Kalau nggak mau gue pergi, ya jangan ada yang ditutup-tutupi.
• Happy Reading •
Arjuna menghembuskan napas lega, sedari tadi sore dia tak bisa tidur. Badannya lelah sekali hari ini, dan dia ingin segera bergelung di bawah selimutnya. Namun, seakan Dewi Fortuna tak berpihak padanya. Pikirannya bercabang dengan Arina yang lagi-lagi mengeluhkan sakit kepala. Walaupun suhu badannya sudah berangsur membaik, tapi gadis itu masih mengeluhkan kepalanya yang terasa begitu berat. Mau tak mau Arjuna harus mendampingi Arina. Memang dasarnya Arina yang keras kepala, Arjuna sudah puluhan bahkan ratusan kali membujuk Arina untuk pergi ke dokter. Dan gadis itu menolaknya mentah-mentah. Alasannya hanya satu, dia takut disuntik.
Dan kini, gadis cantik yang sayangnya sengklek itu sudah terbaring dengan napas yang teratur. Tertidur pulas dengan selimut tebal yang membungkus tubuh mungilnya, sampai sebatas leher. Arjuna mengalihkan pandangannya ke arah jam dinding di kamar itu, sudah pukul sepuluh malam. Dan Arjuna sekarang merasa sangat lapar.
Pemuda yang hanya menutupi tubuhnya dengan celana bokser itu turun dari ranjangnya, lalu melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Tujuannya ke dapur, untuk mencari makanan yang membuat cacing-cacing di perutnya tak lagi berdemo minta diisi.
Tak berselang lama, hanya sekitar lima menit. Arjuna kembali lagi ke kamarnya dengan membawa nasi goreng yang tadi sore dibuatnya. Walaupun tampilannya agak berantakan, gosong sana-sini. Tapi Arjuna bersyukur rasanya tak begitu memporak porandakan lidahnya.
Duduk di sofa yang berada di dalam kamarnya, lalu menyalakan televisi dengan volume yang sangat pelan. Dia tak ingin tidur Arina terganggu, dia sudah susah payah membuat istri cantiknya itu tertidur.
Arjuna makan dalam diamnya, sampai getaran ponsel mengalihkan perhatiannya. Diraihnya ponsel ber-case hitam miliknya, lalu mengangkat panggilan dari Satria, kakak iparnya.
"Halo, Bang Sat," ucap Arjuna mengawali pembicaraan. Entah sejak kapan dia ketularan Arina sehingga ikut-ikutan memanggil Satria dengan sebutan seperti itu.
"Sialan lo, Jun! Durhaka lo sama gue," ketus Satria di seberang telefon. Dirinya cukup sebal dengan kelakuan adik iparnya itu.
"Canda, Bang, gimana kabar lo? Baik, kan?" tanya Arjuna sekadar basa-basi. Walaupun begitu, dia juga cukup simpati ke Satria. Bagaimana pun juga, dirinya dulu begitu akrab dengan Satria.
Mereka akhirnya ngobrol bersama. Membahas tentang Arina dan apa-apa yang tak penting. Tak lama, hanya sekitar sepuluh menit. Setelahnya, sambungan telefon terputus. Bersamaan dengan Arina yang terjaga dalam tidurnya.
"Arjun."
Menoleh ke arah Arina, Arjuna tersenyum melihat gadis yang kini menatapnya dengan mata sayu. Arjuna berjalan ke kasur, berbaring di sebelah Arina.
"Kenapa bangun?" tanya Arjuna lembut. Tangannya menyentuh dahi Arina sekali lagi, memastikan bahwa suhu tubuh gadis itu tidak lagi naik seperti kemarin malam. Hal itu cukup membuat Arjuna khawatir. Arina menggeleng, membuat Arjuna memposisikan tangannya di bawah kepala Arina. Membiarkan gadis itu tertidur nyaman dengan bantalan tangannya, pemuda itu merengkuh tubuh Arina. Membawanya ke dalam pelukan hangat dan ternyamannya.
"Bobok lagi, gih! Udah malem."
Dengan lembut Arjuna mengelus punggung kecil Arina, sambil tangannya menaikkan selimut tebal agar menutupi tubuh Arina dan juga tubuhnya yang shirtless.
•••
Getaran ponsel di atas nakas membuat tidur Arjuna terusik, masih jam lima pagi. Dengan ogah-ogahan, pemuda itu meraih ponsel miliknya dan mengeceknya. Hanya sekitar dua menit, ponselnya sudah kembali ke asalnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Oh, My Girl!
Fiksi Remaja𝐜𝐨𝐦𝐩𝐥𝐞𝐭𝐞 𝐬𝐭𝐨𝐫𝐲 ✓ Anak SMA seperti Arjuna dan Arina memang suka penasaran, selalu bilang ingin cepat dewasa, dan gemar mencoba banyak hal. Namun, pernikahan jelas bukan salah satunya. Dua manusia itu menentang habis-habisan keputusan kel...