• Happy Reading •
"Tante, aku pulang dulu, ya."
Sinta yang tengah menyuapi Arjuna makan menoleh saat mendengar suara Nesya. Memang, setelah Arjuna hujan-hujan malam itu, Arjuna langsung terserang demam dan flu sampai sekarang. Teman-temannya yang tak tega menghubungi Sinta untuk ke sini karena Arjuna melarang mereka untuk memberi tahu Arina. Dia tak ingin Arina khawatir, bodoh memang.
"Iya, Sa. Hati-hati, ya. Dianter Kenzho, kan?"
Nesya menganggukkan kepalanya, kemudian dia keluar dari kamar Arjuna setelah bersalaman dengan Sinta diikuti Kenzho di belakangnya.
"Inget, jangan bilang ke Arin kalau gue sakit," pesan Arjuna yang dibalas jempol oleh Kenzho.
"Lo gimana, sih, Jun? Arin berhak tahu, dong," protes Daniel yang tak sejalan dengan Arjuna. Laki-laki itu masih bertahan di rumah Arjuna untuk menemani Arjuna.
"Iya, Jun. Kasian Arin pasti khawatir sama kamu yang nggak ada kabar," tambah Sinta menasihati anaknya itu.
"Nggak, Ma. Aku udah mau sembuh, kok. Nanti kalau infusnya udah habis aku bakal jemput Arin," jelas Arjuna.
Kondisi Arjuna yang benar-benar drop mengharuskan laki-laki itu harus diinfus. Dokter sudah menyarankan Arjuna untuk dirawat inap di rumah sakit. Namun, Arjuna dengan keras kepalanya menolak.
"Batu emang lo!" maki Daniel.
"Ya, udah, terserah kamu. Mama mah ngikut."
Sinta yang telah selesai menyuapi Arjuna langsung beranjak untuk keluar.
"Jagain Arjun, Dan! Ngeyel gitu anaknya."
"Siap, Tan."
Arjuna mendengus mendengar ucapan Daniel dan mamanya. Sebenarnya, dia tak mau harus dirawat seperti ini, apalagi sampai diinfus. Dia ingin segera menjelaskan semuanya pada Arina. Namun, badannya yang begitu lemah membuatnya tak bisa melakukan hal itu. Dia masih sering merasakan sakit kepala.
"Jadi, lo kapan mau jelasin semuanya ke Arin? Jangan ditunda lagi, Jun. Arina harus tahu kebenarannya," saran Daniel. Arjuna menghela napasnya kasar, dia menatap Daniel yang duduk di sofa.
"Secepetnya, Dan. Gue mau masalah ini cepet selesai," balas Arjuna.
"Arjun!"
Arjuna menolehkan kepalanya dengan cepat saat mendengar teriakan Sinta disusul pintu kamarnya yang terbuka secara kasar. Sinta memandang Arjuna dengan kecewa. Dengan keras, dia melempar map di tangannya.
"Maksud kamu apa? Jelasin ke Mama!" murka Sinta.
Wanita paruh baya itu benar-benar tak mengerti jalan pikiran Arjuna. Tadi asisten rumah tangga Arjuna memberikan surat gugatan cerai Arina kepadanya, katanya itu dari Arina untuk Arjuna. Yang membuat dia semakin tak mengerti adalah undangan pernikahan atas nama Arjuna.
Arjuna yang bingung langsung membuka isi map itu. Dia sangat terkejut saat melihat undangan pernikahannya dengan Lisa.
"Siapa Lisa, Jun? Jadi, kamu selingkuh? Kamu mikir pakai otak, dong!" maki Sinta yang sudah benar-benar emosi. Sebelumnya dia menyalahkan Arina karena menurutnya egois, tapi ternyata ini adalah salah Arjuna. Dia tak bisa menyalahkan Arina yang begitu marah pada Arjuna.
Arjuna hanya diam mendengar kemarahan Sinta. Dia masih tidak percaya dengan surat yang dia baca saat ini. Semua bangaikan mimpi buruk untuknya. Arina mencerikannya. Tanpa sadar air matanya jatuh begitu saja, dia tak bisa jika Arina harus meninggalkannya.
"Nggak, Ma. Arin nggak boleh ceraiin aku kayak gini!" Arjuna berkata dengan kilatan emosi di matanya. Dengan kasar, laki-laki itu melepas infusnya hingga tangannya mengeluarkan banyak darah. Selanjutnya, dengan kesetanan Arjuna berlari keluar dari kamar. Tujuannya hanya satu. Menemukan Arina.
"Jun, kamu mau ke mana?" teriak Sinta yang mulai khawatir dengan keadaan putranya.
"Tante tenang, ya. Aku bakal kejar Arjuna, Tante tolong hubungin Kenzho juga," pesan Daniel kemudian menyusul Arjuna keluar.
Tanpa peduli pada beberapa pengendara yang hampir dia tabrak, Arjuna terus memacu mobilnya dengan kecepatan di atas rata-rata. Dia harus segera sampai di rumah Arina dan menjelaskan semuanya. Dia tak ingin berpisah dengan Arina. Sungguh, Arjuna tak ingin hal itu terjadi.
"Arin, kamu nggak boleh kayak gini," gumam Arjuna dengan gelisah.
"Bangsat, anjing! Harusnya gue nggak jadi pengecut kayak gini," maki Arjuna pada dirinya sendiri.
Sungguh, saat ini dia diselimuti oleh ketakutan. Ketakutan akan Arina yang akan meninggalkannya. Bukan hanya Arina, perempuan itu pasti juga akan membawa Ardan.
Tak butuh waktu lama, Arjuna sampai di rumah Arina dan langsung masuk tanpa permisi.
"Arin! Kamu di mana, Sayang?"
"Jun, lo ngapain teriak-teriak, sih?"
Satria yang tadinya di dapur keluar karena mendengar teriakan Arjuna. Laki-laki itu menatap bingung Arjuna yang terlihat sedikit pucat. Punggung tangannya yang berdarah juga menjadi fokus Satria saat ini.
"Tangan lo kena apa, Jun?"
"Arin mana, Bang?"
Bukannya menjawab pertanyaan Satria, Arjuna malah bertanya hal lain. Napasnya memburu dengan mata yang memerah.
"Arin nggak ada di rumah."
Satria jelas merasa bingung dengan Arjuna kali ini. Arjuna sungguh terlihat kacau.
"Ke mana, Bang?"
Arjuna yang tak sabar langsung saja berlari menaiki tangga, ke kamar Arina untuk menemukan perempuan itu. Namun, Arjuna tak menemukan Arina. Hal itu membuatnya semakin kalut.
"Bang, Arjun mana?"
Satria yang hendak menyusul Arjuna menoleh saat mendapati Daniel memasuki rumahnya dengan tergesa.
"Sebenarnya ada apa, sih?"
"Arina minta pisah sama Arjuna."
Kalimat yang dilontarkan Daniel membuat Satria paham. Arina pasti memberikan surat itu pada Arjuna. Tapi kenapa? Bukankah tadi Arina berkata tak akan memberikannya?
•••
Langit mulai gelap. Namun, Arina masih setia duduk meringkuk di atas ranjang kamar apartemen Arjuna. Setelah dari rumah Arjuna tadi, Arina langsung ke sini dan menumpahkan tangisnya. Dalam pikirannya, tempat ini pasti tak akan ditemukan oleh siapa pun.
Dia butuh sendiri. Dia ingin menangis dan menumpahkan segala kesedihannya.
Dia menepuk keras dadanya. Entah mengapa dia merasakan sakit yang teramat sangat. Mengingat undangan pernikahan tadi membuat rasa bencinya mencuat ke permukaan. Dia semakin membenci Arjuna.
"Harusnya kamu jujur dari awal kalau kamu nggak tulus sayang sama aku," gumam Arina di sela tangisnya.
Wajahnya telah sepenuhnya basah, hidungnya memerah dan matanya sembab. Arina benar-benar terlihat kacau.
Dulu, Arjuna dan Lisa pernah begitu dekat. Bukannya tak mungkin jika mereka dulu saling suka namum tak sempat bersama. Dan kini saat mereka kembali bertemu, Arjuna dan Lisa kembali merajut kisah yang belum selesai. Hal itu yang sejak tadi tertanam di otak Arina.
Arjuna selingkuh. Arjuna jahat. Arina benci Arjuna.
"Arghh ... kenapa sesakit ini, Tuhan?"
Arina kembali menangis keras. Setelah ini dia bingung, bagaimana kehidupannya dan Ardan kelak? Apakah Ardan harus hidup tanpa seorang ayah?
"Arjuna berengsek! Aku benci sama kamu!"
• To be continued •

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Girl!
Fiksyen Remaja𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ Anak SMA seperti Arjuna dan Arina memang suka penasaran, selalu bilang ingin cepat dewasa, dan gemar mencoba banyak hal. Namun, pernikahan jelas bukan salah satunya. Dua manusia itu menentang habis-habisan keputusan kel...