03 - Odiousness ✔

192K 6.3K 45
                                    

Jangan lupa vote & comment

Pagi yang cerah...

Entahlah, dihari ini Cya sangat bersemangat sekali untuk sekolah. Bahkan senyum tak pernah pudar dari sudut bibirnya.

Cya turun kebawah, menggunakan seragam yang telah ia pakai rapi. Disana ia melihat Lidia yang sedang menyiapkan omelet, sarapan favorite Cya.

Cya mencium pipi Lidia membuat Lidia terkejut. Lidia memegangi dadanya dan menjitak kepala Cya pelan.

Cya hanya terkekeh dan memasang cengiran lebar khasnya. Cya pun duduk dimeja makan, menunggu sang ibu menyiapkan omelet favorite-nya.

Cya memakan omeletnya dengan sangat lahap hingga menyisakan banyak cecahan disudut bibirnya membuat Lidia menggeleng-gelengkan kepala lalu membersihkan sudut bibir putrinya menggunakan tisu.

Setelah itu Cya pamit ke sekolah dengan mengendarai sepeda bututnya. Disepanjang jalan, tak henti-hentinya Cya bersenandung ria mengikuti alunan musik yang terpasang lewat headset-nya hingga tak terasa ia pun sudah sampai digerbang sekolah.

Ia memarkirkan sepedanya, merapikan sedikit seragamnya, menghembuskan nafas pelan kemudian berjalan menuju kelas dengan wajah yang ia tundukkan.

Sial! Cya terjatuh dilapangan akibat dorongan keras dari Mira yang tak lain ketua dari geng famous di sekolah ini.

Cya tertunduk lemas, ia berdiri, menundukkan kepala, lalu meremas roknya takut. Mereka pun menjadi tontonan gratis disekolah.

Mira tertawa, ia sangat suka saat melihat Cya sengsara. Ia mendorong bahu Cya sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Cya sendirian ditengah lapangan.

Lagi, sudut mata Cya mengeluarkan air mata. Meski selalu di bully, tetapi Cya tidak pernah membalas bahkan juga dendam terhadap mereka. Biarlah Tuhan yang membalas.

Rok Cya kotor akibat terjatuh tadi bahkan luka di lengannya pun kembali mengelupas karna terbentur aspal lapangan.

Cya ingin membersihkannya dikamar mandi tetapi melihat waktu yang sudah hampir menunjukan lonceng bel masuk membuat ia mengurungkan niatnya. Maka dengan itu, ia hanya mengambil tisu didalam tasnya dan menyeka sedikit kotoran di rok maupun lukanya.

🌸🌸🌸

Hening. Itulah deskripsi untuk ruangan ini. Tak ada yang berani membuka suara terutama sang tersangka.

Sedangkan dilain sisi, sang pria tengah duduk dengan melipatkan kaki, jarinya sibuk mengetuk-ngetuk meja dan matanya selalu menatap tajam pada semua orang.

Pak Razfa, yang tak lain tersangka disini meremas jarinya emosi. Memang seharusnya dari awal ia tidak usah berurusan dengan seorang Alfath. Pria licik sekaligus sadis.

"Bagaimana? Apakah anda menyetujuinya?" Tanya Alfath.

Pak Razfa mendongak, ia benci sekali melihat sinisan Alfath. Tetapi ia tak berani membantah karna ia masih menyayangi nyawanya.

Pak Razfa menghela nafas kesal, "Baiklah. Kerja sama ini akan dilanjutkan." Putusnya dengan nafas memburu lalu berdiri dan meninggalkan rapat ini di ikuti dengan beberapa anggota perusahaannya.

Alfath tersenyum sinis, sudut bibirnya terangkat. Bukan senyum, melainkan betapa liciknya dirinya. Mudah sekali bukan untuk mendapatkan kontrak kerja sama yang sempat digagalkan kemarin? Hahaha cara licik pun akan ia lakukan demi kepentingan pribadinya.

Ia berdiri menuju pintu luar ruangan. Namun langkahnya terhenti saat melihat wanita paruh baya yang nampak tersenyum padanya.

Alfath menghampiri wanita itu, mencium punggung tangannya kemudian memeluk erat wanita tersebut.

"Have you been waiting long?"

Wanita paruh baya itu menggeleng pelan, "Tidak nak. Mama baru saja sampai disini."

Alfath menganggukkan kepalanya, "I miss you mama."

Wanita paruh baya itu terkekeh, ia mengelus sayang kepala putranya. Lihatlah, Alfath akan menjadi manja dan banyak bicara saat sedang bersama Nina yang tak lain ibu kandungnya.

"I miss you too my son." Balas Nina seraya tersenyum hangat.

Alfath mengajak Nina untuk masuk kedalam ruangan kerjanya. Ia mendudukan Nina di sofa dan meminta OB untuk mengantarkan secangkir teh dan kopi untuk dirinya dan Nina.

Alfath membaringkan kepalanya dipaha Nina,"How are you mama?"

"I'm okay. Dan bagaimana kabar ayahmu?"

Alfath terdiam, mendengar nama pria bangka itu disebut membuat Alfath terdiam seketika.

Tak mendapatkan respon, Nina menepuk pelan pipi Alfath. Alfath tersadar, ia bangun lalu duduk disamping Nina.

Nina bertanya kembali dan Alfath masih saja terus diam dikarnakan ia tidak ingin membahasnya. Jika saja Nina oranglain, sudah pasti Nina akan dihajar habis-habisan oleh Alfath karna telah menanyakan kabar pria tua itu.

Nina menghela nafas gusar, sampai kapan putranya memiliki dendam seperti ini? Sudah berulang kali Nina mengajak Alfath berdamai dengan masa lalu dan berulang kali juga Alfath bungkam, enggan merespon setiap nasihat Nina.

"Alfath... please."

Alfath berdiri, jika terus menerus seperti ini maka bisa saja ia menghajar ibunya sendiri. Ia mengepalkan tangan kuat lalu beranjak meninggalkan ibunya sendirian dengan membanting pintu amat keras.

Nina menangis, oh Tuhan...
Memang salahnya jika Alfath bersikap demikian. Sampai kapan Alfath akan seperti ini? Akankah ada yang berhasil menaklukan hati Alfath yang sekeras batu? Akankah ada yang berhasil memudarkan kebencian membara dihati putranya itu?

Nina menangis sesegukkan. Ia tak menyangka jika akhirnya akan begini. Ia sangat menyayangi putranya bahkan melebihi nyawanya.

Ia ingin Alfath seperti pemuda lainnya, dimana masa-masa sekolah maupun masa sekarang, Alfath bersenang ria tanpa beban.

Tapi rasanya itu mustahil. Nasi sudah menjadi bubur dan tak akan pernah kembali menjadi nasi. Ia hanya berharap semoga kelak nanti ada seorang gadis yang mampu menaklukan kerasnya hati Alfath dan membawa Alfath ke dalam terangnya kehidupan.

Nina berdiri, memasuki kamar pribadi yang terletak diruangan kerja Alfath. Ia meneliti setiap sudut kamar ini hingga pandangannya jatuh pada sebuah bingkai foto yang telah retak dan pecah.

Ia mengambil foto itu dan tangisannya pun semakin menjadi saat melihat isi dari foto itu.

"Hiks.. hiks.. hiks.. maafkan mama nak.... hiks.. hiks.." Isaknya, sungguh ia tak sanggup. Nina berlari meninggalkan ruangan Alfath dengan isakkan tangis yang tiada henti turun.

Foto yang dimana di dalam situ terdapat Alfath, Jonan dan Nina tengah tersenyum bahagia.
Dan dibawah foto tersebut tertulis, "I hate my father for now and forever."

💙instagram : @alsagstn

Step Brother [#1 FHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang