SATU-3

4.2K 233 0
                                    

Sekarang aku sudah lulus sekolah, usiaku tujuh belas tahun. Dan malam ini, Raihan mengajakku menghadiri pesta pernikahan salah seorang temannya di sebuah hotel. Ini kali kedua Raihan mengajakku pergi menghadiri pesta pernikahan. Raihan bilang, ia merasa canggung jika harus datang seorang diri.

Aku senang sekali bisa berjalan-jalan bersama Raihan, ini momen langka. Ia bahkan memberikanku sebuah gaun pesta berwarna biru, lengkap dengan kerudung dan sebuah bros kecil berbentuk bunga. Kelihatannya ini barang mahal, berbahan sutra—jika aku tidak salah mengenali. Brosnya juga terlihat seperti terbuat dari emas dengan tujuh butir permata di bagian tengahnya. Rasanya tidak mungkin ini emas asli, Raihan tidak mungkin membelikanku emas. Tapi ini terlalu bagus untuk ukuran barang imitasi. Aku memandangi bros yang kusematkan di bahu kiriku lewat pantulan cermin.

Raihan mengetuk pintu kamar dan menyuruhku untuk bergegas. Aku buru-buru membuka pintu kamar dan keluar. Raihan masih berdiri di depan pintu kamarku. Ia tampan sekali, mengenakan setelan jas berwarna biru, senada dengan gaun yang kukenakan. Kami tampak serasi malam ini. Aku menatapnya tanpa berkedip, terpesona. Aku tidak pernah melihatnya serapi ini.

"Karla cantik sekali." Raihan memandangiku sambil tersenyum.

Aku langsung menunduk, malu. Wajahku terasa panas, jantungku berdebar cepat. Ini kali pertama Raihan memujiku cantik. Aku bersorak-sorak dalam hati. Rasanya aku ingin sekali menari-nari saking senangnya. Jika ini adalah cerita dalam buku komik, ada banyak bunga-bunga bertebaran di sekitar kami.

"Ayo!" Ajakan Raihan membuyarkan lamunanku.

Kami berpamitan dan mencium tangan Mama, lalu berangkat dengan mengendarai motor. Sesampainya di sana, aku memandangi gedung hotel itu. Tinggi sekali. Aku merapikan kerudungku yang sejak tadi tertiup angin. Raihan menyodorkan sikunya padaku sambil tersenyum, menyuruhku menggandengnya. Aku meraih lengan Raihan, malu-malu. Kami berjalan memasuki aula hotel di lantai dua dengan menaiki lift. Sesekali aku melirik ke arahnya. Raihan tampan sekali.

"Karla suka gaunnya?" Tanya Raihan. Ia memergokiku yang sedang memandanginya.

Aku mengangguk, berusaha menyembunyikan kegugupanku. "Bagus sekali. Pasti mahal harganya."

Raihan tersenyum penuh arti. Aku tidak mengerti arti senyumannya.

Kami keluar dari lift dan memasuki aula hotel. Di sana sudah banyak orang bercakap-cakap sambil menyantap hidangan. Aula hotel ini luas sekali. Di sebelah kanan dan kiri pelaminan penuh dengan deretan prasmanan makanan dan banyak orang sudah mengantri. Di sekeliling ruangan terdapat banyak meja bundar dan lima buah kursi yang mengelilinginya. Di atas masing-masing meja sudah tersedia beraneka macam hidangan yang siap untuk disantap.

Saat aku sedang memandang berkeliling, aku melihat seseorang melambaikan tangan ke arah kami. Mungkin itu temannya Raihan. Aku menepuk bahu Raihan dan menunjuk seorang pria yang melambaikan tangannya. Lalu Raihan mengajakku menghampiri pria itu.

Di meja ini sudah ada tiga orang yang sedang duduk sambil mengobrol. Seorang pria bule dengan rambut berwarna coklat keemasan, ialah pria yang melambaikan tangannya tadi. Di sebelah kirinya seorang pria berwajah lokal mengenakan tuxedo dengan dasi kupu-kupu. Sementara di sebelah kanannya seorang wanita cantik berdarah campuran, rambutnya berwarna cokelat terang. Ia mengenakan sackdress hitam tanpa lengan, rambutnya disanggul tinggi dengan hiasan mahkota kecil.

Aku bersyukur dalam hati karena Raihan sempat berpikir membelikanku gaun mewah ini. Aku jadi tidak terlihat kusam berada di antara mereka.

Raihan bersalaman dengan para pria dan duduk di sebelah pria lokal yang mengenakan tuxedo. Aku duduk di antara Raihan dan si cantik berdarah campuran. Wanita ini memandangiku dengan pandangan menyelidik, lalu tersenyum dan mengulurkan tangan sambil menyebut namanya. Aku menyambut uluran tangannya sambil tersenyum dan menyebut namaku. Aku senang sekali melihat Raihan sepertinya tidak tertarik pada wanita cantik ini.

Mereka berempat kemudian mengobrol sambil sesekali menyantap hidangan di atas meja. Sementara aku hanya diam, menyantap makanan perlahan sambil memandang berkeliling. Winny—si cantik berdarah campuran—sesekali menanyaiku. Ia bertanya tentang usiaku, kegiatanku, dan beberapa hal remeh lainnya. Aku menjawab dan balik bertanya tentang dirinya. Hanya percakapan singkat saja. Winny lebih tertarik mengajak Ethan—si pria bule—mengobrol dari pada aku.

Aku agak terkejut mendengar Ethan bicara. Ia fasih sekali berbahasa Indonesia. Dengan perawakan bulenya, kupikir ia akan terbata-bata menggunakan bahasa Indonesia. Atau minimal, logatnya akan terdengar aneh seperti layaknya bule pada umumnya. Tapi aku keliru. Mendengarnya bicara tidak ada bedanya dengan mendengar orang-orang Indonesia berbicara. Bahkan ia mampu mengucapkan huruf 'R' dengan jelas. Sepertinya ia sudah lama tinggal di Indonesia.

"Raihan, sejak tadi aku menunggumu memperkenalkan gadis cantik yang duduk di sebelahmu. Tapi kamu tidak kunjung melakukannya." Andi—pria lokal yang mengenakan tuxedo—berkata sambil tersenyum padaku.

Aku balas tersenyum sopan padanya.

"Jadi, siapa dia?" Tanya Andi.

"Calon istri." Jawab Raihan kalem, sambil menyendokkan puding ke mulutnya.

Aku yang sedang mengunyah makanan tersedak karena terkejut. Apa katanya? Calon istri? Apakah aku sedang bermimpi? Kurasa telingaku salah dengar. Aku terbatuk-batuk pelan berusaha membersihkan tenggorokanku. Ethan menyodorkan gelas berisi air mineral ke hadapanku. Aku menatapnya sekilas—berterimakasih—lalu langsung meminum air mineral itu.

"Jadi, tidak ada kesempatan untukku?" Tanya Andi lagi.

"Tidak." Jawab Raihan tegas, masih sambil menyantap pudingnya. "Jangan coba-coba, Andi!" Kata Raihan lagi, sambil tertawa.

Andi memanyunkan bibirnya, cemberut.

Aku diam saja, terlalu terkejut untuk merespon. Jantungku berdebar kacau. Aku membersihkan mulutku dengan tisu.

"Maaf, Karla, temanku yang satu ini agak menyebalkan. Aku tidak ingin dia mengganggumu." Bisik Raihan.

Ah, tentu saja. Aku terlalu berharap. Tentu saja Raihan tidak akan mau menikahiku. Baginya, aku hanyalah adik kecilnya yang manis. Ia hanya khawatir adik kecilnya ini diganggu temannya. Mana mungkin ia terpikir untuk menikahiku. Tidak mungkin.

Terima kasih sudah membaca.
Leave some comment, please. Vote dan share juga.
Akan saya update minimal 1 part dalam seminggu.

KarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang