19 - COMING OUT

2.9K 210 70
                                    


Adakah yang lebih panas dari Jakarta di siang hari seperti ini?

Maksudku, selain panas Jakarta ini gerah sekali. Apalagi di lantai atas. Kalau pendingin ruangan gak di nyalakan, entahlah aku bisa tahan atau tidak. Semoga saja, udara panas ini gak berdampak pada kehidupanku. Artinya jangan sampai terjadi apa-apa yang menyulut emosi. Aku sedang menginginkan ketentraman dan kedamaian selama libur ini.

Tetapi disaat udara di luar sana panas menyengat, aku cukup bisa bersenang hati. Bagaimana tidak, pekerjaanku di hari libur Sabtu ini sudah ada yang mengerjakan.

Bukan. Bukan Boy. Boy ada di sampingku sekarang. Yang beres-beres sedari pagi itu adalah Denis. Tapi dia gak sedang jadi pekerja. Dia hanya sukarela mengerjakan pekerjaan rumah tanpa aku suruh.

Jadi, semalam Denis menginap di sini. Setelah aku pulang kerja, aku mengajaknya bertemu dengan Pras untuk membicarakan pekerjaan buat dia sebagai asisten rumah tangganya.

Berhubung temanku sedang tidak membutuhkan karyawan baru, maka tadi malam aku mempertemukan Denis dengan Pras dengan harapan Pras bisa nerima Denis.

Pembicaraan kami bertiga berlangsung cukup lama. Yang pada intinya seperti dugaanku jika Pras tidak membutuhkan asisten rumah tangga sekalipun Boy siap membayar gaji bulanan Denis.

Maka dari itu aku dan Boy coba mencari cara lain agar Denis bisa tetap mendapatkan pekerjaan. Namun tiba-tiba saja Denis meminta agar untuk bulan ini aku dan Boy tidak perlu mencarikannya pekerjaan dulu. Menurut Denis percuma juga ia harus mendapat kerjaan di bulan ini karena ia pasti akan sering bolos. Minggu depan saja, Denis harus pergi ke Medan untuk mengurus magang nya bulan depan karena diperkirakan ia akan ditempatkan di kantor cabang di sana bukan di Jakarta.

Aku dan Boy juga tidak punya hak buat melarang dia. Toh, Mbak Lea saja mengizinkannya untuk magang di sana. Kalau urusan pekerjaannya itu, paling tidak aku dan Boy sudah berusaha membantunya. Kalau pun Denis tidak bisa bulan ini dan bulan depan, ya semoga saja di bulan berikutnya bisa ada pekerjaan buat dia.

Dalam beberapa hari ini, meski aku gak tinggal bareng Denis, tapi aku cukup memperhatikan perilaku hidup dia di tengah kesibukan bekerja. Bagaimana pun, seperti yang pernah Boy bilang, aku jadi tergerak untuk bisa bertanggungjawab dalam memberikan bimbingan pada Denis. Dan semua itu dimulai dari hal-hal kecil. Memberikan perhatian dan menerimanya sebagai orang baik. Lagian, capek juga aku harus terus menerus berburuk sangka padanya. Ya meski waspada itu tetap aku lakukan.

Menuju makan siang, Denis sudah sibuk memasak. Kata dia hari ini Boy dan aku gak perlu mengerjakan apapun, ia hanya ingin melayani kami sebelum pamit pulang setelah makan siang nanti. Entah apa menu makan siang yang sedang Denis masak, aku hanya menunggunya di depan TV bersama Boy yang gak malu untuk menunjukkan sikap manja dan mesranya padaku di hadapan Denis. Bahkan Boy tidak segan untuk mencium bibirku dari sejak semalam walau Denis ada di samping kami menonton TV.

Aku? Mungkin karena belum terbiasa mengumbar kemesraan di depan orang lain jadinya agak canggung. Tapi di satu sisi entah kenapa aku merasa ingin sekali meladeni sikap intim yang Boy berikan padaku itu di depan Denis. Terlepas Denis bakal senang atau tidak melihatnya, aku malah sesekali berharap jika dia cemburu. Tapi cemburu atas dasar apa juga ya? Toh aku percaya kalau Denis tidak punya rasa apapun pada Boy. Kalau ia cemburu melihat kebersamaan aku dan Boy. Itu yang memang akal jahatku inginkan. Ha ha ha.

Setengah jam kemudian, Denis memanggil aku dan Boy agar segera ke meja makan. Ditunjukkannya beberapa piring masakan yang sudah tersaji cantik di atas meja. Ada udang yang dibumbui merah, ada ayam yang sepertinya dimasak bumbu mentega, ada tumis brokoli dan juga sambal bawang lengkap dengan lalapannya berupa mentimun dan kacang panjang. Semua yang ia masak hari ini adalah bahan-bahan yang tersedia di dalam kulkas. Aku berkali-kali melirik ke arahnya. Rupanya dia pintar juga urusan masak memasak meski aku belum tahu juga rasanya seperti apa. Tetapi kalau dari gambaran kehidupannya yang memang sudah sejak kecil tinggal berdua bareng ayahnya, gak salah kalau dia punya bekal hidup mandiri yang pasti membuatnya bisa mengerjakan banyak pekerjaan rumah.

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang