6 - SOULMATE

4.5K 243 110
                                    

Malam baru saja menampakkan dirinya ketika aku keluar dari kostan dengan perasaan sedih bercampur rasa takut yang masih tak bisa aku pahami. Kini aku sedang menuju apartemen Mbak Lea karena Mbak Clarissa yang mengatur pertemuan di sana.

Kalau saja aku bisa meminta pengertian lagi dari Mbak Clarissa, mungkin aku akan meminta hari lain untuk bertemu Mbak Lea. Bagaimana pun, pikiranku sedang tidak baik malam ini. Keinginan besar untuk mengupayakan hubunganku dengan Mbak Lea untuk kembali baik masih menggebu, sementara masalahku dengan Boy yang tiba-tiba datang itu juga akhirnya sedikit menyita keinginanku untuk meneruskan langkah menuju kediaman Mbak Lea.

Seperti yang aku bilang, ada rasa sedih dan juga takut yang datang begitu saja hari ini. Keduanya adalah tentang Boy. Ya, aku menjadi seperti pecundang yang terlalu lemah untuk menghadapi situasi ini. Aku juga seperti bunga yang takut layu ketika air tak lagi mengalir ke akar kehidupan baruku. Pada akhirnya emosi selalu datang mendominasi seakan menyalahkan semua yang ada akibat sikap senitifku yang selalu lebih besar dari pada sebuah ketegaran.

Sekian lama aku bergelut dengan imajinasi untuk bisa memiliki kekasih seorang pria sejati seperti Boy. Hingga Tuhan meniupkan kasih asmaranya sampai akhirnya Boy juga menyukaiku. Selama ini aku hanya melihat di cerita dongeng bagaimana dua orang yang sudah lama saling mencintai akhirnya bisa bersatu setelah melewati berbagai rintangan. Dongeng itu menjadi nyata ketika aku bersamanya sekarang. Tapi entah mengapa hubungan yang baru saja dirajut belum sampai satu bulan itu harus mendapat cobaan. Apa belum kurang cobaan yang menimpa kami selama ini?

Aku tahu ini bukanlah sebuah perpisahan, tapi sebuah hubungan jarak jauh. Bahkan aku juga sadar jika semuanya belum diputuskan. Tetapi rasa takut untuk kembali jauh darinya tak bisa terelakkan. Boy tak pernah memberitahuku jika kepergiannya seminggu yang lalu itu untuk sebuah keputusan besar. Aku memang tak bisa mencegahnya karena ini juga untuk kebaikan hidup dia. Hanya saja aku ingin selalu berada di sampingnya. Dia lah yang kini bisa menerima segala sifat dan kehidupanku. Hanya Boy yang mengerti bagaimana berada pada kondisi yang tersudut di saat orang-orang terdekatku satu persatu pergi hanya gara-gara aku mengecewakan mereka sementara mereka tak pernah mau merasakan seperti apa rasanya berada di posisiku.

Malam ini sejujurnya aku butuh tempat untuk bisa mengontrol emosiku. Mendinginkan kepalaku dan belajar bersikap dewasa dengan semua yang akan aku lakukan ke depannya dalam menghadapi Boy sebelum dia benar-benar pergi. Biasanya, Mbak Lea atau Alvin selalu menjadi tempat aku mengeluarkan semua isi kepalaku yang runyam. Kini keduanya pergi. Meski tujuanku sekarang untuk menemui Mbak Lea, tapi bukan itu alasannku ke sana sekarang. Bisa jadi Mbak Lea malah makin menjauhiku. Tapi seperti kata Mbak Clarissa sebelumnya, aku harus memanfaatkan pertemuan ini dengan sebaik mungkin.

"Mas sudah sampai. Di sini kan?" tanya driver ojek membuyarkanku.

"oh maaf Pak, iya di sini" aku segera turun lalu membayar ojek itu setelah kuberikan helm yang kukenakan padanya.

Segera kurogoh ponselku untuk mengabari Mbak Clarissa sekaligus bertanya keberadannya sekarang "Mbak gua udah sampai. Mbak masih di mana?"

Chat itu terkirim. Namun belum juga ada jawaban dari Mbak Clarissa. Maka dengan gugup, kulangkahkan kakiku memasuki sebuah apartemen di hadapanku.

Tak membutuhkan waktu lama hingga akhirnya aku sampai di sebuah lantai tempat Mbak Lea tinggal.

Aku memejamkan mata dan berdoa semoga semuanya berjalan dengan baik. Kini tempat yang aku tuju sudah di depan mata. Aku sempat ragu apakah aku harus masuk terlebih dahulu atau menunggu Mbak Clarissa. Tetapi belum ada juga jawaban yang Mbak Clarissa berikan. Apa mungkin dia sudah berada di dalam dan sedang ngobrol dengan Mbak Lea sehingga tidak menyadari jika aku mengirimkan pesan padanya?

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang