20. Candu

27.7K 1.9K 33
                                    

Lo itu kayak candu, dan gue bisa gila karena itu.

• Happy Reading •

Tak ada suara selain detik jarum jam dan gesekan kertas yang Arina buka di kamarnya malam ini. Dirinya berbaring di paha Arjuna yang sedang menyandarkan punggungnya di kepala ranjang dengan earphone yang menyumpal kedua lubang telinganya. Tangannya sibuk memegang ponselnya yang menampilkan film yang Arina sendiri tak tahu.


Sedangkan Arina tak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan Arjuna, dirinya sibuk membaca novel yang baru kemarin dibelikan Arjuna untuknya.

Arina mengusap matanya yang sedikit lelah, kurang lebih satu jam dia membaca dengan posisi tidur. Hal itu membuatnya sedikit tak nyaman. Arina menutup novelnya, lalu bangkit dan menatap Arjuna yang masih asik dengan kegiatannya.

"Kenapa?" tanya Arjuna. Dia melepas earphone yang tadi menyumpal kedua lubang telinganya, lalu menatap Arina yang sudah terlebih dahulu menatapnya. Tangannya terangkat untuk menyingkirkan rambut Arina yang sedikit menutupi dahi Arina, membuat Arjuna lebih leluasa memandangi wajah gadisnya.

"Lo nonton apa?" Arina hendak meraih ponsel Arjuna, namun dengan cepat Arjuna menjauhkan ponselnya. Tak membiarkan Arina memegang apalagi melihat apa yang ada di ponselnya.

"Nggak apa-apa. Lo masih kecil."

"Ih, Arjun! Pinjem. Liat dikit." Arjuna memegang tangan Arina yang hendak meraih kembali ponselnya. Dia meletakkan ponselnya di atas nakas, tepatnya di dekat gelas air putih yang biasa ditaruh di sana.

"Nggak boleh, Sayang." Arina memalingkan wajahnya saat Arjuna lagi-lagi memanggilnya dengan sebutan 'sayang'.

"Lo selingkuh?"

"Nggak, kok."

Arjuna menggelengkan kepalanya, tangan kanannya menarik tangan Arina untuk duduk tepat di sebelahnya. Arina menurut, dia duduk di sebelah Arjuna dan bersandar di bahu Arjuna. Entah sejak kapan mereka dekat, namun Arina merasakan nyaman saat bersama dengan Arjuna. Kenyamanan yang tak bisa dia rasakan pada laki-laki mana pun. Kenyamanan yang berbeda saat dia bersama Brian atau pun Satria. Arjuna kembali meraih ponselnya, memperlihatkan apa yang baru saja ditontonnya di hadapan Arina.

"Arjuna! Kan gue udah bilang, gausah nonton begituan lagi. Lama-lama rusak otak lo!"

"Gue bukan bocah lagi, bodoh. Wajar, gue laki-laki normal. Kalau lo mau lakuin sama gue, gue janji nggak bakal nonton lagi." Arina dengan refleks memukul kepala Arjuna dengan novel yang sejak tadi dia pegang. Dan langsung dibalas senyum tanpa dosa oleh Arjuna.

"Canda. Yang pasti gue nggak selingkuh, kan? Nih lo ngomong sama Bella. Terserah lo mau chat gimana, intinya gue minta putus."

Arjuna memberikan ponselnya pada Arina, dan Arina pun mengetikkan pesan yang isinya sesuai perintah Arjuna. Setelah beberapa lama pesan terkirim, tak ada balasan dari Bella. Wajar, karena sekarang sudah larut. Mungkin Anabell sudah bocan, bobo kek macan.

"Rin." Arina menoleh saat Arjuna menyerukan namanya, Arjuna menatap dalam ke mata Arina. Mencoba berbicara lewat tatap mata bahwa dia mulai menyukai bahkan mencintai gadis itu. Gadis dengan iris mata abu-abu yang membuat Arjuna tak bosan-bosan menatapnya. Gadis dengan rambut sebahu yang membuat Arjuna tak lelah menghirup aromanya. Gadis sengklek yang Arjuna sayang. Gadis dengan otak cerdas, namun tak pernah digunakan.

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang