22 - LEMBAYUNG (PART 2)

2.7K 252 91
                                    


"Minsan puso palaging sabilihin ang katohanan.
Ngunit,
kung sino ang maaaring iyong puso?"

***

Tunay Na Pag-Ibig,
Itu yang dikatakan Kai pertama kali ketika Boy kembali dari gereja siang tadi. Aku yakin tidak salah dengar. Meski aku belum yakin pengucapanku benar, tapi paling tidak Boy beberapa kali mengatakan itu juga padaku. Tunay Na Pag-ibig sebuah ungkapan berbahasa Filipina yang dalam bahasa Indonesia berarti cinta sejati. Tapi apa maksudnya Kai bilang seperti itu?

Boy juga tidak terlihat cukup penasaran ketika Kai mengatakan itu Padanya. Yang ada mereka sekarang sedang asik satu sama lain memainkan Pro Evolution Soccer di layar datar berukuran 42 inci itu.

Aku?
Terus menerus memperhatikan mereka berdua dari kitchen area. Beberapa menit yang lalu tiba-tiba saja Boy memintaku untuk membuatkan pasta ketika jam menunjukkan tepat pukul setengah empat sore. Jam-jam seperti ini memang jam tanggung. Perut pasti selalu merasa lapar. Sementara jam makan malam masih cukup lama. Orang tua Boy sudah pergi menghadiri undangan teman kantor ayahnya dari sejak jam setengah tiga sore ketika aku, Boy dan Kai pulang dari supermarket untuk berbelanja kebutuhan Mingguan.

Entah mengapa, ada begitu banyak rasa penasaran dalam diriku menunggu apa saja yang akan mereka berdua bicarakan. Terlebih, Kai selama ini yang aku tahu gak begitu dekat dengan Boy. Tapi sekarang, seolah ungkapan "tidak dekat" itu gak benar sama sekali. Yang ada mereka terlihat begitu akrab selayaknya adik dan kakak kebanyakan.

Dari sejak dia datang saja, Kai tidak begitu banyak bicara. Kenapa setelah dia melihat bungkusan kondom itu sikapnya berubah? Aku ini seperti yang selalu Mbak Lea juluki kalau Putra itu adalah si pembaca komunikasi non verbal. Jelas aku bisa melihat ada yang aneh dari sikap Kai pada Boy sekarang.

"Put... Udah belum? Lama banget sih lo bikin pasta instan doang.." sahut Boy menatap ke arahku.

"Iya sabar... ini dikit lagi matang. Lagi nunggu sausnya. Gue barusan tambahin lagi tomat sama paprika plus Bombay segar biar lebih mantap" jawabku tersenyum padanya.

"Okey..." Boy mengacungkan jempol ke arahku.

Gak lama kemudian Pasta yang kubuat pun sudah jadi. Boy dan Kai menghentikan dulu aktivitas bermain PlayStation-nya. Lalu aku menggantikan layar TV itu dengan tayangan ulang dari sebuah program di channel Star World atau yang kini berganti nama menjadi Fox Life, The Master Chef.

Hampir disetiap momen makan, baik aku maupun Boy selalu dibarengi dengan menonton tayangan-tayangan yang berhubungan dengan masak-memasak ataupun kuliner di jejaring YouTube. Aku mulai melakukan kebiasaan ini ketika diberitahu oleh Boy dulu. Katanya, kalau makan sambil lihat acara-acara seperti itu selera makan akan bertambah. Entahlah, tapi aku juga bisa merasakannya.

Sementara Kai sepertinya kurang begitu menyukai acara-acara seperti ini. Dia lebih memilih memainkan ponselnya sembari menikmati pasta itu.

"Teman gue ini jago kalau urusan masak Kai. Nanti kalau Mami jam enam belum balik, lo pasti bakal nyobain masakan untuk makan malam buatan dia" ujar Boy pada Kai memuji ke arahku.

"Ya. Kelihatan. Soalnya pastanya juga enak" jawabnya memberi seulas senyuman manis padaku.

"Alah... Ini kan tinggal rebus doang,  tuangin sausnya, jadi deh" kataku.

"Tapi kan kata lo tadi sausnya dimasak lagi dan ditambahin beberapa bahan tambahan. Enak kok. Beneran" balas Kai.

"Haha oke-oke. Thanks Kai"

LUST for LOVE (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang