TRUTH

2.1K 174 1
                                    

Riana membuka matanya. Mengerjapkannya beberapa kali dan ketika dia teringat apa yang terjadi, dadanya sesak seketika dan bulir air matanya berlarian dengan cepat. Riana menarik infus yang menusuknya dan berhambur keluar. Mencoba tetap menjaga keseimbangannya yang masih goyah.

"Saya benar-benar minta maaf om. Semua adalah kesalahan saya." Sesal Andra dengan pandangan tertunduk dengan air mata yang jatuh ke lantai. Pria di hadapan Andra hanya memeluk kepalanya untuk memberikan kekuatan.

"Bagaimana dengan kak Laras? Apa- dia baik-baik saja?" Tanya Riana dengan suara yang tercekat. Kakaknya, kakak yang begitu ia cintai, dia melihatnya dengan kepala matanya sendiri tat kala kakaknya terpental karena hempasan kontainer gila saat menyelamatkannya. Harusnya dia yang mati, dialah yang bersedia menggantikan posisi kakaknya. Tapi rupanya Kirana mendorongnya balik hingga Riana terjengkang ke dalam pelukan Andra yang sama terkejutnya dengan Riana. Dan setelah itu, Riana hanya melihat kegelapan karena dia pingsan seketika.

"Ya Tuhan Riana! Kau sudah bangun. Syukurlah nak. Syukurlah." Ucap Tuan Wiyoto yang melihat putrinya siuman dan langsung memeluknya. Pria baya itu mulai khawatir karena Riana sudah pingsan lebih dari 5 jam lamanya.

"Bagaimana keadaan kak Laras pa?" Tanya Riana membebaskan tubuhnya pelukan sang ayah.

"Dia masih di ruang operasi. Tapi dokter bilang, kemungkinannya kecil, jadi.. kita pasrahkan saja semua pada Tuhan. Semoga kakakmu diberi kekuatan."

Air mata Riana berjatuhan lagi. Semua adalah kesalahannya. Salahnya.

"Jangan menyalahkan dirimu sendiri nak. Ini adalah takdir Tuhan. Pergilah temui suamimu dan jelaskan yang sebenarnya padanya."

Mata Riana langsung terbelalak ketika mendengar kalau suaminya telah siuman. Dia benar-benar istri yang durhaka. Dia bahkan belum melihat suaminya itu sama sekali.

Dengan hati yang masih kacau balau, Riana membuka pintu kamar Raehan yang masih ia ingat tempatnya. Didorongnya kenop pintu putih itu perlahan dan di sanalah dia, pria tampannya dengan perban di kepala. Sepertinya pria itu sedang menonton TV atau pura-pura menonton TV. Yang jelas, begitu ia menyadari kehadiran Riana, dia hanya menoleh sekilas, lalu kembali dengan kesibukannya. Menonton TV atau hanya pura-pura menontonnya.

Sis yang sadar diri bangkit dari tempatnya. Semoga emosi Raehan tidak membuat keadaan mereka tambah parah. Dia sudah sangat pusing dengan hubungan muda-mudi itu. Karena ketika Raehan bad mood, maka semua orang akan kena sasaran pelampiasannya. Bahkan sudah beberapa karyawan dipecat sebulan belakangan ini.

"Om mohon, bicaralah baik-baik. Om harus ke kantor kepolisian untuk memeriksa sesuatu. Tuan dan Nyonya Nindya baru akan tiba besok pagi. Mereka terjebak badai salju, jadi semua penerbangan di cancel." Ucap Sis tanpa memberi tahu kalau Tuan Arya dan Nindya sedang berada di State untuk peresmian perusahaan baru DK Group.

"Om pulang dan beristirahatlah. Aku yang akan mengurusnya sekarang."

"Hmm. Om benar-benar membutuhkannya. Terima kasih."

Riana hanya memaksa dirinya tersenyum dan terpaku di tempatnya. Setelah pintu ditutup barulah dia mendekati Raehan yang masih sibuk dengan remotenya. Fix. Dia hanya pura-pura menonton TV, karena yang ia lakukan hanya menggonta-ganti channel TV kabel di kamar rawat inap VVIP itu.

Riana melihat perban di kepala Raehan. Entah bagaimana jadinya Riana jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya itu. Riana memang bodoh. Dia terlalu gengsi untuk mengakui perasaannya, dia bahkan bersandiwara hanya agar Raehan membuktikan betapa besar cintanya pada Riana. Sedang Riana, dia bahkan tidak melakukan apapun untuk membuktikan rasa cintanya yang sejak kapan telah tumbuh dan semakin tumbuh.

Bulir-bulir beruraian kembali. Membuat Riana bergetar. Carut marut pikirannya tentang kebencian kakaknya, rasa bersalahnya karena mungkin dia yang membuat kakaknya kecelakaan dan sandiwaranya dengan Andra yang membuat Raehan sampai seperti ini. Seandainya Raehan tidak pergi, seandainya Riana tidak terlalu gengsi, mungkin sebulan ini tidak akan sia-sia.

"Kenapa? Apa kau menyesal karena telah selingkuh? Atau kau menyesal karena komaku tidak bertahun-tahun seperti drama-drama korea yang kau tonton?" Tanya Raehan ketus. Dia tidak tahu harus mulai dari mana, dan mulut jahatnya asal mengeluarkan kata-kata. Sungguh, dia ingin mengutuk dirinya sendiri karena kata-kata pedasnya itu. Bukankah dia kembali untuk memulihkan hubungan mereka. Jangan-jangan, Riana malah kabur karena sikap dinginnya itu.

Sebenarnya Raehan kesal. Dia masih berharap Riana adalah orang yang pertama ia lihat ketika dia membuka matanya. Nyatanya, hanya ada si Tua Sis. Dan bahkan setelah berjam-jam lamanya, Riana belum muncul juga.

Riana yang sudah tidak bisa menahan diri langsung menghambur ke pelukan Raehan, memeluk suaminya begitu erat seakan-akan dia takut suaminya itu akan pergi. Raehan yang terkejut dengan sikap Riana masih terdiam, dan berusaha mengatur irama jantungnya yang tak karuan. Kepalanya mungkin mengalami gegar otak, tapi yang di bawah baik-baik saja. Bahkan sangat prima. Remote sudah terlempar ke lantai, dan Raehan tak memperdulikan balok kecil yang menjadi pelampiasan kebosanannya sedari tadi itu.

"Kumohon jangan menolakku. Aku tidak sanggup lagi menghadapi ini semua. Lakukan apapun yang kamu. Ambil semua milikmu, tapi jangan menolakku sekarang. Aku membutuhkanmu lebih dari aku membutuhkan diriku saat ini. Jangan menolakku. Peluk aku. Aku benar-benar lelah dengan semuanya. Peluk aku Rae. Peluk aku. Aku takut. Aku sangat takut." Isak Riana membuat Raehan bertambah bingung. Sebenarnya apa yang terjadi pada istrinya. Kenapa dia kelihatan begitu kalut?

Lelah?

Takut?

Akan apa?

Ya Tuhan! Mungkin benar kata Don Juan. Ada sesuatu yang Raehan lewati dan dia harus menyelidikinya. Tapi sekarang dia harus menenangkan Riana dulu. Demi apapun juga, tubuh Riana bergetar hebat dan matanya mulai bengkak karena terus menangis.

"Lihat aku!" Perintah Raehan dengan mengangkat dagu istrinya. Wajah Riana merah padam. Raehan menggeram dalam hati. Apa mereka harus melakukan malam pertama mereka di rumah sakit?

"Kau yang datang padaku dan menyerahkan dirimu. Jadi setelah ini, setiap inchi dari tubuh dan jiwamu adalah milikku. Kau mengerti?"

Riana hanya mengangguk dan merangsek ke pelukan Raehan kembali. Memeluk tubuh bidang itu begitu erat dan lebih erat lagi. Raehan jadi salah tingkah. Dia memperbaiki posisi mereka agar sama-sama berbaring. Ditariknya Riana yang masih membasahi Raehan dengan air mata lebih ke dalam dekapannya.

"Apa kau ingin cerita sesuatu?" Tanya Raehan setelah mereka sama-sama nyaman. Bagaimana tidak, jika istri yang begitu rindukan bergelung di dadanya sambil memeluknya dan Raehan dengan posesif memeluk pinggang ramping bidadarinya itu.

Riana menggeleng dan Raehan hanya bisa pasrah. Diusapnya sayang rambut Riana yang berantakan dan dikecup lembut puncak kepalanya.

"Istirahatlah. Besok baru kita bicara."

Perlahan tapi pasti. Tangisan Riana mereda dan nafasnya semakin teratur. Setelah lama akhirnya Riana dan Raehan bisa tidur nyenyak. Kenyamanan dan kehangatan yang mereka berikan satu sama lain adalah hal terbaik yang mereka miliki saat ini. Lupakan sejenak semua masalah. Lupakan si Medusa Latisha. Lupakan Kirana dan Andra. Lupakan jika mereka bahkan belum melakukan penyatuan pertama mereka. Malam semakin kelam dan dua insan itu masuk ke alam mimpi bersama-sama. Menghapus kerinduan di antara keduanya. Dan semoga, ketika mentari bersinar esok hari, mereka akan sama-sama dewasa untuk menyelesaikan segala masalah yang menimpa mereka.

'Hanya denganmu kurasakan kedamaian Riana... hanya denganmu.'

'Hanya denganmu aku merasakan cinta yang baru, yang tidak akan rela kubagi dengan siapapun juga. Hanya dengamu Rae.'






*Almost final 😊

*Kirana Larasati. Awalnya aku mau panggilan dia Laras, tapi aku malah lupa mulu jadi ketik Kirana. Abaikan saja! Aku juga enek ma tuh karakter. Sirik aja lihat orang bahagia. Sedih aja maunya ngajak-ngajak. Cih! Siapasih yang ciptain tuh karakter 😂😂😂😂😂😂😂

WITH LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang