42. 😐😐😐

3.4K 159 8
                                    

'Hiks Hiks Hiks'

Shasa menangis sesenggukan meringkuk di kamarnya sendirian. Mata, hidung bahkan seluruh wajahnya memerah karna tangisannya. Tv-nya sengaja diputar dengan volume tinggi agar orang tuanya tidak mendengar kalau dirinya sedang menangis sesenggukan.

Tiba-tiba ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Diliriknya ponsel yang berada tepat disampingnya. Tirta.

Moodnya langsung berubah dari yang buruk menjadi sangat buruk. Dia sama sekali tidak ada niatan mengangkatnya, mau apa juga. Mau marah-marah juga percuma, hubungannya dengan Iqbaal sudah kacau. Meminta Tirta menjelaskan yang sebenar-benarnya pada Iqbaal juga hanya buang-buang waktu saja. Karna Tirta brengsek itu jelas tidak akan mau. Jadi dibiarkan ponsel itu berdering, sampai Shasa merasa bosan mendengar deringan ponselnya yang berteriak, kemudian dimode pesawat.

Lalu Shasa menghapus air matanya kuat-kuat dan membaringkan tubuhnya. Menutup wajahnya dengan bantal, ciuman dingin itu membuatnya geleng-geleng kepala kesal, sakit, sekaligus dadanya terasa sesak. Tidak percaya Iqbaal bisa-bisanya setega itu.

***

Keesokan harinya.

Cerahnya pagi membuat Shasa sedikit terlihat cerah, meskipun dalam hatinya sedang bergolak hebat. Pasalnya hubungannya dengan Iqbaal kembali pada posisi abu-abu, tanpa keterangan dan juga sudah tidak saling sapa. Bahkan semalem Iqbaal tidak mengontaknya.

Disambernya roti yang telah di olesi selai coklat oleh mamanya, kemudian memakannya dengan cepat.
Pagi ini memang sangat ditunggu Shasa. Setelah menghabiskan malamnya menangis sendirian dikamar sekaligus memikirkan cara bagaimana bisa menjelaskan pada Iqbaal terkait kejadian malam minggunya bersama Tirta, akhirnya Shasa memutuskan untuk menjelaskan hari ini, pagi ini, tidak boleh tidak!!, Karna Shasa yakin meskipun Iqbaal sedang marah, Iqbaal akan tetap menjemputnya.

Untuk kejadian menyakitkan di apartemen. Shasa berusaha dengan sangat keras untuk melupakannya, bagi dia, Iqbaal begitu karna dia belum tau aja yang sebenarnya, gara-gara Shasa kemaren ikutan marah jadi kalimat yang rencana ia katakan pada Iqbaal untuk menjelaskan kesalahpahaman mendadak hilang begitu saja.

"Ma, pa Shasa nunggu Iqbaalnya di luar aja ya." Pamit Shasa langsung mencium punggung tangan kedua orang tuanya sekaligus kakaknya, kemudian langsung berjalan keluar rumahnya setelah mendapat anggukan kepala dari orang tuanya.

Shasa menunggu Iqbaal datang sambil duduk di kursi teras rumahnya.

Duduknya mulai gelisah setelah menunggu terlalu lama dan Iqbaal enggak juga datang, akhirnya sekarang dia memilih menunggu Iqbaal di gerbang sambil menatap ruas jalan berharap cowok itu segera datang.

Tapi nihil. Iqbaal tidak datang sampai angka jarum jam sudah menunjukkan jam setengah tujuh lewat. dan mamanya yang tidak sengaja keluar rumah melihat Shasa langsung menyadarkan Shasa dari lamunan dan tatapan sedih pada ruas jalan depan rumahnya.

"Sha ini sudah jam berapa? Enggak mau berangkat." Ucap mamanya mengingatkan. Shasa langsung menoleh sadar, "Berangkat pakek mobil sendiri aja. Cepet berangkat." perintah mamanya.

"Ntar lagi ma, Iqbaal pasti dateng kok." jawab Shasa sedikit teriak.

"Kalo masih nunggu entar kamu pasti telat, sudah gih sana berangkat. Nanti kalo Iqbaal kesini, mama sampein kalo kamu sudah berangkat." perintah mamanya lagi.

Shasa akhirnya menganggukkan kepalanya setelah memastikan tidak ada tanda-tanda Iqbaal datang menjemputnya. Mamanya juga langsung kembali masuk kedalam.

Dengan langkah malas, gontai, murung dan terlihat kecewa, Shasa berjalan menuju mobilnya di garasi. Sebelum masuk kedalam mobilnya, Shasa menoleh lagi ke jalanan depan rumahnya berharap Iqbaal tetap akan menjemputnya. Begitu dilihatnya Iqbaal benar-benar tidak datang, baru Shasa masuk kedalam mobilnya dan meluncur berangkat ke sekolahnya dengan cepat.

Gold Digger Fall In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang