2 - KAWAN ATAU LAWAN

5.1K 257 52
                                    

"YOUR BEST LIFE NOW". Sebuah buku dari Joel Osteen itu tergeletak begitu saja di meja Pras ketika aku hendak menuju mejaku. Meski buku itu berukuran kecil, tapi aku bisa melihatnya dengan jelas. Apalagi cover bukunya adalah foto pengarangnya sendiri. Masalahnya, Joel Osteen bukan hanya seorang penulis buku tapi dia motivator sekaligus pendeta dengan program televisinya yang begitu terkenal dan miliaran orang menyukainya. Termasuk aku. Aku memang tidak pernah mengikuti program televisinya, tapi aku salah satu penggemar buku-bukunya meski buku-buku itu berisi sentuhan-sentuhan rohani kristen.

Pertanyaannya adalah kenapa buku itu ada di meja Pras juga? Apakah dia juga suka membaca buku-bukunya Father Joel? Entahlah. Gak begitu masalah juga sebenarnya kalau dia suka buku itu karena isinya memang bagus. Tapi kalau dia sampai suka buku itu, kenapa juga dia harus menyukai buku yang sama denganku. Maksudku, kenapa dia harus menyukai buku dari salah satu pengarang kesukaanku.

Hari ini adalah hari kedua aku bekerja dengan Pras setelah kemarin perkenalan lalu merasakan kerja pertama kalinya bersama dia ketika live talkshow. Aku gak begitu banyak memperhatikan kinerja dia sebenarnya. karena disaat produksi, bidang kami pun sedikit berbeda. Sebagai PA aku lebih banyak berada di set. Memantau proses produksi dari awal hingga akhir, sementara Pras meskipun kami sama-sama memantau dan mengerjakan produksi tetapi dia lebih banyak di belakang layar. Aku sesekali melihatnya bekerja ketika aku harus melihat bagian Pras. Dia terlihat begitu fokus meski aku belum bisa merasakan kinerja dia yang dipuji-puji oleh Pak Julian kemarin. Tetapi disaat evaluasi setelah acara selesai, aku bisa mendengar cukup banyak sekali kritikan yang dia berikan. Banyak hal yang dia kritik terutama hal-hal kecil seperti salah satunya adalah masalah audio atau pengambilan gambar yang bocor. Dia sangat detail. Bahkan aku pikir lebih jeli dari pada aku. Aku suka cara kerjanya. Lebih suka lagi ketika dia juga tidak hanya mengkritik kerjaan orang lain, tetapi dia juga mengkritik kekurangan dirinya saat bekerja. Menjadi kurang suka ketika pada akhirnya Mbak Lea sebagai produser terus menerus memberikannya pujian. Aku sama sekali bukan iri atau cemburu dengan itu semua, tapi ada sisi dimana aku merasakan unsur kesengajaan yang Mbak Lea lakukan pada Pras di depanku sebagai bentuk sindiran.

Layar ponselku menunjukkan jam delapan lewat sepuluh menit. Tim yang satu shift denganku belum pada datang. Aku mengerti karena jam masuk adalah jam setengah sembilan. Sebentar, sepagi ini sudah ada buku tergeletak di meja Pras. Berarti dia sudah datang? bahkan mungkin saja dia sudah membaca buku. Aku berbalik badan kembali melihat ke arah meja Pras. Benar saja, ada jaket di kursinya. Tapi ke mana dia?

Aku segera meletakan tasku, lalu membuka jaket yang kukenakan dan menarunya di kursi.

"Bowo! Hey, Bowo!" sahutku pada salah satu creative dari divisi lain yang meja kerjanya persis di depan ruang divisi talkshow.

"eh iya Mas Putra?" Bowo menengok ke arahku.

"lo dari tadi di situ?" tanyaku sambil berjalan mendekati mejanya.

"iya. Kenapa emangnya?"

"berarti lo lihat Pras dong tadi? Dia ke mana ya?"

"Pras? Maksudnya Mas Prasetya Adithama?"

"ya iya siapa lagi"

Bowo nampak berpikir sejenak sebelum mantap dengan jawabannya.

"emm.. gak lihat tuh. Dia kan PA olahraga, sementara gue di sini. Gak mungkin lihat dia lah Mas"

"Eh bentar, lo tahu dia PA?" aku jadi semakin penasaran. Bahkan creative seperti Bowo pun tahu jika si Pras sebelumnya adalah seorang PA. Kenapa aku bisa gak tahu?

"ya tahu lah Mas Putra. Gue sama Mas Pras kan Milanisti, kita join grup Milanisti kantor gitu, jadi sering kumpul kalau ada nobar. Makanya gue kenal dia" jelasnya.

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang