Saat aku sudah mendakwamu sebagai milikku, maka selamanya akan tetap seperti itu.
• Happy Reading •
"Arjun, bangun!"
Arjuna terusik dari tidurnya saat tangan nakal Arina menggoyang-goyangkan lengannya. Menginstruksi pemuda itu untuk membuka matanya, entah apa yang ada di pikiran gadis itu yang masih terjaga pada pukul dua dini hari ini.
"Kenapa sih, Rin? Jangan ditarik selimutnya, dingin," gumam Arjuna yang masih memejamkan matanya, matanya sungguh berat untuk sekadar terjaga.
"Aku laper, Jun." Arjuna melirik sedikit Arina yang kini sedang merengek kepadanya. Tangan Arina memegang lengan Arjuna, masih berusaha membangunkan suaminya.
"Siapa suruh tadi nggak mau makan?" cibir Arjuna. Arina mendengkus kesal mendengar ucapan Arjuna.
"Tadi nggak laper juga. Harusnya kamu nggak salahin aku, salahin aja perut aku. Siapa suruh tadi nggak kerasa lapernya," balas Arina dengan nada sengit. Arjuna menghela napas kasar, rasanya percuma saja mendebat Arina. Dirinya selalu salah di mata gadis itu. Dan lagi-lagi, perempuan selalu benar.
"Ya udah, ayo!"
Arjuna bangkit dari tidurnya lalu meraih tangan Arina untuk ditariknya, mengikuti dirinya untuk keluar dari dalam kamarnya. Kamar Arina.
"Ke mana?" tanya Arina polos.
"Katanya makan?" dengkus Arjuna menatap Arina dengan sebal. Dia tak tahu lagi harus bagaimana menghadapi gadisnya yang satu itu.
"Emang kamu tahu aku mau makan apa?" Arjuna menghentikan langkahnya dengan tiba-tiba, ditatapnya Arina yang kini memasang wajah polosnya.
"Angetin aja masakan Bunda tadi, kenapa repot?" Pemuda itu meraih kaus yang tadi dicopotnya untuk dipakainya kembali.
"Nggak mau," tolak Arina disertai gelengan, hal itu membuat Arjuna dengan cepat menoleh ke arahnya. Yakin, dia mencium bau-bau tak enak di sini. Arina akan kembali membuatnya menjadi rakyat yang tertindas dengan permintaan-permintaan aneh gadis itu.
"Terus?" Arjuna memicingkan matanya.
"Mau masak mi?" Arina menggeleng, membuat Arjuna semakin bingung. Arina yang ditatap oleh Arjuna seperti itu hanya diam saja. Menunggu apa lagi yang akan Arjuna ucapkan.
"Ayolah, Sayang! Bilang kamu mau apa? Jangan kayak gini deh, bikin aku pusing!" ucap Arjuna frustrasi.
"Aku mau makan sate," gumam Arina sambil menatap Arjuna dengan senyumnya. Berbeda dengan Arina, Arjuna malah membulatkan matanya mendengar ucapan Arina.
"Sayang, kamu nggak salah? Ini udah jam dua pagi, udaranya lagi dingin. Emang masih ada penjual sate?" Arjuna mendekat ke Arina, memegang bahu gadis itu dan menatapnya dengan serius.
"Ya kan kita belum coba, Jun. Siapa tahu masih, kalau nggak ya udah kita pulang lagi. Angetin masakan Bunda atau masak mi kayak apa yang kamu bilang," balas Arina tanpa rasa bersalah sedikit pun. Arjuna menatap Arina horor, kenapa cewek itu selalu rumit? Kenapa bukan opsi kedua saja yang dipilih? Bukankah itu sudah pasti?
"Buang waktu, Sayang, kenapa selalu milih yang belum pasti, sih?"
Arjuna kembali menghempaskan tubuhnya ke ranjang, terduduk di tepi kasur sambil menatap Arina dalam. Arina berjongkok di hadapan Arjuna, memegang tangan Arjuna yang berada di pangkuannya. Menggenggam tangan dingin Arjuna, mengarahkannya pada kedua pipinya. Membuat telapak tangan Arjuna menangkup pipi Arina.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Girl!
Ficção Adolescente𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ Anak SMA seperti Arjuna dan Arina memang suka penasaran, selalu bilang ingin cepat dewasa, dan gemar mencoba banyak hal. Namun, pernikahan jelas bukan salah satunya. Dua manusia itu menentang habis-habisan keputusan kel...