TIGA-3

3K 167 2
                                    

Hari ini Ethan mengajakku untuk berbelanja keperluan pernikahan kami. Hanya ada aku, Ethan, Emily, dan anaknya hari ini. Raihan tidak ikut karena ada urusan lain. Entah ia pergi ke mana dan melakukan apa, aku berusaha untuk tidak terlalu ingin tahu. Rasanya canggung sekali. Mereka terlihat menawan bak supermodel kelas kakap, sementara aku terlihat sangat lusuh, seperti pembantu yang menemani majikannya belanja.

Selama dalam perjalanan, mereka  mengobrol dalam bahasa inggris yang tidak kumengerti. Terlalu cepat, aku tidak bisa menangkap obrolan mereka. Aku hanya bisa menangkap samar-samar bahwa mereka akan membelikanku perhiasan untuk mahar.

Kami sampai di sebuah toko perhiasan. Emily sedang di toilet, menemani anaknya yang merengek sakit perut sejak di perjalanan tadi. Ethan duduk di atas kursi di depan etalase, aku ikut duduk di sampingnya. Toko perhiasan ini ramai pengunjung, para penjaga toko sibuk melayani pelanggan. Mungkin sekarang  sedang musimnya menikah.

Ethan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak putih kecil. Ia membuka kotak itu dan menyodorkannya padaku, di atas etalase. Di dalamnya terdapat dua buah cincin dengan ukuran yang berbeda. Sepertinya itu cincin pernikahan kami.

“Kamu suka?” Ethan tersenyum kaku, terlihat canggung sekali.

Aku mengangguk dan meraba kedua cincin itu dengan jemariku.

“Cobalah. Aku hanya menduga-duga ukurannya.”

Aku mengambil cincin yang lebih kecil. Di bagian dalam cincin ada ukiran namanya, Ethan. Karena penasaran, aku mengambil cincin yang lebih besar. Benar dugaanku, di bagian dalam cincinya terdapat ukiran namaku, Karla. Aku mengulum senyum. Sepertinya ia niat sekali ingin mengikatku.

“Ada apa?” Tanya Ethan.

“Tidak ada apa-apa.” Aku menaruh kembali cincin yang besar itu di tempatnya dan mencoba cincin yang lebih kecil. Ternyata ukurannya pas.

“Itu cincin perak, bukan berarti aku tidak menghargaimu.” Ethan masih terlihat canggung. “Aku ingin sekali memakai cincin yang sama denganmu, tapi aku tidak boleh pakai emas. Kalau kamu tetap mau pakai cincin emas, kita bisa menggantinya.”

“Tidak perlu, aku suka cincin ini.” Aku tersenyum sopan.

Ethan diam saja, memandangiku agak lama. Ia memalingkan wajahnya, menunduk, memandangi kedua tangannya yang saling terjalin di atas etalase. “Pilih saja apapun yang kamu suka, cincin, gelang, kalung, anting-anting.” Ethan berkata tanpa memandangku.

“Berapa banyak?” Aku melepaskan cincin yang melingkar di jari manisku dan menaruhnya kembali ke dalam kotak putih tadi. Aku menyodorkannya pada Ethan.

“Sebanyak yang kamu mau.” Jawabnya enteng. Ethan mengambil kotak cincin itu dan menyimpannya kembali di saku celananya.

“Semuanya?”

Ethan kembali menoleh padaku, terkejut.

Aku tersenyum, terhibur melihat ekspresi terkejutnya. “Bercanda.”

No, no, no. You can have them all.” Ethan terburu-buru menjawab.

“Untuk apa? Aku tidak bisa memakai semuanya.”

“Untuk koleksi?” Ethan memberi saran.

Aku menggeleng sambil tersenyum. “Aku tidak mau repot-repot menghitung zakat yang harus kukeluarkan dari perhiasan yang tidak kupakai.”

“Aku bisa melakukannya untukmu.”

Aku menatapnya dengan alis bertaut. “Tidak. Aku hanya bercanda, sungguh. Kakak terlihat tegang sekali, aku hanya ingin mencairkan suasana.”

KarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang