15. M. P. B. Bocah Gendeng.

8.4K 521 165
                                    

Pagi ini mentari begitu ceria memamerkan senyuman hangatnya pada sang bumi. Pancaran sinarnya seakan memercikkan semangat, menelusup dan menembus kulit kepenatan yang memeluk jiwa setiap makhluk hidup, membakarnya tanpa ampun, mengubahnya menjadi kobaran api bernamakan energi baru untuk menyongsong hari penuh kebosanan.

seperti halnya Alka yang pagi ini baru saja menyelesaikan hukumannya di hari yang ke dua, melangkah ringan menuju kelas dengan senyuman terlukis indah di bibir tipisnya. Wajah bantal dan lingkaran hitam di sekitar bola matanya akibat semalam terjaga hingga menjelang subuh pun, seakan tersamarkan oleh suasana hati yang dilanda kasmaran. Wajahnya berseri-seri, bersinar seterang matahari tak ingin terkalahkan dengan cerahnya pagi.

Alka terus berjalan melewati pintu kelasnya, menaruh ranselnya asal dan mendudukkan pantatnya di atas bangku paling pojok di dekat jendela. Sebelah tangannya diletakkan di atas meja dan sebelahnya lagi ia gunakan untuk menopang sebelah pipinya.

Lagi-lagi Alka tersenyum sendiri dengan pandangan yang tak tentu arah, ia seperti tengah sibuk dengan dunianya sendiri, begitu sibuk hingga tak menyadari ke tiga sahabatnya sedari tadi menatapnya dengan tatapan horor.

"Tang, tuh anak kenapa ya?" Indra nampak bingung melihat Alka yang tersenyum sendirian, kontras dengan wajahnya yang tampak mengantuk dan kedua matanya yang sayu.

Tatang hanya menggeleng dengan mata yang masih setia mengamati Alka dari kejauhan. Berbeda dengan Raffi, anak lelaki itu terkekeh saat melihat kening Alka terantuk meja karena tak kuasa menahan kantuk yang sudah menguasai matanya.

"Lo berdua curiga nggak, sih?" Mata Raffi memicing

Kening Indra berlipat. "Curiga kenapa?"

Tatang mengangguk seakan setuju dengan pertanyaan Indra.

"Di mana-mana kalau pagi-pagi udah ngantuk karena semalam nggak bisa tidur mukanya pasti bad mood, bawaannya pengen marah-marah. Lah ini, malah senyum-senyum sendiri. 'Kan aneh," ucap Raffi yakin membuat Tatang kembali mengangguk setuju.

"Si Alka lagi seneng tuh, 'kan semalam Barca menang lawan Madrid," terka Indra tak kalah yakin. Dan lagi-lagi Tatang hanya mengangguk-anggukkan kepalanya setuju.

"Ah masa, sih?" Wajah Raffi terlihat ragu. "Wajah-wajah Alka itu persis wajah abang gue pas bangun tidur."

"Abang kau yang bulan kemarin menikah itu?" tanya Tatang menyela ucapan Raffi.

Raffi mengangguk yakin. Indra melongo "Jangan-jangan si Alka semalam abis ...." Indra menggantung ucapannya, mengulum senyum saat Raffi tersenyum penuh arti. "Nggak sangka gue." Indra terkekeh.

Tuk!

Tatang menjitak kepala Raffi dan Indra secara bersamaan. "Dasar generasi micin! Pagi-pagi otak kalian sudah mikir yang tidak-tidak." Tatang melotot membalas tatapan tajam kedua sahabatnya yang tak terima oleh perlakuannya.

"Sakit anjay," desis Raffi kesal.

"Jangan jitak kepala gue! Kalau gue jadi bego lo mau tanggung jawab?"

Tatang terkekeh melihat wajah masam Indra. "Itu, sih, sudah bawaan lahir, Ndra. Jangan pakai menyalah-nyalahi saya."

Indra mengumpat, kalau saja tidak ingat Tatang adalah sahabatnya sudah dapat ia pastikan sepatu Tomkins miliknya sudah mendarat cantik di pipi Tatang saat ini juga.

"Sudah dari pada kalian mikir yang tidak-tidak, lebih baik kita tanya orangnya langsung." Tatang merangkul Raffi dan Indra, menggiring keduanya untuk berjalan menghampiri Alka yang kini sedang menaruh kepalanya di atas lipatan kedua tangannya dengan kedua mata yang terpejam sempurna.

My Protective Brownies (16+) Completed.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang