Lovika mendudukan tubuhnya yang terasa penat, punggung tangannya terulur mengusap peluh yang membanjiri keningnya yang mulus.
Wajah cantik Lovika terlihat lelah setelah menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah tangga, dari mulai menyapu, mengepel, mencuci hingga memasak.
Saat masih tinggal bersama kedua orangtuanya, Lovika tidak pernah sekali pun menyentuh pekerjaan rumah tangga seperti yang dilakukannya saat ini---terkecuali memasak, karena memasak adalah hobinya. Segala kebutuhannya akan dipersiapkan dan dipenuhi oleh asisten rumah tangga, ia hanya tinggal duduk cantik dan terima beres.
Apartemen Alka tergolong kecil, hanya dua kamar tidur dengan dua kamar mandi, satu di kamar utama dan satunya lagi di dekat dapur, satu ruang tamu yang menyatu dengan ruang menonton tv dan terakhir satu dapur minimalis yang lengkap dengan table kitchen-nya. Tapi, bagi Lovika apartemen milik suami bocahnya ini terasa begitu luas saat hendak dibersihkan, terasa menjadi beban berat disetiap harinya. Kalau saja ia tidak ingat pesan mommynya, mungkin saat ini ia sudah kabur entah kemana, ke mana saja, ke negeri kurcaci sekalipun yang penting terbebas dari tugas ibu rumah tangga yang begitu melelahkan dan sangat menguras tenaganya.
"Ya Allah, capek banget," keluh Lovika seraya memijit-mijit lengannya sendiri.
Mengerutkan wajahnya, Lovika merasa miris akan nasibnya yang harus menikah dengan bocah SMA yang notabenenya belum berpenghasilan dan hidupnya pun masih ditanggung kedua orangtua. Jangankan minta pembantu, minta jajan permen aja belum tentu itu bocah bisa beliin gue pake duitnya sendiri. Heleh ... Lovika frustrasi.
Belum Semenit Lovika mengistirahatkan tubuhnya di atas sofa, denting bel pintu apartemen memaksa dirinya untuk kembali bergegas mengangkat tubuh ringkihnya bangun. Dengan langkah gontai dan malas, Lovika menggeret dirinya menuju pintu masuk.
"Assalamualaikum, Non," seru seorang wanita paruh baya saat Lovika berhasil membukakan pintu.
Wanita itu tersenyum ramah, serta merta membuat Lovika ikut melebarkan senyuman di bibirnya. "Waalaikumsalam, maaf cari siapa, ya?"
Wanita itu kembali tersenyum. "Ini pasti istrinya den Alka, ya?" tebaknya yakin. Lebih terdengar pernyataan dari pada pertanyaan, namun Lovika memilih tetap mengangguk sebagai jawaban.
"Perkenalkan, Non, nama Bibi, Masni. Non bisa panggil Bibi dengan sebutan Bi Ani, Bibi ART di apartemen ini. Maaf dua hari kemarin anak Bibi sakit, makannya Bibi baru bisa masuk hari ini," tutur Ani panjang lebar, sedangkan Lovika hanya manggut - manggut tanda mengerti.
"Mari masuk, Bi!"
Ani mengangguk seraya membalas senyuman seterang bulan milik Lovika.
"Maaf, Non," tutur Ani saat mendapati seluruh apartemen yang sudah rapi dan bersih. "Gara-gara Bibi terlambat datang, Non Vika jadi harus beres-beres apartemen sendiri."
Lovika kembali tersenyum. "Iya, nggak apa-apa, Bi." Tangan Lovika mengusap punggung Ani, mencoba menenangkan Ani yang terlihat tidak enak hati.
"Yaudah, Vika mau istirahat dulu ya, Bi," imbuhnya, lalu berjalan masuk ke dalam kamar setelah mendapat anggukan dari Ani.
Meraih ponsel, Lovika menyenderkan tubuhnya pada head board, dan begitu terkejut saat mendapati 15 missed call dari Reyhan.
Dengan tergesa, jarinya langsung menekan tombol hijau untuk menelepon kembali sang kekasih yang beberapa hari ini tidak diketahui rimbanya.
The number you're calling is not active. Please, try again later!
"Kok, nggak aktif," gumamnya seraya jarinya kembali mendial nomor Reyhan, namun suara operator kembali menyambut panggilannya hingga sepuluh kali, dan berakhir dengan suara wanita yang mengatakan, "You are connected with voice mail, press one to start leaving your message!"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Brownies (16+) Completed.
Romance(Silakan follow dulu sebelum baca) Mencintai lalu menikah itu biasa, tapi menikah lalu mencintai itu luar biasa. Raditya Alkalifi Guciano. Kisah ini menceritakan tentang Alka si Brondong pecicilan yang harus menikah dengan perempuan yang tidak dici...