40 - KABAR PERTUNANGAN

2.9K 265 99
                                    

Sudah tiga hari sejak kejutan ulang tahunku aku merasa kebahagian terus singgah dalam goresan-goresan kehidupanku yang begitu drama ini. Hari Senin ketika aku masuk kantor, aku juga mendapati kejutan dari timku. Meski gak separah seperti ketika Pras ulang tahun, tetapi aku tetap dikerjai oleh mereka. Bahkan Pras juga hadir karena Mbak Lea memintanya untuk datang meski ia sudah bukan lagi karyawan StarTV dan Pras sebetulnya sudah cukup memberi kejutan padaku pada hari Minggu.

Hari ini, rabu malam, jam tujuh lewat dua puluh menit aku baru saja tiba di apartemen. Gak ada live maupun taping program sehingga aku bisa pulang lebih cepat. Dengan segenap pertanyaan yang meracuni pikiranku, aku akhirnya jadi seperti orang linglung saat memasuki apartemen. Ya. Aku sedang memikirkan sesuatu. Boy langsung menyambutku seperti biasa. Namun rupanya, ia tengah asik sibuk sendiri di dapur. Katanya dia sedang membuatkan makan malam untuk kami berdua. Bahkan ia langsung menyuruhku untuk tunggu di balkon agar aku tidak melihat sesi masak-memasaknya. Berhubung aku juga sedang memikirkan sesuatu yang kumaksud itu, maka aku menurut saja. Bagaiamana pun, aku masih menduga-duga terkait apa yang aku lihat dalam perjalan pulang.

Sebenarnya aku bisa saja tiba lebih awal di apartemen, tetapi dalam perjalanan tadi aku menyaksikan pemandangan yang sedikit gak biasa yang pada akhirnya menarik hasratku untuk berhenti dan sempat diam di kawasan itu cukup lama.

Aku pun turun dari taksi. Lalu melihat sesosok orang mengenakan kardigan berwarna marun yang membalut kemeja putihnya itu yang cukup aku kenal sedang bersender ke mobilnya di depan sebuah café. Di sebelahnya, berdiri juga sesosok pria.
Yang membuatku jadi penasaran adalah karena mereka sama-sama aku kenal. Mereka sama-sama temanku. Lantas aku sempat mendekatinya dengan pura-pura masuk ke café itu dengan berusaha menutupi diriku dan berjalan di belakang mereka untuk sebisa mungkin gak mereka ketahui tentang keberadaanku.

Aku yakin jika aku pernah mengenal pria yang mengenakan kardigan marun itu. Kalau gak salah namanya adalah William. Ya. Aku rasa aku masih mengingat semua itu. Dia seorang gay ibu kota yang cukup punya nama. Aku mengenal dia saat menghadiri acara ulang tahun salah satu Disc Jockey (DJ) yang merupakan temannya Mas Galuh. Saat itu aku datang ke sana karena diajak oleh Mas Galuh dan Mbak Clarissa. Dan ternyata radar gay dia begitu kuat saat pertama kali melihatku di pesta itu. Ia bisa mengenali orientasiku seperti apa disaat aku yang sama sekali gak menyangka kalau dia adalah seorang gay. Obrolan pun terjadi cukup lama mengingat aku yang gak memiliki kenalan di tempat itu sementara Mas Galuh lebih asik bersama Mbak Clarissa dan teman-temannya yang lain. Bahkan dari dia pula lah aku mulai mengetahui kalau banyak sekali teman-teman Mas Galuh yang merupakan penyuka sesama jenis. Bukan itu saja, kebanyakan dari mereka yang ternyata merupakan "selebritas" beken di sosial media itu rupanya menjajalkan diri sebagai "kucing" metropolitan dengan memasang harga yang fantastis per sekali check in-nya. Gak salah kalau mereka begitu merawat penampilan mereka. William pun saat itu sempat menawariku untuk jadi bagian dari mereka. William bahkan mengimingiku kalau dalam semalam aku bisa meraup rupiah yang gak kalah banyak dari yang lainnya. Apalagi katanya tampangku sangat menjual meski tubuhku gak seatletis "kucing-kucing" itu mengingat aku yang mengalami penurunan berat badan cukup drastis paska sakit akibat pengeroyokan waktu itu. Tetapi aku tidak menerima tawarannya. Bagaimana pun benteng dalam diriku masih cukup kuat untuk mempertahankan diri agar tidak tergoda dengan uang yang menurutku gak halal itu.

Masalahnya balik lagi, kenapa William bisa bersama temanku itu? Gak mungkin kalau mereka hanya sebatas teman saja sementara sikap William agak sedikit mencurigakan pada temanku yang di sebelahnya. Ada sentuhan-sentuhan yang aku saksikan dari kejauhan melalui usapan rambut dan bahu yang Wiliam berikan. Bahkan saat aku melewati mereka tadi, William sempat berkata, "Tenang, Beib... kita bakalan aman..."

Apa maksud percakapan itu? Aku sadar kalau William berani berkata seperti itu selain karena dia open akan identitasnya ke semua orang alias gak peduli orang akan mengecam apa padanya, posisi mereka juga di pinggir jalan yang gak begitu banyak orang lewat. Kalau pun orang mendengar percakapan mereka mungkin juga gak akan peduli. Beda halnya denganku. Aku begitu ingin tahu karena aku mengenal mereka berdua. Dan aku gak bisa terima mendapatkan kenyataan kalau mereka ada hubungan lebih dari sekedar teman. Itu masalahnya.

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang