi ini. Gadis itu melihat jam dinding, jam lima pagi. Masih ada satu jam untuk dia bersiap-siap ke sekolah. Setelah semalam tak ada Arjuna, Arina akhirnya tidur sendiri. Ada yang aneh dalam dirinya saat Arjuna tak berada di sisinya, ada yang kurang. Jika dua bulan belakangan ini paginya selalu terusik oleh kejahilan dan kekonyolan Arjuna, tapi tidak untuk pagi ini. Dan itu membuatnya sedikit rindu.

"Ngapain mikirin Arjun, sih? Bersyukur malah dia nggak ada, gue jadi bebas," gumam Arina pelan yang sebenarnya malah membohongi perasaannya sendiri.

Tangannya terulur ke atas nakas, meraih ponselnya yang kemarin berhasil dia perbaiki. Walaupun tak lagi bagus, tapi sudah bisa membuatnya tak kesepian. Dia membuka aplikasi WhatsApp, berharap ada pesan yang dikirimkan Fahri kepadanya. Pasalnya, sejak kemarin Fahri tak menghubunginya. Banyak pesan yang masuk, namun tak satu pun berasal dari Fahri. Hanya ada grup kelasnya, Nesya, Angel, Agnes, Bang Sat, Ayah, juga grup ghibah bersama teman-temannya yang pesannya baru saja masuk. Arina memilih untuk membuka pesan dari grup ghibahnya tersebut.

😈 Sumber Dosa 😈

Angel
Gue pengin bolos, belum ngerjain PR mate minat. Nanti katanya juga ada rapat jam sembilan. Habis istirahat pertama free sampai siang

Agnes
Gue juga, biar kembaran

Nesya
Dasar, manusia-manusia tolol!

Angel
Mau ikut enggak?

Agnes
Mau ikut enggak? (2)

Nesya
Ya mau

Arina
Dasar, manusia-manusia tolol!

Nesya
Ikut nggak lo, Rin?

Arina
Ke mana?

Nesya
Nggak tau tuh kembar tolol

Agnes
Ke kafe, siapa mau gue jemput?

Angel
Jemput gue ya, Nes!

Agnes
Serumah, bodoh!

Arina
Serumah, bodoh! (2)

Angel
Serumah, bodoh! (3)

Nesya
Benar-benar bodoh!

Arina
Edan. Jemput gue di apartemen Arjun, ya. Mau mandi dulu.

- Chat end -

Arina terkekeh geli membaca pesan-pesan dari teman-teman idiotnya. Setelahnya, gadis itu meletakkan ponselnya di meja dan merapikan tempat tidur. Setelah ini dia akan mandi dan berjalan-jalan dengan teman-temannya.

•••

"Emang dasar lo bego, Rin! Apa kurangnya Arjuna coba? Udah ganteng, tajir melintir, udah pasti masa depannya cerah." Arina mendengkus kesal mendengar ocehan Nesya tentang Arjuna yang tiada habisnya. Kini, mereka sedang berada di sebuah kafe dengan Agnes dan juga Angel. Dari awal mereka  duduk, Nesya selalu membicarakan tentang Arjuna.

"Ya kalau gitu, lo aja yang sama Arjun, gue biar sama Fahri aja."

Nesya memutar bola matanya malas, dia tak mengetahui kenapa sahabatnya yang satu ini sangat menyukai Fahri yang jelas-jelas tak ada baik-baiknya sama sekali.

"Rin, lo dengerin gue, ya. Lo ngerasa nggak sih kalau Fahri itu cuma manfaatin lo? Pikir deh, dia dateng ke lo saat ada butuhnya aja. Misal saat dia ada tugas, pasti lo yang ngerjain, kan?"

Arina mencoba memahami apa yang baru saja diucapkan oleh Agnes. Kalau dipikir-pikir memang benar apa yang Agnes katakan. Tapi, apa benar Fahri seperti itu?

"Bodo, ah. Pusing gue," ucap Arina tak acuh. Sementara ketiga temannya menatap Arina tak peduli. Mereka lelah memberi pengertian terhadap Arina, biarkan saja Arina mengetahui fakta dengan sendirinya. Jika memang Fahri bukan cowok yang baik.

"Eh, Rin. Liat deh, bukannya itu Fahri?"

Mendengar perkataan Angel, Arina dengan kilat menoleh ke arah yang ditunjuk Angel. Dan benar saja, di meja yang terletak kurang lebih dua meter dari mereka ada Fahri dengan seorang perempuan.

"Siapa cewek itu?" tanya Agnes. Arina menggeleng, dia memang tak mengetahui siapa perempuan yang berada satu meja dengan Fahri.

"Pacarnya kali, Rin. Tuh mesra gitu, pakai pegangan tangan lagi," gumam Nesya. Arina melirik tak suka dengan ucapan Nesya. Dia mencoba berpositif thinking terhadap Fahri. Mungkin saja itu adiknya atau keponakannya.

"Adiknya kali. Gue coba samperin dia kali, ya?" Arina meminta pendapat terhadap ketiga kawannya.

"Ya udah. Sana pastiin!"

Arina bangkit dari duduknya, hendak berjalan menghampiri Fahri dan seorang perempuan di sana. Namun Arina kembali duduk saat Fahri bangkit, mengejar perempuan tadi yang sudah terlebih dahulu meninggalkan tempatnya.

"Sayang. Jangan marah, dong! Iya, aku yang salah."

Arina mendengar dan melihat sendiri saat Fahri mengucapkan itu, Fahri menarik tangan perempuan tadi agar berhenti. Dan Arina tidak sebodoh itu untuk tidak mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi. Perempuan itu pacarnya Fahri.

"Gila, bener-bener pacarnya," kata Angel geleng-geleng kepala.

"Udah, Rin! Jangan nangis! Cowok kayak gitu nggak pantes lo tangisin," nasihat Agnes yang kasihan dengan Arina.

Gadis itu kembali duduk, lalu menyerot minumannya dan menatap ketiga temannya. "Ih, nangis," rengeknya kemudian. Dia merasakan air mata membanjiri pipinya.

"Emang sialan tuh cowok, gue samperin, ya?" Nesya berbicara dengan emosi. Tangannya langsung ditahan oleh Agnes dan Angel begitu Nesya ingin bangkit dan mengejar Fahri yang belum jauh.

"Ih, pengin Arjuna," kata Arina terisak. Sekarang, dia persis seperti anak kecil yang menginginkan sesuatu dari ibunya.

• To be continued •

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang