40. Hamil

6.2K 209 9
                                    

"Karla?" Samar-samar aku mendengar suara Ethan menyebut namaku. Suaranya terdengar terengah-engah. Tapi aku masih belum bisa melihat apapun. Semuanya gelap.

"Is she okay?" Aku merasakan tangan Ethan meremas jemariku lembut.

Perlahan, aku bisa melihat lagi. Awalnya buram, semakin lama semakin jelas. "Kak." Aku memanggil dengan suara lemah.

"I'm here, honey. Are you okay?" Ethan terlihat khawatir sekali. Ia duduk di atas kasur, di sebelah kananku.

Aku mendesah sambil mengangguk lemah.

Ethan menyentuh pipiku, menempelkan keningnya ke keningku. "You scared me," bisiknya. Aku melihat beberapa pasang mata di ruangan ini memperhatikan kami. Hanya ada empat orang di sini, Ethan, Merry, aku, dan Ary.

"Di mana?" Tanyaku.

"Klinik kampus. Apa yang terjadi?" Ethan melirik pada Merry sebentar, lalu kembali menatapku.

"Kami baru selesai shalat dan bergegas menuju kelas berikutnya. Karla tiba-tiba saja pingsan saat kami melintasi lapangan." Merry juga terlihat khawatir padaku. Tapi pipinya bersemu merah dan matanya berbinar senang.

Aku mendesah. Dasar Merry! Sepertinya Merry juga yang menelepon Ethan, mengabari keadaanku. Aku melirik jam di dinding, sudah pukul satu siang. "Masuk kelas, sana!" usirku. Suaraku masih terdengar lemah.

Merry cemberut. "Kami sudah terlambat tiga puluh lima menit."

"Bilang saja kalian harus menggotong orang sakit ke klinik." Aku berusaha untuk bangun, tapi Ethan menahanku.

"Tidak, istirahatlah. Wajahmu pucat sekali." Ethan mendorong bahuku kembali berbaring.

"Aku baik-baik saja." Aku berkilah, tapi tetap menurut dan kembali berbaring.

"Kamu belum makan?" Ethan menyipitkan matanya, menatapku penuh selidik.

Aku menggeleng. Akhir-akhir ini kepalaku selalu berdenyut sakit jika aku terlambat makan. Padahal aku tidak punya riwayat penyakit apapun. Saat sekolah dulu, aku sering menahan lapar, dan aku baik-baik saja. Baru kali ini aku pingsan hanya karena kelaparan. Mungkin Raihan benar, gaya hidupku sudah mulai berubah.

Ethan menatapku tidak setuju.

"Biasanya aku baik-baik saja walau seharian tidak makan."

Ethan menghela napas. "Kamu mau makan apa?"

Aku menggeleng. Perutku mual, rasanya seperti diaduk-aduk.

Pintu klinik tiba-tiba terbuka, Linda masuk sambil membawa dua botol air mineral. Ia berdiri mematung di depan pintu, terkejut melihat Ethan. Aku mengenali ekspresinya. Bahkan Linda sang ketua keputrian LDK pun terpesona pada ketampanan Ethan.

Aku mendesah pelan. Linda terburu-buru menundukkan kepala. Ia menaruh botol air mineral di atas meja, di sampingku. Aku hendak meraih botol air mineral yang dibawa Linda. Tapi Ethan mengambilnya lebih dulu, membuka tutupnya dan memberikannya padaku. Aku meminumnya sedikit dan menyerahkannya kembali pada Ethan.

"Kamu baik-baik saja, Karla?" Linda bertanya cemas.

Aku mengangguk.

Pintu klinik lagi-lagi terbuka. Seorang wanita paruh baya mengenakan jas putih masuk. Sepertinya wanita ini petugas kesehatan yang sedang berjaga. Matanya melebar saat melihat Ethan, lalu tersenyum maklum.

"Kami harus masuk kelas, tidak apa-apa jika kami tinggal?" Linda menggenggam tanganku sekilas.

Aku mengangguk. "Terima kasih. Maaf merepotkan kalian."

KarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang