35. Sendirian

3.1K 154 18
                                    

Repost juga. Yang udah baca abaikan aja 😀
__________________________

Ethan memasukkan kopernya ke dalam taksi dan berbalik menghampiriku. "Aku berangkat, jaga dirimu baik-baik."

Aku mengangguk. "Hati-hati. Sampaikan salamku pada Dad."

"Tentu." Ethan menatapku lama. "Can I kiss you good bye?"

Aku mengangguk.

Ethan terlihat ragu sejenak. Ia menunduk dan menciumku. Tangan kirinya merengkuh wajahku sementara tangan kanannya meremas pinggangku lembut. Aku bisa merasakan kesedihan dalam ciumannya. Ia bersedih karena ayahnya sakit atau karena harus meninggalkanku? Mungkin keduanya. Kami tidak pernah berpisah jauh sejak awal pernikahan.

Ethan memelukku erat. "Aku akan sangat merindukanmu," bisiknya.

Aku diam saja. Aku tidak tahu apa yang kurasakan saat ini. Aku masih terkejut ia tidak mengajakku ikut. Aku melepas kepergiannya di depan rumah, melambaikan tangan saat taksi yang dinaikinya pergi menjauh. Aku masih memperhatikan taksi itu hingga menghilang di ujung jalan, berbelok ke kanan. Aku masuk ke dalam rumah, berwudhu, dan berbaring di kasur, bersiap untuk tidur. Tapi hingga berjam-jam berikutnya aku masih tetap sadar.

Aku tidak bisa tidur. Pikiranku tertuju pada Ethan. Apakah ia sudah sampai? Kemungkinan belum. Berapa lama perjalanan ke Amerika sana? Aku tidak tahu. Hingga berhari-hari berikutnya, aku tetap kesulitan untuk tidur. Ternyata tidur sendirian rasanya sehoror ini. Kasur ini terlalu besar untuk kutiduri sendiran. Aku terus saja merasa gelisah.

Ethan sama sekali tidak memberi kabar. Aku merasa enggan untuk menghubunginya lebih dulu. Aku hanya mengecek kapan terakhir kali ia terlihat di aplikasi What's App setiap harinya. Ini membuatku sedikit merasa lega, berarti ia baik-baik saja.

Aku tidak bisa makan dengan benar, aku hanya makan satu atau dua kali sehari. Makanan apapun yang kumakan semuanya terasa hambar jika makan sendirian. Nafsu makanku hilang entah ke mana. Aku hanya makan di kampus, bersama teman-teman.

Aku menyibukkan diri untuk menenangkan pikiranku, membunuh waktu dengan mengerjakan tugas-tugas hingga aku tertidur kelelahan di atas kasur, atau di atas meja. Aku beruntung karena hampir semua mata kuliah yang kuambil minggu ini banyak memberikan tugas. Terkadang aku main dengan teman-temanku, mengerjakan tugas bersama. Tapi saat malam menjelang, aku tetap saja sendirian di rumah.

Hari ini aku bingung hendak melakukan apa. Ini hari Minggu, kuliah libur, tidak ada kegiatan LDK, dan semua tugas kuliah sudah selesai kukerjakan. Aku menelepon Merry, mengajaknya keluar bersama, tapi ia menolak. Merry sedang pulang ke Bandung, ia sudah hampir sebulan tidak pulang. Aku mencoba menghubungi Linda, tapi ia juga tidak bisa, ada acara keluarga di rumahnya.

Aku mendesah pasrah dan memutuskan untuk pergi ke toko buku sendirian. Aku memasuki toko buku sambil menarik napas dalam-dalam. Aku selalu suka mencium aroma yang menguar dari buku baru. Di dalam toko buku, aromanya terasa semakin pekat memenuhi rongga hidung, membuatku betah berlama-lama di sini meski sendirian.

Aku membeli tujuh buah novel. Aku tidak tahu kapan Ethan akan pulang, jadi aku membeli banyak novel untuk menyibukkan diri. Aku mengelilingi mal seharian, keluar masuk banyak toko tanpa membeli apapun. Aku juga batal masuk ke salah satu restoran, tidak tertarik melihat menu yang disediakan. Aku masih tidak nafsu makan.

"Karla?"

Aku menoleh mendengar suara yang sangat kukenal memanggilku. Tanpa bisa dicegah, jantungku berdebar kencang. Tiba-tiba saja aku teringat kata-kata klise yang sering kubaca dalam banyak buku. Jika jodoh pasti akan bertemu lagi, entah bagaimana caranya. Aku sudah berkali-kali tanpa sengaja bertemu dengan Raihan, termasuk saat ini.

KarlaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang