65. Akhir Bahagia

16K 672 39
                                    

• Happy Reading •

Arjuna terbangun dari tidurnya saat mendengar tangisan Ardan di tengah malam seperti ini. Papa muda itu bergegas bangkit dan menuju box bayi yang memuat Ardan di dalamnya. Senyumnya terbit kala melihat Ardan terjaga dengan menangis lucu seperti sekarang ini.

"Aduh, anak Papa nggak boleh nangis, dong. Kan udah besar," gumam Arjuna seraya menimang Ardan yang kini sudah berusia lima bulan. Bayi itu benar-benar mewarisi ketampanan yang Arjuna punya, lihatlah betapa lucunya Arjuna junior itu.

Ardan memang sering terbangun malam-malam seperti ini saat haus ataupun mengompol. Dan kali ini, alasan bayi itu terbangun adalah karena mengompol, terbukti dari celana bayi itu yang basah.

Arjuna menidurkan Ardan di ranjangnya kemudian mengambil celana ganti untuk Ardan.

"Bentar, Sayang. Papa gantiin dulu, ya. Jangan nangis nanti Mama kebangun," bisik Arjuna dengan sekilas menatap Arina. Dia tak tega membuat Arina bangun. Mereka baru menyelesaikan percintaan mereka satu jam yang lalu, Arjuna yakin jika Arina pasti lelah.

"Sstt, udah selesai ini. Ayo gendong Papa," ucap Arjuna kembali menggendong Ardan. Tak mau membuat Arina bangun, akhirnya Arjuna membawa Ardan untuk keluar dari kamarnya. Selain itu, Arjuna juga ingin menonton bola. Jadilah laki-laki itu kini duduk di sofa dengan televisi yang menyala. Jam dua kurang sepuluh menit, bolanya sebentar lagi akan mulai.

Ardan benar-benar bayi yang sangat manis. Lihatlah, sekarang dia kembali tertidur pulas di pangkuan Arjuna yang tengah asyik menonton bola. Dengan selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya membuat dirinya hangat.

"Arjun."

Arjuna mengalihkan pandangannya saat mendengar suara Arina. Laki-laki itu tersenyum mendapati Arina yang berjalan ke arahnya dengan selimut yang membungkus tubuh mungilnya.

"Kok bangun, Ayang?" tanya Arjuna seraya mengelus kepala Arina yang sudah duduk di sebelahnya. Arina menyandarkan kepalanya pada bahu Arjuna.

"Pengin. Kamu sama Ardan nggak ada, jadi aku ke sini," balas Arina dengan tangan yang mengelus pelan pipi Ardan. Perasaanya begitu hangat melihat kedekatan Arjuna dan Ardan. Terkadang dia iri dengan Arjuna yang bisa lebih dekat dengan Ardan.

"Tadi Ardan nangis, aku nggak mau bikin kamu bangun jadi aku keluar," jelas Arjuna.

"Kamu tidur lagi aja, aku masih mau nonton bola," lanjutnya.

"Nggak, ah. Aku nggak ngantuk lagi," balas Arina pelan.

"Kamu nggak capek? Tadi kita main banyak ronde, loh, Ayang," ujar Arjuna bermaksud menggoda Arina.

"Ih, Arjun. Nggak usah bahas!"

Arina yang ngegas membuat Arjuna terkekeh.

"Kalau udah besar, jangan kayak Papa, ya, Dan. Mesum gitu orangnya," pesan Arina pada bayinya yang masih senantiasa menutup matanya pertanda tidur.

"Kalau nggak mesum kamu nggak bakal lahir, Dan. Mama juga nggak suka kalau gitu."

Mendengar itu, Arina mencubit pinggang Arjuna keras membuat sang empu memekik.

"Sakit, Rin! Sadis banget, sumpah!"

"Lagian, ngajarin anak itu yang baik-baik. Nggak kayak gitu," omel Arina yang disambut senyum manis oleh Arjuna.

"Iya, Ma. Maafin Papa, ya."

"Ye."

"Tidur, yuk, Rin. Ngantuk aku," ujar Arjuna tiba-tiba. Sebenarnya dia tak merasakan kantuk sama sekali, dia hanya tak ingin Arina kelelahan karena kurang ridur. Arina pasti lelah mengurusi Ardan setelah pulang kuliah.

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang