30 - LE COUP DE FOUDRE

2.5K 225 148
                                    


Sepanjang jalan pulang menuju apartemen, pikiranku hanya terpusat pada sebuah coretan dengan model grafiti di salah satu dinding di kolong jembatan dekat halte Kuningan.

LE COUP DE FOUDRE.
Seingatku dari pelajaran bahasa Perancis yang pernah Devina ajarkan sewaktu duduk di bangku SMA, tulisan itu artinya Cinta pada Pandangan Pertama.
Siapa yang telah berani menulis kalimat itu dikala hatiku sedang dipenuhi dilema seperti ini?

Cinta pada pandangan pertama memang sebuah kalimat romantis yang sangat klise dan sederhana. Tetapi maknanya begitu besar.

Di bawah malam Jakarta, aku berusaha mencari tahu, siapakah orang yang aku cintai sekarang?
Siapa cinta pandangan pertamaku?

Awalnya aku tidak percaya dengan cinta pandangan pertama. Tapi dia seperti pengecualian. Dia muncul di sudut mata seperti sesuatu yang wajar adanya, menyinari wajahku dikala malam tak menunjukkan satu bintang pun karena mendung, suara dinginnya seakan menyejukan sifatku yang terlalu sensitif bahkan terkadang mudah marah. Seluruh inderaku bereaksi secara waspada, dia bagaikan godaan yang tidak bisa kusangkal begitu saja.

Seolah alam sedang mengutukku dengan berjuta hal yang membingungkan. Bukannya memberi solusi agar aku bisa melupakannya, aku malah semakin mengingatnya.

Benar memang jika pepatah berkata, semakin kita melupakan maka kita akan semakin mengingatnya. Karena tanpa disadari, otak akan memberikan respon untuk memutar kembali setiap kenangan yang ingin kita lupakan bersamanya.

Tunggu dulu.
Bukan Boy yang sedang aku bicarakan. Bagaimana mungkin aku akan melupakan dia. Meski saat ini ada pihak yang sedang berusaha memisahkanku dengannya, bukan berarti aku harus melupakan kekasihku itu.

Pras.
Dialah orang yang sedang aku bicarakan. Itulah nama yang begitu merancuni pikiranku akhir-akhir ini.
Aku sadar, jika tindakanku ini gak benar. Bahkan mungkin akan banyak sekali orang di luar sana kalau mereka mengetahui kisah hidupku bersama Boy yang akan mengecam kekurang-ajaranku ini.

Memang. Kurang ajar. Ketika Boy dulu bermain panas di belakangku bersama Denis, aku dibuat emosi setengah mati. Dan aku tahu aku sudah egois. Aku juga manusia lemah yang tak bisa menahan nafsuku sekarang. Bedanya, aku tidak segamblang itu menyalurkan nafsu melaui perbuatan fisik. Aku lebih bisa menahannya. Apalagi nafsu yang aku tuju ini kepada seseorang yang cukup rentan untuk kusentuh.

Berkali-kali aku memejamkan mata sambil menarik napas panjang setiap kali bayangan Pras melintas di pikiranku. Apa yang salah denganku sekarang?
Aku pernah menyukainya dulu. Bahkan ia pun tahu itu. Tetapi kenapa rasa suka itu kembali muncul disaat asmara sedang menguji hubunganku dengan Boy? Bahkan rasa suka pada Pras kali ini lebih besar dari sebelumnya. Padahal Boy itu bisa dibilang orang paling sempurna di dunia. Rupanya kesempurnaan itu juga masih saja membuatku berpaling pada pria lain.

Aku tidak bisa terus bersembunyi di balik kebohongan pada diriku sendiri. Sejak pertama kali aku melihat Pras, mendengar bagaimana ia berbicara yang sangat seadanya, melihat sikapnya yang begitu dingin, aku bukan membencinya. Sebaliknya, aku justru menyukainya. Suka sejak pertama kali melihatnya.

Kalau berkaca dulu ketika pertama kali melihat Boy, aku langsung suka. Kemudian kelakuannya yang berkali-kali membuatku kesal justru semakin membuatku menyukainya juga. Bahkan ketika aku harus bertemu dengan Garin. Seorang gay asing pertama yang kutemui di daerah kostanku yang langsung mencuri perhatianku. Dia membuatku kesal karena sikap acuh dan tempramennya. Tetapi aku bahkan tidak bisa membencinya. Keduanya langsung aku sukai pada pandangan pertama aku melihat mereka.

Lalu, sebenarnya siapa yang aku cintai dengan tulus saat ini? Aku sangat mencintai Boy tetapi aku juga punya keinginan untuk menjadi milik Pras. Aku tidak mau serakah akan cinta.
Apa aku harus melihatnya dari sisi pandangan pertama?
Tapi siapa cinta pandangan pertamaku?

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang