FINE

2K 182 1
                                    

Wiyoto sedang berada di kamar putrinya. Memandang foto lama putrinya ketika dia masih berusia lima tahun. Waktu berjalan begitu cepat, hingga tak terasa kini dia sudah mulai dipusingkan dengan masa depan putrinya. Putri yang sangat dicintainya.

"Papa!" Sapa Riana ketika dia menemukan ayahnya tengah duduk di sisi ranjangnya sembari memegang figura yang tadi tertata di atas nakas kamar Riana.

Wiyoto bisa melihat mata sembab putrinya. Seandainya dia bisa menjadi ayah yang lebih baik, maka putrinya tidak perlu berada dalam dillema seperti ini.

"Kemari nak. Duduk di samping papa!" Pinta Wiyoto dengan mata suara yang berat. Susah payah mencegah air matanya turun ke wajahnya yang sudah kerutan lipatan di beberapa sisi.

Riana menurut dan langsung duduk di samping ayahnya. Sang ayah langsung meraup tubuh mungil gadisnya itu, membiarkan putri manjanya menguraikan air matanya lagi.

"Maafkan Riana pa! Maafkan Riana! Tapi Riana tidak bisa menikah dengan Raehan. Riana malu pa, dan Riana merasa jahat karena harus menikahinya karena harta." Isak Riana pilu, menyayat hati Wiyoto. Membuatnya lebih merasa bersalah. Ada yang dia sadari, sepertinya Riana punya perasaan pada Raehan, tapi dia belum menyadarinya. Gara-gara ketidak becusannya, putrinya sekarang menderita.

"Tidak sayang. Papa yang harusnya minta maaf padamu. Kamu menanggung semua ketidak becusan papa. Papa bersalah padamu."

Riana menggelengkan kepala di dada ayahnya. Bukan begitu. Dia tidak bermaksud membuat ayahnya merasa menjadi ayah yang tidak becus. Ini bukan kesalahan siapa-siapa. Ini hanya guratan takdir semata dan Riana harus ikhlas menjalaninya.

"Papa tidak masalah jika harus hidup miskin karena dulu papa memang orang miskin. Tapi papa tidak akan biarkan putri papa tidak bahagia. Papa akan menemui pak Arya dan membatalkan semua rencananya."

Riana hanya mengangguk. Itulah yang diinginkan. Dan itulah yang terbaik.

***

DK TOWER

Ruang Komisaris

"Apa?" Tanya Tuan Arya Adibrata tak percaya dengan apa yang disampaikan oleh calon besannya itu.

"Seperti yang anda dengar Pak Arya. Dengan segala hormat, tolong batalkan pertunangan anak-anak kita. Saya akan memindahkan perusahaan atas nama anda dan ini."

Tuan Adibrata melihat kartu plastik berwarna biru metalik yang kini tergeletak di atas meja kerjanya.

"Terima kasih atas bantuan anda selama ini. Jangan khawatir, putri saya tidak pernah menyentuh semua uang kiriman anda selama tiga tahun ini. Atas nama Riana dan keluarga, saya mohon maaf."

Tuan Adibrata melihat Wiyoto yang masih menundukkan badannya. Ayah dan putri sama-sama keras kepala. Apa mereka pikir Tuan Adibrata akan menyerah begitu saja? Sekarang dia semakin yakin kalau Riana adalah calon yang tepat untuk Raehan.

"Apa kau sungguh mempertaruhkan ratusan karyawan dan keluarganya hanya karena pertengkaran anak muda? Cucuku mencintai putrimu, dia bahkan sudah membuat sebuah perusahaan hanya agar kau melihatnya layak untuk putrimu, bukan karena dia cucuku."

"Aku selalu menanamkan harga diri pada putriku. Dia selalu bangga akan dirinya, dia tidak pernah berkecil hati. Tapi ketika dia mengatakan dia malu pada Raehan karena harus menikahinya karena materi, dia begitu terluka, dia bahkan tak henti-hentinya menangis. Aku merasa berdosa padanya, karena aku yakin dia juga memiliki perasaan pada nak Raehan, tapi karena aku, dia bahkan tidak berani mencoba kebahagiannya." Air mata ayah itu membuat Tuan Adibrata terharu dan geram di saat yang bersamaan. Jika mereka memang sama-sama memiliki perasaan, lantas kenapa mereka harus mengakhiri segala. Bahkan ketika mereka belum memulainya.

"Jadi semua karena gengsi! Apa bantuanku begitu melukai harga diri keluarga Wiyoto yang penuh harga diri itu? Aku memang memberi kalian bantuan materi, tapi apa kau lupa? Putrimu memberiku kesempatan hidup kedua. Dia menyelamatkan nyawa si Tua ini. Jadi apakah aku salah ingin memberikan terbaik dari yang aku punya? Satu-satunya garis terakhir keturunanku? Hartaku yang paling berharga?"

Wiyoto merasa serba salah. Tapi dia tidak bisa memaksa putrinya.

"Saya minta maaf. Semua saya serahkan pada Riana. Saya tidak akan memaksakan sesuatu yang tidak diinginkannya. Saya benar-benar minta maaf."

"Kalau begitu, berikan mereka waktu. Aku mungkin tua, tapi aku selalu yakin jika aku menginginkan sesuatu."

Wiyoto tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia pamit dan terkejut ketika melihat Raehan dan Sis sudah ada di belakangnya. Mendengar semua curatan si ayah itu.

Wiyoto memegang bahu Raehan dan meremasnya. "Semoga beruntung nak!"

Dan Raehan merasa seperti mendapat energi yang besarnya tak terhingga. Dia mendengarnya sendiri. Riana mungkin memiliki perasaan yang sama sepertinya. Gadis bodoh itu hanya merasa harga dirinya terluka. Demi Tuhan! Riana bukan gadis materialistis. Dia yang paling tahu hal itu.

***

Riana baru keluar dari kampus. Dia baru saja menemui dosen pembimbingnya untuk konsultasi skripsinya ketika dia melihat Sis sudah menunggunya di depan lobby kampus.

"Om!"

Sis tersenyum. Riana mendengarkan alasan yang membuat tangan kanan Raehan sampai menemuinya di kampus.

"Om tahu, om tidak berhak mencampuri kehidupanmu atau keputusanmu. Tidak masalah jika kau tidak mau menerima perjodohan kalian, tapi kali ini bantu om. Raehan sudah mengurung diri selama tiga hari di villa. Om takut sesuatu terjadi padanya. Om mohon Riana. Om mohon."

Riana mungkin orang yang memiliki harga diri yang tinggi tapi dia bukanlah orangnya yang kejam, maka di sinilah ia sekarang, di depan pintu jati besar. Tempat dimana mungkin Raehan berada.

"Lantai atas sebelah kanan. Itu kamar yang biasa Raehan pakai dan tolong bawa ini. Dia datang ketika villa ini belum dibersihkan. Om takut asma dia kambuh." Ucap Sis sambil memberikan kotak P3K yang membuat Riana cemas. Semoga Raehan tidak seperti yang ditakutkan oleh asistennya itu.

Dan harapan Riana sirna ketika dia mendapati seorang pria yang tengah meringkuk di lantai dengan keringat dingin yang membasahinya, nafasnya memburu dan pria itu terus meremas bagian perutnya.

"Ya Tuhan! RAEHAAN!! Are u okay? Hey.. lihat aku? Apa yang sakit? Apa perutmu sakit... Apa kau sesak???"

"PERGI!! AKU TIDAK BUTUH DIKASIHANI! PERGI!" Teriak Raehan dengan sisa tenaga yang ia punya. Perutnya begitu perih dan sungguh nafasnya sesak. Dia hanya mengurung diri selama tiga hari ini, tadinya dia membawa sebotol air ukuran 2 liter karena dia yakin tidak ada air minum di villanya, tapi hanya itu, hanya itu yang ia konsumsi selama tiga hari ini. Minumpun telah habis dari kemarin. Dia benar-benar seperti akan mati rasanya.

"Ayo kita ke rumah sakit sekarang! Biar aaarrggh.." Riana terjengkang karena Raehan mendorongnya begitu keras. Tapi Riana tidak menyerah. Raehan semakin sesak, Riana bisa melihat hal itu dengan jelas.

"Hentikan Raehan! Jangan membuatku kesal! Kau ingin menikah kan? FINE. WE'LL MARRY. WE'LL MARRY. Okay? Sekarang biarkan aku membawamu ke rumah sakit dulu, baru setelah itu kita menikah."

Dan Raehan hanya menatap Riana dengan nafasnya yang mulai patah-patah. Tak butuh lama sebelum semuanya menjadi gelap.



*Nebus late up kemarin. Double up today 😅😅😅😅😅. Sesak aku bang Rae denger kamu jadi married... 😂😂😂😂😂😂

WITH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang