39. Mantan

24.1K 1.4K 32
                                    

Dia emang mantan, tapi bukan berarti aku pernah sayang. Mungkin dulu dia hanya pelampiasan.

• Happy Reading •

Suasana kantin yang begitu ramai membuat Nesya mengelus dada, gadis itu menatap orang di hadapannya. Arina, perempuan itu sedang duduk dengan manis sambil menggulir layar ponselnya. Tak peduli lagi dengan suara bising yang ditimbulkan oleh para penghuni kantin. Sementara Nesya hanya duduk memperhatikan Arina sambil menunggu pesanan mereka datang.

"Eh, Rin. Katanya ada anak baru." Nesya memecah keterdiaman mereka dengan membahas topik ini dengan Arina. Arina yang tadi sibuk dengan ponselnya mendongak, menatap Nesya. Namun, kemudian kembali menunduk. Menatap ponselnya.

"Oh."

Nesya mendengkus kesal. Respon Arina tak pernah sesuai harapannya, sebenarnya apa yang Arina lakukan dengan ponselnya? Sampai-sampai dia tak mengacuhkan keberadaan Nesya.

"Lo ngapain sih, Rin? Sebel gue, dicuekin itu nggak enak, tahu!"

Arina kembali mendongak menatap Nesya. Dia meletakkan ponselnya di meja, kemudian tersenyum manis.

"Iya deh. Maaf, emang siapa orangnya?" tanya Arina pada akhirnya. Dia tak kuasa melihat Nesya yang begitu kesal karena ulahnya yang tak memedulikannya.

"Kabar-kabarnya sih masih kelas sebelas. Cantik lagi, Rin," komentar Nesya. Arina hanya manggut-manggut mendengar ucapan Nesya, baginya itu tak terlalu penting. Hanya saja, dia ingin melegakan hati Nesya.

Nesya kembali diam. Tak lama pesanan mereka datang, berupa bakso juga es jeruk kesukaan Arina. Dan dengan antusiasnya Arina segera mengambilnya.

"Buset, Rin! Lo makan bakso sama sambel apa sambel sama bakso? Banyak bener." Nesya berbicara sambil menatap takjub Arina. Bagaimana tidak? Arina menuangkan sambal dengan porsi yang tak bisa dibilang sedikit. Hal itu berhasil membuat Nesya geleng-geleng kepala. Apa Arina tidak berpikir jika itu bisa membuat perutnya sakit?

"Santai kali, Sa. Sekali-kali makan beginian, udah lama nggak nyoba." Arina menjawab sambil mengaduk baksonya, lalu menatap Nesya yang masih memandangnya. Arina menaikkan kedua alisnya saat menyadari tatapan Nesya tak beralih darinya.

"Kenapa?" tanya Arina tak mengerti. Nesya yang tersadar langsung menggelengkan kepalanya.

"Nggak."

"Lo tahu nggak, sih? Gue kepengin banget makan ginian, tapi Arjun nggak pernah ngebolehin." Tiba-tiba Arina bercurhat.

"Ya bener aja Arjun nggak ngebolehin. Kan lo punya maag, kalau kambuh gimana?"

Nesya memutar kedua bola matanya malas. Dia tak pernah tahu apa yang ada di dalam kepala sahabatnya itu, apakah Arina masih waras?

"Bodo, Sa. Gue laper."

Arina mengambil sendoknya, lalu mulai memakan makanannya.

"Kalau Arjun tahu bisa ngamuk dia, Rin," peringat Nesya sambil memakan baksonya sendiri. Juga menatap Arina ngeri.

"Ya kalau lo nggak bilang, Arjun nggak bakal tahu! Makanya jangan ngomong," dengkus Arina. Dia menatap Nesya tajam.

Nesya diam. Membiarkan Arina yang larut dengan aktivitasnya, sementara dirinya melanjutkan ritual makannya.

"Dasar, keras kepala!"

Arina dan Nesya sontak mendongakkan kepala saat mendengar suara Arjuna. Pemuda itu sudah duduk di sebelah Arina, meletakkan sepiring mi goreng di atas meja. Kemudian menatap Arina tajam. Tangannya menggeser mangkuk bakso milik Arina ke hadapannya.

Oh, My Girl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang