Sabtu pagi Alka dan teman-temannya sudah berkumpul di rumah Raffi. Sesuai kesepakatan mereka akan berkemah di suatu tempat bernama Bodogol, sebuah tempat konservasi alam yang terletak di kawasan Gunung Gede Pangrango- Sukabumi.
Rencananya, mereka akan menggunakan dua mobil untuk menuju lokasi. Mobil pertama di isi Alka, Lovika, Indra beserta kedua adiknya dengan Raffi yang akan duduk di belakang kemudi. Sedangkan sisanya--Nadhira, Chika, Tatang dan sepupunya bersama Willy di mobil yang kedua.
Setelah dirasa semua perlengkapan dan perbekalan telah tersusun rapi di dalam bagasi, tanpa ingin membuang waktu, dua mobil berbeda jenis dan warna itu langsung melesat meninggalkan halaman rumah Raffi, melaju memasuki jalan raya, bergabung dengan kendaraan lainnya untuk menembus kemacetan kota Jakarta hari itu.
Karena kondisi jalan yang macet, butuh waktu sekitar lima jam untuk Alka dan teman-temannya sampai di kantor PPKAB (Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol) yang berlokasi di sebuah kampung bernama Babakan Kencana, sebuah kampung yang terletak di kawasan kaki Gunung Gede Pangrango. Kampung yang masih bisa memberikan efek sejuk walaupun matahari sudah hampir berada di atas kepala.
Di sana mereka harus mengurus perizinan terlebih dahulu, agar kegiatan camping mereka terdaftar dan tidak ilegal. Tatang dan Willylah yang bertugas menanganinya, sedangkan Alka dengan yang lainnya mereka hanya duduk-duduk di sebuah warung di depan kantor PPKAB, mengobrol santai sambil menikmati ke kesejukan dan keindahan pemandangan kampung tersebut.
"Yang, lihat deh!"
Lovika menoleh. "Apa?"
"Itu, anak kecil itu," jawab Alka seraya menunjuk ke arah tiga orang anak kecil yang mungkin biasa Alka tebak berumur sekitar empat atau lima tahunan sedang bermain di seberang jalan, "lucu, ya?"
Lovika mengikuti arah padang Alka, perempuan itu tersenyum. "Iya, apa lagi yang rambutnya keriting."
Alka terkekeh. "Cantik ya, kayak lo."
Lovika melirik Alka sekilas dengan ekor matanya. "Makasih ya, tapi gue nggak ada receh," selorohnya, lalu tertawa dan membuatnya langsung mendapat fiting-an dari Alka. Lovika meronta, berusaha melepaskan tangan Alka dari lehernya. "Apaan, sih, Al? Lepasin gue!"
"Nggak. Minta ampun dulu, baru gue lepasin."
Lovika mendesis kesal saat mendengar teman-teman Alka menertawakan kejahilan yang dilakukan suami bocahnya itu. Terkecuali Nadhira, cewek itu hanya diam dengan wajah masamnya.
"Iya iya, gue minta ampun,"ketusnya.
"Yang iklas dong, gue aja iklas banget pas tadi muji lo." Alka semakin mengeratkan tangannya.
Lovika menghela napasnya kasar. "Alka yang ganteng, yang imut, yang apa-apalah terserah. Gue minta ampun."
Alka tertawa puas seiring dengan tangannya yang mulai melonggar. Lovika yang tak mau menyia-nyiakan kesempatan langsung melepaskan diri dari cengkeraman Alka. Perempuan itu melotot sinis yang hanya dibalas kekehan kecil oleh Alka.
"Mang, meser. (Mang, beli)"
Alka menoleh, perhatiannya teralihkan pada ketiga anak kecil yang sekarang sedang berdiri di sampingnya.
"Bade meser naon, cantik? (Mau beli apa, cantik?) Si Amangnya di sana tuh." Alka menunjuk pemilik warung yang sedang melayani pengendara motor yang sedang mengisi bensin, berjarak beberapa meter dari tempatnya berdiri. Alka memang fasih berbahasa Sunda, selain karena sang ayah yang berdarah Sunda, dulu Alka pernah tinggal di Bogor saat dirinya masih duduk di bangku SMP.
"Cantik, cenah. Cowok tau!" sewot anak kecil yang berambut keriting, sedangkan kedua temannya yang berkepala botak bak Upin dan Ipin--karakter kartun yang berasal asal negeri jiran itu hanya tertawa cengengesan.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Protective Brownies (16+) Completed.
Romance(Silakan follow dulu sebelum baca) Mencintai lalu menikah itu biasa, tapi menikah lalu mencintai itu luar biasa. Raditya Alkalifi Guciano. Kisah ini menceritakan tentang Alka si Brondong pecicilan yang harus menikah dengan perempuan yang tidak dici...