"Sepuluh menit."
"Sepuluh menit?" Willy terlihat bingung.
Alka mengembuskan napasnya kasar. "Waktu lo sepuluh menit buat jelasin semuanya ke gue."
Mata Willy berbinar, perlahan bibir tipisnya melebarkan senyuman. "Thanks, Al."
Alka hanya mengangguk.
"Jujur ... gue dan Dhidi nggak pernah sedikit pun berniat mengkhianati lo, Al." Willy mulai bercerita, pandangannya menerawang jauh ke masa lalu dengan kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celananya dan punggungnya bersandar ke dinding UKS.
"Kita hanya korban perjodohan bisnis orang tua, Al." Alka terlihat terkejut, tapi dengan cepat merubah ekspresi wajahnya kembali tenang.
"Sejak kapan?" tanya Alka tanpa ingin menatap wajah Willy.
"Sejak kelas dua."
Alka hanya memejamkan matanya, tangannya menggenggam erat sisi ranjang besi yang sedang di dudukinya. Ia merasa bodoh karena tidak pernah menyadari kedekatan antara Willy dan Nadhira saat itu.
"Awalnya gue menolak perjodohan itu, tapi suatu malam nggak sengaja gue lihat nyokap nangis, ribut sama bokap gara-gara nyokap nggak bisa bujuk gue buat nerima perjodohan itu. Lo tau 'kan gue paling nggak bisa kalau liat perempuan nangis dan dikasarin, apalagi kalau perempuan itu nyokap gue sendiri."
Willy menolehkan wajahnya pada Alka yang sedari tadi hanya diam. "Akhirnya terpaksa gue terima perjodohan itu," lanjutnya setelah menghela napasnya dalam seakan sedang berusaha melepaskan beban berat di hatinya.
"Nggak hanya gue yang terpaksa, tapi juga Dhidi. Dhidi sayang banget sama lo, Al ...." Willy tersenyum getir, "bahkan sampai hari ini, dia belum bisa ngelupain lo."
Alka melengos. Entah kenapa senyum di bibir Willy terasa menyayat perasaannya.
"Lo cinta sama Dhidi?" Alka yang sedari tadi hanya diam akhirnya bersuara."Iya." Willy menjawab dengan tenang, berlawanan dengan suasana hatinya yang tengah gundah efek dari pertanyaan sederhana yang diajukan Alka. Bagi Willy urusan cinta itu rumit, tidak sesederhan kelihatannya. Karena cinta membutuhkan penyatuan perasaan dua orang yang berbeda kepala, hati dan pikiran. Cinta juga tidak bisa diarahkan dan dipaksa kepada siapa dia akan bertuan. Cinta akan memilih jalannya sendiri.
Willy melirik wajah Alka yang menegang dengan ekor matanya. "Sorry, Al. Gue nggak mau nutupin apa-apa lagi dari lo."
Alka tersenyum sarkastis. "Seharusnya dari awal seperti itu."
"Iya, gue memang bersalah. Gue minta maaf, Al," balas Willy dengan tatapan penuh penyesalan.
"Tapi satu hal yang harus lo tau, perasaan itu muncul di tengah jalan, gue bodoh karena tidak menyadari tanda-tandanya." Willy tertawa, lebih tepatnya menertawakan dirinya sendiri.
"Awalnya hubungan gue sama Dhidi hanya sebatas kesepakatan."
Kening Alka mengernyit. "Kesepakatan?"
Willy mengangguk. "Kita sepakat pura-pura menerima perjodohan itu di depan orang tua kita saja, karena waktu itu hati kita sudah menemukan sandarannya masing-masing. Dhidi mencintai lo dan gue ...."
"Dan lo?" Alka menyipitkan matanya penuh curiga, pasalnya selama ini Willy tidak pernah bercerita tentang seseorang yang disukainya.
"Cewek yang selalu lo jodoh-jodohin sama gue dari kelas satu," akunya malu-malu.
Alka terperangah. "Jangan bilang cewek itu Cika?"
Willy tak menjawab, ia hanya meringis.
"Serius? Tapi kenapa lo nggak pernah bilang ke gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Brownies (16+) Completed.
Romance(Silakan follow dulu sebelum baca) Mencintai lalu menikah itu biasa, tapi menikah lalu mencintai itu luar biasa. Raditya Alkalifi Guciano. Kisah ini menceritakan tentang Alka si Brondong pecicilan yang harus menikah dengan perempuan yang tidak dici...