02. Tertangkap Basah

109K 4.1K 128
                                        

• happy reading •

"Aaaa!" Teriakan seorang gadis menggema di penjuru kamar berukuran lima kali enam meter itu. Dia menatap tajam ke arah pemuda yang sekarang tidur di sampingnya, memeluknya dengan erat.

"Berisik!" hardik Arjuna masih memejamkan matanya, dia belum sadar dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

"Lepas, bego! Lo ngapain di kamar gue?" Arina menarik dirinya agar menjauh dari Arjuna, bergerak ke tepi ranjang. Arjuna membuka matanya, mencoba melihat dengan baik dengan siapa kini dia berbicara.

"Lo ngapain di sini?" tanya Arjuna yang tiba-tiba bangkit dari tidurnya lalu beringsut menjauh dari Arina. Dia melotot dengan lebar ke arah Arina yang kini memasang wajah sangarnya. Kemudian, Arina meringis menyadari ada sesuatu yang ganjil pada diri Arjuna.

"Pakai bajunya, Jun! Gue masih polos," teriak Arina yang kini sudah menutupi matanya dengan kedua telapak tangannya. Walaupun begitu, dari sela-sela jarinya dia masih bisa mengintip tubuh atas Arjuna. Arjuna spontan menunduk, melihat dirinya yang kini bertelanjang dada. Dia segera mencari kausnya yang entah bagaimana bisa berada di lantai, lalu memakainya dengan kilat.

"Lo ngapain gue? Lo ngapain di kamar gue, Rin?" tanya Arjuna menatap bingung Arina, Arina mendongak menatap Arjuna tidak terima. Matanya yang melotot seakan siap terlepas dari sarangnya.

"Kamar lo? Ini kamar gue, sableng!" tekan Arina. Namun, selanjutnya dia menutup rapat bibirnya, menyadari di mana sekarang ini dia berada. Kamar ini asing, ini bukan kamarnya. Dan dia merutuki kebodohannya karena telah mengira ini adalah kamarnya.

"Jelasin! Kenapa lo bisa di sini? Lo ngapain gue?" Arjuna masih menatap tajam gadis di depannya itu. Arina yang tadi menunduk mendongak menatap Arjuna. Apa yang dia bilang? Ngapain Arjuna? Dia pikir Arina cewek apaan?

"Gue nggak tahu kenapa gue di sini," ungkap Arina jujur. Memang benar, dia tidak tahu menahu tentang ini. Yang dia ingat, semalam dia tidur di mobil ayahnya ketika semuanya sibuk berpesta.

"Nggak mungkin lo nggak tahu, lo suka sama gue, kan? Terus lo pengin tidur bareng gue?" tuduh Arjuna. Arina semakin memelototkan matanya, kenapa Arjuna selalu berbicara ngawur?

"Hoax! Mitos! Jijik! Amit-amit gue suka sama lo," sergah Arina melemparkan bantal ke arah Arjuna. Arjuna menangkap bantal itu dengan mudahnya, membuat Arina berdecak kesal. Arina berdiri, hendak pergi sebelum tangannya ditarik oleh Arjuna yang juga ikut bangkit dari duduknya.

"Mau ke mana? Jelasin dulu!" Arjuna menghalangi Arina yang ingin berlalu. Arina berbalik, mendorong Arjuna agar melepaskan cekalan di tangannya. Bukannya Arjuna terdorong, malah Arina ikut tertarik lantaran Arjuna memegang tangannya kelewat erat. Alhasil, kini Arina jatuh di atas tubuh Arjuna.

"ARJUN, ARIN!"

•••

"Yang ada di pikiran kalian itu apa, sih? Arjun, Papa nggak pernah ngajarin kamu kayak gini, kan?" Arjuna mendengar dengan malas omelan dari Papanya, Bagas. Sementara Arina sudah menunduk ketakutan semenjak tertangkap basah di kamar Arjuna oleh ayahnya sendiri.

"Pa, ini nggak seperti yang Papa kira. Kita nggak ngapa-ngapain."

"Iya, Om, bener, sumpah, deh." Arina mendongak, menyetujui argumen Arjuna. Brian, ayah Arina menoleh ke arah putri bungsunya.

"Nggak mungkin, bagaimana bisa? Apa yang mungkin terjadi jika dua orang dewasa, laki-laki dan perempuan ada dalam satu kamar? Ayah nggak bodoh, Arin!" Arina menunduk setelah mendapati ayahnya berkata dengan nada yang sedikit tinggi, dia meremas baju Farah-Ibunya- yang duduk di sampingnya. Sungguh ini bukan kesalahannya. Mungkin salah Arjuna.

"Om, pertama, aku nggak tahu kenapa cewek aneh itu bisa di kamar aku. Kedua, semalem aku cuma minum sama temen-temen aku di kamar, nggak lebih. Terus tiba-tiba Arin ada di kamar aku. Serius, Om, aku nggak ngerti." Arjuna ingin sekali berteriak kepada semua orang yang ada di sana, mengatakan jika dia tidak bersalah. Sinta, mamanya, malah menatap tajam dirinya.

"Ya, itu, Jun! Kamu itu mabuk, jadi nggak sadar bawa Arin ke kamar kamu. Papa kan udah bilang jangan pernah minum lagi." Arjuna menggelengkan kepalanya, kenapa Papanya keras kepala sekali? Dia tidak sepicik itu. Meniduri anak gadis orang? Yang benar saja.

"Udah, gini aja, kalian bakal nikah secepatnya. Saya nggak mau ada isu yang nggak bener," putus Brian secara sepihak, Arina dan Arjuna melotot tak percaya. Apa-apaan ini?

"Setuju!" Sinta dan Farah merespon dengan girang. Kedua anak manusia itu menoleh ke arah Farah dan Sinta. Tidak terima dengan apa yang mereka ucapkan.

"Nggak, Bun, aku masih kecil. Aku nggak mau sama cowok playboy kayak dia."

"Apalagi gue. Udah manja, kayak anak kecil, ceroboh," cibir Arjuna yang mengundang tatapan tajam dari Arina. Tak mau kalah, laki-laki itu pun membalasnya tak kalah tajam. Entah mengapa mereka seperti anjing dan kucing ketik bertemu. Padahal, kedua orang tua mereka berteman dekat, bahkan bersahabat. Arina menjulurkan lidahnya untuk mengejek Arjuna, yang dibalas dengan pelototan mata oleh Arjuna.

"Nggak ada bantahan, kalian bakal menikah secepatnya. Nggak ada alasan masih kecil-kecilan. Kalian udah mau lulus, kan?" ucap Bagas yang langsung diangguki oleh tiga orang dewasa lainnya, tidak dengan Arjuna dan Arina.

"Lagi pula, Ayah juga dulu nikah sama Bunda waktu kelas dua SMA," imbuh Brian yang membuat Arina semakin mengerucutkan bibirnya.

"Ini nggak adil, Pa, aku nggak ngapa-ngapain, kok. Terus gimana sama pacar-pacar aku?" Arjuna mengacak rambutnya frustasi, kenapa hidupnya jadi begini? Kenal dengan cewek ceroboh seperti Arina saja sudah bagaikan mimpi buruk baginya. Lalu, harus menikah dan hidup dengannya? Bisa gila dia.

"Kamu harus bertanggung jawab atas perbuatanmu, Arjun! Putusin pacar-pacar kamu dan menikah sama Arin! Papa yang bakal urus semuanya."

"Bundaaa." Farah menoleh ke samping, di mana putrinya kini berada. Arina memasang wajah memelasnya, mencoba meluluhkan hati sang Bunda.

"Nggak bisa, Sayang, keputusan ada di Ayah kamu." Mendengar itu, Arina berdiri, menghentak-hentakkan kakinya dan keluar dari rumah mewah milik keluarga Bagaskara.

"Aku marah sama kalian."

• • •

Arjuna sudah berkeliling kompleks untuk mencari keberadaan Arina, setelah mendapat wejangan sana-sini dari keempat orang dewasa itu, sekarang dia disuruh mencari Arina yang entah kabur ke mana. Arjuna merasa hidupnya akan berubah seratus delapan puluh derajat setelah ini, bagaimana bisa dia menikah dengan gadis yang jelas-jelas adalah musuhnya? Belum lagi sifatnya yang kekanakan dan berbagai kecerobohannya. Arjuna bisa gila memikirkan itu.

"Argh, lo di mana, Cewek Aneh?" racau Arjuna memukul stir mobilnya. Dia menghentikan mobilnya di dekat taman, mengedarkan pandangannya untuk menemukan Arina. Arjuna keluar, berusaha lagi mencari keberadaan Arina yang disebutnya cewek aneh itu.

Pandangan Arjuna berhenti pada sebuah bangku taman yang diduduki oleh seorang gadis, siapa lagi jika bukan Arina. Yang pasti masih memakai baju pesta semalam. Arjuna melangkah dengan pelan menghampiri Arina, berhenti di belakang Arina untuk mendengarkan gerutuan gadis itu.

"Ah, semuanya nggak adil, kenapa juga harus sama cowok tengil, playboy, sok ganteng, songong kayak Arjun! Gue nggak rela. Oh, Tuhan, tolonglah hambamu yang cantik jelita ini. Jauhkan diriku dari hujatan para mantan-mantannya." Arina meracau sendiri, tak peduli dengan tatapan beberapa pengunjung taman yang menatap aneh dirinya. Arjuna sendiri ikut terkekeh mendengar gerutuan ngawur gadis itu, walaupun dia juga sebal disebut songong oleh Arina.

Suasana hati Arina sedang buruk sekarang, dan dia berpikir untuk menelepon Nesya, sahabatnya. Dia mengeluarkan ponselnya dari tas selempang yang tersampir di pundaknya. Lagi-lagi dia mengumpat dalam hati saat ponselnya kehabisan daya.

"Kenapa, Tuhan?" teriak Arina agak keras, dia menyenderkan tubuhnya ke belakang. Namun, gerakannya terhenti saat kepalanya menyentuh tubuh seseorang.

• to be continued •

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang