JOB

2.1K 182 5
                                    

Roti sobek di atas bukan untuk di makan ya 😂😂😂😂😂😂.. AISHHH😫😫😫😫😫😫

Happy reading 😊

___________________________________________

"Any question?" Tanya Raehan dengan pose yang sok berwibawa di sofa kulit hitamnya.

Sekarang waktu menunjukkan pukul 17.15. Riana masih berada di apartemen Raehan. Biasanya setelah pulang kuliah, dia hanya membutuhkan sejam dua jam untuk menyelesaikan tugasnya yaitu memvakum ruangan, mengambil laundry dan menyiapkan kudapan ataupun lauk untuk makan malam. Dan tentunya memastikan Rae punya nasi untuk dimakan saat malam. Terakhir pria itu tidak makan malam, dia akan sangat rewel di pagi hari. Dan Riana tidak mau memberikan kesempatan pada Raehan untuk mencari-cari kesalahannya.

Tapi, karena sekarang Riana sudah resmi menjadi maid bukan hanya untuk membayar ganti rugi, Rae punya peraturan tambahan untuk Riana. Lebih tepatnya, ide agar Riana bisa sebanyak mungkin menghabiskan waktunya dengan Rae. Ide bodoh Romeo yang justru terdengar brilliant bagi Raehan.

Riana membaca lagi kertas yang berada di jemari mungilnya.

'Membangunkan boss pukul 7.'

'Sarapan.'

'lunch box.'

'Bersihkan ruangan.'

'Laundry 2 kali seminggu.'

'Buat makan malam.'

'Pulang setelah boss makan malam, kecuali jika boss ada dinner luar, baru boleh pulang lebih cepat.'

"Kenapa aku jadi seperti seorang istri?" Cicit Riana yang masih bisa didengar Raehan. Rae yang masih memasang pose sok berwibawa hanya menahan senyum sebisanya. Salah-salah, Riana bisa curiga dan menolak idenya lagi.

"Well..?" Pancing Rae karena Riana belum juga berkomentar apapun.

Riana yang sadar dari keasikannya sendiri langsung memandang Raehan. Melihat keseriusan di mata elang Rae. Bukankah pria itu membencinya?

"Kenapa kau jadi ingin bangun pagi?" Tanya Riana akhirnya, walau bukan itu sebenarnya yang ingin ia tanya.

"Karena mulai besok aku akan training di pagi hari."

"Bukankah kau tidak ingin berdekatan denganku? Kenapa kau justru memperkerjakanku?"

Rae memicingkan matanya, ingin sekali dia menarik bibir mungil yang selalu ketus padanya itu. Ah.. mungkin menarik bibir mungil itu dengan bibirnya akan lebih nikmat.

'Shit!' Umpat Rae ketika pikirannya mulai melanglang buana, membuat yang di bawah bereaksi. Jangan sampai Riana menyadarinya.

"Karena aku butuh pelayan. Okay? Dan aku tidak pernah bilang aku membencimu. Kau yang menyimpulkannya sendiri."

Riana hanya mengedikkan bahunya. Apapun itu, Riana sangat berterima kasih. Gaji yang diberikan Rae sangat membantu Riana bulan ini. Dia memang sengaja tidak memberi tahu ayahnya kalau dia butuh uang untuk beberapa pratikum sebelum mid test. Riana tahu ayahnya sedang diaudit badan perpajakan, jadi semua aliran dana dibekukan sementara sampai masalahnya jelas. Riana tidak perlu khawatir, ayahnya adalah orang yang jujur. Setelah ini, semuanya akan baik-baik saja.

"Ini pegang. Passwordnya sudah kuganti jadi tanggal lahirmu."

Riana melihat kartu plastik berwarna emas metalik yang tergeletak di meja. Untuk apa kartu itu diberikan padanya? Kenapa juga dia bisa tahu tanggal lahir Riana?

"Kenapa kau berikan padaku?" Tanya Riana menyelidik.

"Apa kau ini bodoh? Ya sudah tentu untuk belanja keperluanku, belanja bulanan, atau apalah itu, kau tidak berpikir untuk menyuruh om Sis belanja selamanya kan?"

"Berikan saja uang cash! Lagipula aku takut menghilangkannya. Salah-salah, aku malah jadi maid seumur hidup karena harus mengganti kartu ini."

"Ouch!!" Riana meringis ketika Raehan memukulnya dengan majalah yang tahu-tahu sudah dipegangnya. Dia menatap Raehan garang. Yang dipandang balas menatapnya lebih garang.

"Aku bossnya. Jadi aku yang tentukan segala sesuatunya, dan jobmu hanyalah mematuhinya. Clear?"

Riana hanya mencebik lalu mengambil kartu itu. Dia memasukkannya ke dalam dompet yang berada di tas ranselnya. Dan seketika itu, Riana memiliki ide.

"Apa?" Tanya Raehan tanpa mengalihkan pandangannya dari majalah business yang sedang dibolak-balikkan olehnya. Hanya dibolak-balikkan.

Riana menggigit bibir dalamnya, dia tidak yakin untuk mengatakannya, tapi tidak ada salahnya kan?

"Hmm.. Boss."

"Just Rae please!!!"

Rrrrrrr..... "Rae..."

"Hmmm..."

Riana mencebik sekali lagi. Ingin rasanya ia membenturkan kepalanya dengan kepala batu yang terlihat tampan dengan baju casualnya itu.

"Apa boleh aku membeli beberapa perlengkapan memasak?" Tanya Riana akhirnya.

"Hmm..."

Mata Riana langsung membulat ketika mendengar Rae mengiyakannya walau hanya berupa eheman.

"Kau yakin? Maksudku, kau tahu, dapurmu tidak pernah dipakai jadi alat-alatnya tidak lengkap. Jadi banyak yang harus ku beli."

Rae masih dengan jawaban yang sama dan masih melakukan kegiatan yang sama, membolak-balikkan majalahnya.

"Aku ingin beli food processor, teflon baru, mixer, juicer, cetakan, steamer.. dan.."

"Just buy everything you need and shut your mouth before i tape it." 'With my own way of course."

Riana masih terlihat antusias dan tahu-tahu dia menghambur ke pelukan Rae hingga membuat Rae kalang kabut karena kaget. Rae merasakan sesuatu yang lembut di pipi kanannya selama sedetik, lalu menghilang. Rae benar-benar seperti orang idiot. Gadis itu memeluk dan menciumnya dan dia hanya terpaku. Dan ketika Rae tersadar, Riana bahkan sudah tidak ada di hadapannya.

'Shit! Gadis itu. Harusnya aku langsung memakannya tadi.' Batin Rae yang kemudian menyunggingkan senyum kecil di sudut bibirnya. "Manis."

***
Keesokan paginya.

Raehan sedang asik dengan latihan paginya ketika Riana masuk dan mengganggunya dengan memberikan teh madu. Yang mengganggu adalah senyum Riana yang sangat terlihat jelas dia sedang ingin merajuk untuk suatu hal dan yang lebih mengganggu Raehan adalah, Riana bersikap biasa saja melihat penampilan Raehan yang ia yakini sangat menggiurkan bagi para wanita. Riana hanya memeluk nampan yang dibawanya dan masih dengan senyum modusnya itu.

"Tidak usah basa-basi. Kau mau apa? Jangan membuatku muntah melihat senyum pura-puramu itu." Ucap Rae setelah meneguk habis teh madunya. Itu segar sekali.

Riana langsung mencebik ketika Raehan mengatakan senyumnya hanyalah senyum pura-pura. Gadis itu sangat menggemaskan. Mau bagaimana lagi dia masih delapan belas tahun. Astaga Raehan! Delapan belas tahun???

"Sekarang kan hari sabtu. Kalau kau tidak ada kencan atau apa, bisakah kita ke Tashimalaya? Sedang ada 70 % sale. Bagaimana?" Tanya Riana lebih seperti kucing yang sedang merengek pada tuannya.

"Aku-tidak-tertarik-nona. Dan aku tidak suka keramaian." Ucapnya sambil melempar handuk basahnya ke wajah Riana. Anehnya, Riana tidak merasa jijik sama sekali.

Riana mencebik sekali lagi. Seharusnya dia tahu itu. Mana mungkin Raehan mau menemaninya. Padahal, kalau ada Raehan, Riana bisa membeli banyak barang, tanpa takut kerepotan naik angkutan umum ataupun taksi yang mahal.

Tapi anehnya, ketika Riana sudah sampai di lobby, Raehan sudah ada di sana. Seorang supir membukakan pintu untuk Riana dan Riana hanya bisa tersenyum membayangkan barang-barang yang akan dibelinya.

"Tashimalaya... here we come..." teriak Riana yang diabaikan Raehan yang hanya fokus dengan gadgetnya.

'Dasar norak!'

WITH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang