"Beneran? Kita bisa lebih dari teman lagi?" Nadhira memastikan dan langsung mendapat anggukan yang kedua kalinya dari Alka.
"Oh my God." Nadhira membekap mulutnya tak percaya, ia terlampau bahagia.
"Jadi, sekarang kita ...."
Alka tersenyum seterang matahari, menampilkan gigi gingsul yang selalu berhasil membuat wajahnya terlihat dua kali lipat lebih tampan dari biasanya. Bahkan Nadhira sempat terpesona beberapa saat dan memuji dalam hatinya.
"Kita ...." Alka menatap Nadhira dengan senyuman yang kembali merekah di bibirnya.
"Kita ...." Nadhira mengulang ucapan Alka. Wajahnya nampak berseri.
"Kita ... sahabat."
Rahang Nadhira melorot, senyum yang sempat terukir indah di atas bibirnya perlahan memudar tak berbekas.
Bagai petir di siang bolong, ucapan Alka berhasil menghantam lubuk hati Nadhira yang paling dalam. Asa yang tengah melambung di awang-awang, seketika terhempas jauh ke dasar jurang. Hancur dan sakit.
"Sa ... sahabat?"
Dengan wajah tanpa dosa Alka tersenyum dan menganggukan wajahnya ringan.
"Aku ... aku pikir kita ...." Nadhira tak mampu menyelesaikan kalimatnya, suaranya kini berganti isakan lirih.
"Hei, Dhi. Kok, nangis?" Alka terkejut melihat kedua sudut mata Nadhira mengeluarkan bulir-bulir air mata.
Tubuh Nadhira bergetar, dadanya sesak. Gadis itu tak mampu bicara, bahkan hanya untuk sekedar menjawab pertanyaan Alka pun ia tak sanggup.
Tak ingin menarik perhatian murid lainnya, Alka merangkul bahu Nadhira dan menggiringnya menuju taman belakang sekolah. Medudukkan tubuh Nadhira di atas bangku di bawah rindangnya pohon trembesi.
"Apa secepat itu, Al?" Nadhira kembali bertanya dengan isakan yang semakin menjadi.
Alka diam, ia masih berusaha mencerna ucapan Nadhira.
"Apa secepat itu kamu ngelupain aku, apa secepat itu kamu ngilangin perasaan cinta yang selama ini kamu gembar-gemborkan untuk aku? Apa sekarang udah nggak ada lagi tempat buat aku? apa sekarang harapan itu udah nggak ada lagi? Sebegitu nggak berartinya 'kah aku buat kamu, Al?!" Nadhira meraung, tangannya memukul-mukul dada bidang milik Alka dengan membabibuta. "Jawab, Al! Jangan diem aja! Hiks ... hiks."
Alka mencekal kedua pergelangan tangan Nadhira, berusaha menghentikan hantaman bertubi-tubi yang terasa ngilu di dadanya. Perlahan namun pasti, tenaga Nadhira melemah, gadis itu mulai berhenti meronta seiring dengan suara tangisannya yang mulai mereda bergantikan isakan lirih yang terdengar menyayat hati.
Mencengkeram kerah kemeja Alka dengan kedua tangannya, Nadhira membemamkan wajahnya tepat di atas dada Alka. "Aku sayang kamu, Al. Aku nggak bisa, aku sakit tanpa kamu," lirihnya dengan air mata tumpah ruah membasahi seragam putih milik Alka.
"Kamu jahat, Al. Kamu tega sama aku. Kamu kayak gini karena mau balas aku 'kan Al. Ampuni aku, Al. Ampun. Aku salah, aku nyesel," lanjut Nadhira sesegukan. Tangannya perlahan melingkari punggung Alka.
Alka ingin menghindar, tapi nuraninya berkata lain. Ia masih peduli dengan gadis yang menjadi cinta dan pacar pertama yang pernah mengisi hatinya selama tiga tahun itu. Walaupun hatinya perih karena penghianatan itu, tapi tidak serta merta membuat perasaan cinta Alka berubah menjadi benci dan membuatnya menjadi prasasti hidup yang tak punya hati.
Perlahan tangannya terangkat, dengan perasaan berkecamuk Alka mengelus-elus punggung Nadhira berusaha menenangkan gadis yang kini sedang menangis di pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Brownies (16+) Completed.
Romance(Silakan follow dulu sebelum baca) Mencintai lalu menikah itu biasa, tapi menikah lalu mencintai itu luar biasa. Raditya Alkalifi Guciano. Kisah ini menceritakan tentang Alka si Brondong pecicilan yang harus menikah dengan perempuan yang tidak dici...