Kabut hitam di atas langit Jakarta itu benar-benar telah menutup keindahan ibu kota dengan gedung-gedung tingginya. Hari ini panas begitu terik. Bagaimana bisa dikala panas seperti ini kabut terlihat begitu gelap. Jelas karena itu adalah kabut polusi bukan awan hitam pertanda akan hujan.
Memang, dari bawah penduduk Jakarta tidak akan melihatnya dengan jelas, tetapi ketika mereka berada di gedung yang tinggi, pasti mereka bisa melihat kabut polusi yang hitam itu.
Seperti aku. Sudah lima belas menit lamanya aku memandang jauh pada sekitaran Jakarta dari balik kaca kamarku di lantai 25 apartemen tempat aku tinggal sekarang.Hari ini aku libur dari kerjaan. Tak terasa sudah dua Minggu aku tinggal bersama boy di tempat ini. Itu artinya dua hari lagi tanggal satu. Dan Denis akan datang untuk tinggal di sini tentunya.
Ada sedikit kekhawatiran yang aku rasakan. Bagaimanapun perselingkuhan Boy dengannya masih saja membayangiku sampai sekarang. Padahal dalam dua Minggu ini aku dan Boy semakin memperbaiki hubungan kami. Tidak romantis memang. Karena aku sendiri bukan tipe orang yang romantis. Pun dengan Boy. Tapi kehidupan yang dirajut selama ini terasa begitu manis. Bangun pagi-pagi mendapatkan orang yang aku sayangi masih terlelap di sampingku, lalu sarapan bareng dan terkadang mandi pun bareng-bareng. Hingga aku pulang kerja dan kembali mendapatkan dia yang sudah menungguiku pulang. Makan malam bersama sampai kembali tidur bersama. Oghh... Rutinitas yang setiap hari seperti itu anehnya tidak membuatku bosan. Justru menurutku, inilah yang dinamakan romantis.
Entah dengan kedatangan Denis nuansa romantis seperti itu masih akan berlanjut atau tidak. Namanya ada orang lain, pasti tidak akan sebebas itu juga. Apalagi apartemen ini tidak begitu besar. Tetapi aku ini adalah seorang laki-laki. Tabiatnya seorang laki-laki itu tidak boleh menarik ucapannya kembali. Dan tanggung jawab adalah satu hal yang harus dipegang oleh seorang lelaki. Ya. Aku sudah menyetujui kehadiran Denis, maka aku juga tidak boleh serta-merta menolaknya kembali. Terlebih dihari yang sudah mepet seperti ini. Aku juga harus tanggungjawab atas keputusanku. Tapi paling tidak, aku sudah berusaha meyakinkan diriku sendiri untuk selalu percaya sama Boy. Kesepakatan yang sudah aku dan Boy ikrar kan sebelum tinggal di sini adalah saling jujur dan terbuka dalam hal apapun. Aku akan pegang itu. Seperti Boy yang juga berjanji akan memegang sumpah itu.
"Lagi apa sayang" Tiba-tiba saja Boy memelukku dari belakang ketika aku sedang memikirkannya.
"Boy... Kok aku gak dengar kamu pulang?" Aku meraba tangannya.
Sudah dua Minggu ini Boy kembali rajin pergi ke gereja. Sehingga pagi-pagi sekali ia sudah rapi dan berangkat dengan kitab di tangannya yang aku belikan dua Minggu yang lalu pula.
"Kamunya lagi melamun jadi gak akan dengar aku" bisik Boy. Lalu mengecup leherku.
"Mikirin apa sih? Siang-siang melamun" lanjutnya bertanya.
Aku melepaskan pelukannya. Lalu berbalik menatap Boy.
"Thinking about you" kuletakkan telunjukku di ujung hidungnya.
"Me?" Boy mengerutkan dahinya.
"Yup. Dua hari lagi tanggal 1. And Denis..."
"Beib... Why are you so worried about that? Kita udah pernah ngebahas ini berkali-kali. Trust me"
"Iyaa... Aku percaya kok sama kamu" kuletakkan kedua tanganku di pundaknya.
"Apa perlu kita pasang CCTV biar kamu bisa memantau keseharian aku?" Boy menatapku.
"Gak perlu. Udah ada CCTV kok" jawabku.
"Hah? Serius? Kamu pasang CCTV"
"Nope!" Aku tersenyum melihat Boy yang terlihat penasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUST for LOVE (2)
Non-Fiction[LOVE or LUST: Season 2] - [COMPLETED] _____________ ✔ FOLLOW terlebih dahulu sebelum membaca karena akan ada beberapa chapter yang di private dan hanya terbaca jika sudah follow. ✔ LUST FOR LOVE adalah buku ke 2 sebagai lanjutan dari cerita LOVE or...