17. Arina Galau

24.5K 1.8K 24
                                    

Jangankan bahagia, ngebuat lo tertawa aja gue belum bisa.

• Happy Reading •

Selepas kepergian Arjuna hampir satu jam yang lalu, kini Arina tengkurap di kasur empuk yang berada di kamarnya, dan suaminya. Berbantalkan boneka beruang miliknya sambil menatap ponsel Arjuna yang remuk sesekali mengusap air mata yang masih terus keluar dari kedua matanya. Juga ingus tak tahu diri yang mengalir dari lubang hidungnya.

Bentakan Arjuna masih terus terngiang-ngiang di telinganya. Di usianya yang menginjak delapan belas tahun ini, dia tak pernah melihat Arjuna sekasar ini padanya. Apalagi sampai berkata dengan nada tinggi. Perkataan Arjuna tentang Fahri juga memenuhi otaknya. Dia jadi bertanya-tanya, apa benar Fahri seburuk itu? Siapa yang harus dia percayai? Laki-laki yang dia suka, atau laki-laki yang kini memilikinya?

Arina mengingat saat Brian memarahinya, hanya karena dia pulang sedikit larut dari biasanya. Brian yang saat itu pulang kerja dan tak mendapati anak gadisnya di rumah langsung marah besar, dan sasarannya adalah Arina saat sudah pulang. Dia dimarahi dan dibentak, hal itu membuat Arina mengurung diri di kamarnya dan menangis sampai pagi. Dan keesokan harinya Brian meminta maaf kepadanya dan berjanji tidak akan membentaknya dan tidak akan membiarkan siapapun membentaknya. Menyakiti anak gadisnya. Maafin Ayah, ya? Nanti Ayah beliin kamu coklat yang banyak. Nanti kalau ada yang bikin gadisnya Ayah ini nangis, bakal Ayah hajar. Kalau ada yang nakal bilang ke Ayah. Oke? Arina masih mengingat persis perkataan Brian kala itu.

"Ayah, Arjun jahatin Arin. Hikss," isak Arina sambil mengusap ingusnya dengan kaus Arjuna yang tergeletak begitu saja di atas ranjang. Lalu dering ponsel yang terdengar keras mengalihkan perhatian Arina. Itu bunyi ponselnya.

Arina meraih ponselnya yang masih berada di dalam tas. Melihat Id Caller. Di sana tertulis Bang Sat. Alias Abang Satria. Kakak laki-laki yang dimilikinya, satu-satunya. Yang mana berkuliah di Oxford, London.

Gadis itu menggeser icon berwarna hijau di ponselnya, Satria menelepon pada saat yang tepat. Dia butuh tempat curhat sekarang ini.

"Halo, Bang Sat?" ucap Arina saat mendengar dehaman Satria dari ujung telepon.

"Ya elah, Rin. Ganti kek panggilannya! Nggak enak di telinga."

"Bodo. Bang, gue mau curhat," balas Arina tak mengacuhkan ocehan Satria yang tak menyetujui panggilan tersayang adiknya.

"Suara lo kenapa serak? Lo habis nangis, ya? Kenapa? Di sana udah malem, kan? Kenapa sih, Sayang?" Arina tersenyum mendengar omelan Satria yang begitu mengkhawatirkannya.

"Hiks ... Bang, Arjuna jahat. Dia tadi bentak gue," ungkap Arina jujur. Dia tak pernah bisa berbohong atau menutupi sesuatu dari Satria. Baginya, sosok Satria itu segalanya. Kakak, musuh, temen curhat dan masih banyak lagi. Tak heran jika Arina selalu bicara blak-blakan ke Satria.

"Ada masalah apa kalian? Nggak mungkin dia bentak kamu tanpa alesan, pasti kamu bikin ulah, kan?"

"Bang, vidcall aja. Gue kangen." Setelah mendengar ucapan Arina, Satria langsung mematikan panggilannya. Tak lama berselang, ponsel Arina kembali berbunyi. Dengan cekatan dia menerima panggilan Satria, tak sabar melihat wajah Kakaknya yang hampir satu tahun tak ditemuinya.

"Seriusan nangis? Cengeng banget."

"Lo nggak tahu perasaan gue, Bang. Arjun tadi ngamuk, dia bentak gue. Terus hapenya dia banting, kan sayang," adu Arina.

"Kalian ada masalah apa?"

"Pokoknya ada deh, Bang. Dia mukulin Fahri, gue nggak terima. Gue marah ke dia, malah dia gantian marah."

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang