47. ML

17K 1K 16
                                    

• happy reading •

"Eh, Jun. Lisa itu siapa?" tanya Arina tiba-tiba. Arjuna menghentikan gerakannya mengusap pipi Arina. Laki-laki itu menatap Arina.

"Lisa itu dulu temennya Luna, Rin. Dia yang setia nemenin Luna di rumah sakit, dia juga yang sering nyemangatin Luna sama aku," ucap Arjuna jujur tanpa ada yang dia tutup-tutupi. Dia tidak mau lagi ada masalah dalam hubungannya dengan Arina jika dia berbohong.

Mendengar ucapan Arjuna, Arina mengangguk paham. Setelahnya, tangannya dia gunakan untuk menarik selimut untuk membungkus tubuhnya.

"Trus, kamu suka sama dia?" tanya Arina lagi. Sementara Arjuna menautkan alisnya bingung ditanyai seperti itu oleh Arina. Kenapa perempuan itu bisa bertanya seperti itu?

"Ya nggak, lah. Aku kan sukanya sama kamu," jawab Arjuna tulus dalam hatinya. Arina memajukan bibirnya kesal, dia mendaratkan tangannya yang terkepal di pipi Arjuna.

"Kok cuma suka? Nggak sayang? Nggak cinta sama aku?" Lagi-lagi Arjuna salah bicara di hadapan Arina. Laki-laki itu hanya cengar-cengir menatap Arina.

"Hehe, ya sayang juga dong," jawab Arjuna lagi. Namun, Arina belum puas dengan jawaban Arjuna. Perempuan itu masih menuntut jawaban Arjuna yang dia inginkan.

"Nggak cinta juga berarti?" sungut Arina. Arjuna menghela napas pelan. Tangannya kembali terangkat mengelus rambut Arina.

"Iya, Sayang. Aku suka, sayang, cinta sama kamu," gumam Arjuna selembut mungkin. Dia harus berbicara dengan hati-hati jika berhadapan dengan Arina. Menurut Arjuna, Arina begitu menyebalkan akhir-akhir ini. Ada saja yang perempuan itu proteskan dari Arjuna. Seolah-olah dia mencari kesalahan Arjuna.

"Nah gitu, dong. Kan ganteng kalo kaya gini," ujar Arina dengan cengiran khasnya. Arjuna hanya menatap datar Arina. Laki-laki berambut cepak itu mencubit pipi gembul milik Arina hingga sang empu memekik kesakitan.

"Woy, bego! Sakit." Tangan Arina yang bebas dia gunakan untuk menjambak rambut Arjuna. Sontak, Arjuna menghentikan cubitannya dan mendengus kasar.

"Anjir sakit kapala aku, Rin," keluh Arjuna sambil menyisir rambut pirangnya dengan jari-jari tangannya.

"Lah, kamu pikir pipi aku nggak sakit?" sungut Arina. Mendengar itu Arjuna hanya cengengesan nggak jelas. Dari awal memang salahnya sih.

"Hehe, abisnya pipi kamu tambah gembul, Rin. Jadi gemes tahu nggak?"

"Udah, ah. Capek ngomong sama kamu, siniin hapenya." Arina merebut ponsel Arjuna yang tadi direbut oleh laki-laki itu. Arina mengambil posisi membelakangi Arjuna dan mulai memainkan kembali ponsel milik Arjuna. Dan Arjuna memilih diam membiarkan Arina, dia tak ingin lagi mengganggu Arina yang bisa saja membuat keselamatannya terancam. Dia paham jika Arina akhir-akhir ini begitu ganas.

Arjuna memposisikan dagunya bertumpu di kepala Arina dengan tangannya yang merangkul pinggang Arina dari belakang. Dia memantau kegiatan Arina yang sedang memainkan akun instagram miliknya.

"Rin, kalo mau upload foto, captionnya jangan 'sayang sama yang punya akun ini', ya," pinta Arjuna yang malah membuat Arina terkekeh geli. Dia jadi mengingat beberapa saat yang lalu saat dirinya berselancar di facebook dan banyak anak abg yang membuat status seperti itu. Begitu alay namun itu sudah mendarah daging.

"Ya nggak kali, Jun. Alay banget sumpah," komentar Arina dengan tangan yang masih memilih-milih potret dirinya di ponsel Arjuna untuk dia upload.

"Ya siapa tahu, Rin. Kamu kan aneh gitu orangnya," ucap Arjuna cengar-cengir.

"Bodo amat."

"Amat pinter, anjiir. Dia kan anak pak Husein yang juara lomba adzan," balas Arjuna membahas anak guru mereka yang memenangkan lomba adzan.

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang