"Sebuah hubungan jarak jauh itu memang banyak ujiannya. Tapi jauh bukan berarti bebas bertingkah. Jauh adalah guru untuk membuat sebuah hubungan menjadi semakin erat. Semakin meyayangi satu sama lain." ~ Pras=======================
"ya...ya ya ya, oke"
"..."
"Iya diusahain siang, tapi kalau belum siuman juga, saya masuk malem ya Mbak"
"..."
"sip. Makasih Mbak"
"..."
Suara itu perlahan memaksaku mebuka mata. Ada seseorang berdiri di sana membelakangiku sedang asik berbincang di telepon entah dengan siapa.
Aku lalu tersadar, jika saat ini sedang terbaring. Jelas bukan di rumah, karena selang oksigen yang masuk ke hidungku sudah menandakan jika aku berada di sebuah bangsal rumah sakit. Aku baru ingat kalau sebelumnya aku merasakan dadaku yang luar biasa sakit hingga penglihatananku secara perlahan-lahan kabur dan aku tak tahu apa-apa lagi setelah itu. Tetapi, siapa yang membawaku ke sini?
Kuperhatikan kembali sosok di sampingku dengan lebih teliti. Jika dari pakaian yang ia kenakan dan potongan rambutnya, sepertinya aku mengenal dia. Ya. Aku pasti gak salah orang. Maka ketika dia mengakhiri percakapannya itu, aku langsung menyapanya dengan sedikit ragu.
"Pras... "Ia menoleh.
Benar saja. Pras lah yang kini ada di sampingku. Itu artinya dia pula lah yang membawaku ke rumah sakit. Berarti aku berhasil membuatnya kembali ke apartemen pas aku telepon.
"Eh, lo udah siuman ternyata. Bentar gue panggilkan suster"
Pras pun segera keluar. Suka aneh terkadang. Kenapa juga ia harus keluar untuk memanggil suter? Apa gunanya tombol darurat yang disediakan oleh rumah sakit kalau manggil suster saja harus meninggalkan ruangan pasien. Tapi ya sudahlah, urusan dia.
Beberapa menit setelah itu, suster datang dan langsung memeriksa kondisiku. Pras? Entah kenapa aku melihat kecemasan di wajahnya. Setelah suster pergi, lantas Pras duduk di samping tempat tidurku. Tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. Ia hanya diam dengan sesekali melirik ke arahku, lalu kembali memainkan ponselnya.
Oh, aku tahu sekarang. Pras kan sedang marah padaku. Iya aku mengerti. Dia marah gara-gara kecerobohanku mencium bibirnya. Tapi kenapa bukan wajah marah yang justru sekarang ia tunjukkan? Aku tidak mengerti sekarang. Maka kuputuskan untuk membuka percakapan dengannya terlebih dahulu.
"jam berapa sekarang? Kok lo belum berangkat ke kantor?"
Pras langsung melirikku saat aku bertanya.
Ia sempat diam beberapa detik sebelum menjawab."setengah sepuluh" jawabnya singkat tanpa memberikan alasan atas pertanyaanku yang kedua.
Aku jadi gak enak hati sama Pras. Gara-gara aku dia harus telat ke kantor.
Hemm...
Sepertinya pagi ini alam tidak terlalu berpihak padaku. Selain karena keberadaanku sekarang di rumah sakit, aku juga telah kembali menyebabkan Pras marah padaku. Belum lagi, aku haru mendapati kenyataan kalau Kak James tahu hubunganku dengan Boy. Ia juga bahkan secara halus menyuruhku meninggalkan Boy. Gara-gara dia aku berada di sini sekarang.Tuh kan, aku jadi teringat kembali percakapanku dengan Kak James di Skype tadi. Sebentar. Kakak? Enggak. Aku gak sudi memanggil orang jahat seperti dia dengan panggilan Kakak. Dia lebih pantas kupanggil si brengsek. Sama brengseknya dengan Alvin.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUST for LOVE (2)
Non-Fiction[LOVE or LUST: Season 2] - [COMPLETED] _____________ ✔ FOLLOW terlebih dahulu sebelum membaca karena akan ada beberapa chapter yang di private dan hanya terbaca jika sudah follow. ✔ LUST FOR LOVE adalah buku ke 2 sebagai lanjutan dari cerita LOVE or...