39. M.P.B. Menyangkal lagi.

6.9K 465 75
                                    

Hari ini cuaca kota Jakarta sangat cerah. Jarum jam masih menunjukkan pukul tujuh, namun matahari seakan sudah tak sabar lagi untuk menampakkan diri pada dunia.

Sinarnya sudah merambat hampir di seluruh bagian kota, menerangi dan menghangatkan udara pagi itu.

Berbanding terbalik dengan suasana hati Reyhan saat ini. Bibirnya memang melebar merekahkan senyuman, tapi jauh di dalamnya, hatinya mendung, kelabu dan tak berwarna.

"Makasih ya, Rey," Lovika menyentuh lengan Reyhan, "udah mau jemput Alka buat aku," kata Lovika seraya tersenyum seterang bulan pada Reyhan.

Memaksa bibirnya, Reyhan berusaha membalas senyuman Lovika semanis mungkin, walaupun hatinya teriris perih seperti sedang disayat pisau belati.

"Iya, sama-sama. Tapi, ini nggak gratis lho, Vik."

Reyhan menyeringai jahil selagi Lovika mengerutkan keningnya bingung.

"Maksudnya?"

"Iya, aku mau jemput Alka karena ada imbalannya."

Lovika mendengkus. "Itu nggak iklas namanya, Rey."

"You know-lah, Vik. Di dunia ini nggak ada yang gratis. Pipis aja bayar, apa lagi jemput Alka. Perlu tenaga, waktu, bensin, mood yang ba---"

"Stop! Oke ... cukup. Kamu mau imbalan apa?"

Reyhan tersenyum puas, dan wajah Lovika mendadak judes.

"Senyuman kamu," ucap Reyhan seraya menatap lovika tepat pada iris matanya.

Tatapan keduanya berserobok, Lovika jadi salah tingkah. "Aku nggak mau liat kamu nangis lagi, Vik. Aku mau kamu bahagia. Janji ya sama aku, setelah ini kamu harus selalu tersenyum."

Perlahan bibir merah Lovika mengembang. Kata-kata Reyhan berhasil menyentuh hatinya. Lovika jadi terharu.

"Iya, Rey. Aku janji," jawab Lovika dengan mata yang berkaca-kaca. Andai saja Alka tidak pernah hadir dalam hatinya, mungkin saja saat ini Lovika akan menjadi wanita paling bahagia karena dicintai laki-laki sebaik Reyhan.

"Janji?" Reyhan mengacungkan jari  kelingkingnya ke hadapan Lovika.

Lovika tertawa renyah, lantas menautkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Reyhan.

"Oke," seru Reyhan seraya melepas tautan jari di antara mereka, "tapi kalau kamu ingkar janji dan aku masih lihat kamu bersedih setelah aku pulang dari Bogor, mau nggak mau, suka nggak suka, kamu harus izinin aku buat bahagiain kamu, Vik.

"Deal?" tanya Reyhan seraya mengangsurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Lovika.
Lagi-lagi Lovika tertawa. "Deal," sahutnya semringah, lalu menjabat tangan Reyhan dengan riang.

"Bagus," seru Reyhan lagi, kali ini tangannya bergerak mengacak rambut Lovika dengan gemas membuat Lovika memberenggut kesal.

"Rey, berantakan!"

Reyhan nyengir. "Masih cantik, kok."

Lovika berdecak. "Apaan sih, receh tau nggak. Udah sana berangkat!" Lovika mendorong tubuh Reyhan ke dekat mobil fortuner putih yang sudah terpakir cantik di depan rumah.

"Iya, nggak sabar banget sih yang mau ketemu suami."

"Biarin." Lovika menjulurkan lidah untuk membalas cibiran mantan pacarnya.

Dengan wajah yang sengaja dibuat cemberut, Reyhan masuk ke dalam mobilnya.

"Hati-hati ya, Rey," pesan Lovika setelah Reyhan menyalakan mesin mobilnya. "Jangan ngebut bawa mobilnya."

My Protective Brownies (16+) Completed.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang