Minggu siang, Jakarta seperti tak pernah kehabisan cerita. Manusia-manusia dengan segudang kisah hidupnya selalu saja menyuguhkan drama di atas hamparan Ibu Kota yang masih menjadi primadona bagi kebanyakan pengembara yang menggantungkan rezekinya di tanah penuh polusi ini.Seperti aku. Seperti teman-temanku. Paling tidak yang ada di apartemenku sekarang. Kami semua bukanlah orang Jakarta. Tetapi kami dipertemukan dalam satu kisah hidup yang semuanya tak bisa ternalar dengan hanya menggunakan akal saja. Selalu ada garis tangan Tuhan dalam setiap perjalanan hidup beserta cerita-cerita di dalamnya.
Terkadang, semuanya seperti tak nyata. Tetapi alam berkata bahwa semua ini memang benar adanya. Kami mengalaminya. Meski sedikit aneh, tapi apa mau dikata. Itulah kebenarannya.
Seperti dia.
Dengan secangkir kopi hitam panasnya, sikapnya tak henti mempertontonkan keakraban dengan orang yang ada di sebelahnya. Aku heran, kok ada orang yang hobi ngopi di siang panas seperti ini. Tapi dia meminta. Ya sudah aku turuti saja. Lebih membuatku heran lagi ketika melihat sikap dinginnya padaku selama ini. Ternyata ia bisa mudah sekali akrab dengan orang lain. Kenapa denganku baru sekarang ia menunjukkan sikap baiknya?Kegiatan makan-makan belum dimulai sejak kedatangannya lima belas menit yang lalu. Maklum, aku keburu terbawa rasa penasaran yang mendalam akan kedatangan sosok Pras dengan orang yang menurutnya berharga itu yang sekaligus aku kenal. Bagas.
Makin penasaran ketika aku bertanya kenapa mereka bisa saling kenal adalah keduanya sama-sama menunjuk ke arah Boy. Pada akhirnya, aku harus menahan kegiatan makan-makan itu terlebih dahulu. Dan belum apa-apa, Pras sudah meminta kopi panas. Aneh bukan?"Hemm... Harumnya langsung ngebuat gue ingat terus sama lo Gas" ujar Pras menatap Bagas setelah mengepulkan asap panas kopi itu ke hidungnya.
Aku hanya mengerutkan dahiku tak mengerti. Permainan apa yang sebenarnya sedang mereka lakukan? Bukannya menjawab pertanyaanku malah asik saling bercengkrama satu sama lain. Ini lagi, Boy. Malah ikut-ikutan nimbrung dan aku dikacangin.
"Well, soal kalian ini..."
"Sebentar, kopinya masih panas" Pras buru-buru memotong ucapanku seakan tak ingin dulu membahas apa yang ingin segera aku tahu itu.
"Apa hubungannya sama kopi? Sumpah loh, gua gak bakal mulai barbeque-annya kalo salah satu dari kalian gak ada yang jelasin juga kenapa lo bisa kenal dengan Bagas dan apa hubungannya sama Boy?" Tanyaku terus-menerus.
"Tenang sayang..." Boy yang duduk di sampingku langsung mengusap pundakku.
"Wait... Sayang?" Aku melirik ke arahnya.
"Ya iyalah.. kamu kan pacar aku..." Jawab Boy yakin.
"Tapi depan mereka?" Aku sedikit mengecilkan suaraku.
"Emangnya kenapa kalau depan gue Put? Ada yang salah? Kan gue udah tahu kalian pacaran. Bagas juga udah kenal lo sebagai seorang gay" timpa Pras.
Aku langsung menatap ke arahnya.
"Bukan gitu, maksud gua...""Semuanya memang berawal dari secangkir kopi" potong Pras.
Aku masih tidak mengerti. "Hem?"
"Suatu sore dimana Jakarta diserang dengan kemacetannya yang selalu luar biasa..." Pras mulai menyeruput kopi panas itu.
"Okey... Lalu?" Tanyaku ketika ia menghentikan ucapannya.
Pras kembali meletakkan kopi itu di atas meja. Lalu menatapku.
"..Boy mengajak gue ketemuan selepas pulang kerja. Sebuah coffee shop di daerah Benhil. Ternyata, dia gak hanya mengundang gue seorang, tapi Boy mengundang dia juga"
KAMU SEDANG MEMBACA
LUST for LOVE (2)
Non-Fiction[LOVE or LUST: Season 2] - [COMPLETED] _____________ ✔ FOLLOW terlebih dahulu sebelum membaca karena akan ada beberapa chapter yang di private dan hanya terbaca jika sudah follow. ✔ LUST FOR LOVE adalah buku ke 2 sebagai lanjutan dari cerita LOVE or...