05.1 - Meeting plan ✔

151K 5K 344
                                    

Jangan lupa vote & comment

Alfath terduduk lemas di atas brankar rumah sakit. Ia bahkan tidak memperdulikan luka disekejur tubuhnya dan olesan alkohol yang menyengat pada lukanya menganga.

Tatapannya kosong. Alfath menatap lurus kedepan, pikirannya seolah tidak berkerja bahkan rasanya udara yang ia rasakan pun seolah tercekat ditenggorokan.

Brandon menatap sayu pada sahabatnya, ia tahu semua masa lalu dan apa yang telah dialami oleh Alfath. Ia bingung, ayah macam apa itu? Yang berani melakukan hal buruk pada bocah yang dibawah 7 tahun.

Alfath tidak merasa bahwasanya Dokter telah selesai mengobati lukanya sehingga Brandon lah yang mengucapkan terima kasih kepada sang Dokter.

Brandon melambaikan tangannya dihadapan Alfath, ia mencoba menyadarkan sahabatnya. Tetapi yang dapat dilihat Brandon hanyalah kekosongan lewat manik mata Alfath.

Brandon menepuk pundak Alfath, Alfath menoleh. Wajahnya sangat datar bahkan sedatar triplek. Pandangannya sangat tajam bahkan setajam silet yang siap melukai siapapun.

"Your wound has been treated." Alfath hanya mengangguk pelan, enggan membalas. Alfath kemudian menatap lurus lagi kedepan seraya tangannya mengepal kuat.

"Ceritakan masalahmu Bro." Ucap Brandon. Alfath menggeram kesal, ia sedang ingin sendiri tapi sedari tadi Brandon tak henti-hentinya mengajak Alfath berbicara.

Alfath berdiri lalu...

Bugh!

Alfath menghajar Brandon membuat sudut bibirnya robek. Setelah itu Alfath pergi meninggalkan Brandon sendirian.

Brandon menyeka sudut bibirnya yang mengeluarkan darah. Ia melihat tangannya yang terkena darah sambil tersenyum kecut.

Brandon tidak membalas karna ia tahu bagaimana rasanya menjadi Alfath. Ia membiarkan Alfath menghajarnya habis-habisan, biarlah ia menjadi pelampiasan amarah sahabatnya, yang terpenting setidaknya Alfath sudah sedikit merasa lega karna sedikit lebihnya emosi yang Alfath dendam sudah terlampiaskan walau tidak sepenuhnya.

🌸🌸🌸

Cya duduk termenung di ayunan belakang rumahnya.

Hari sudah mulai gelap.. Pikirnya.

Cya masih merasa kecewa terhadap keputusan Lidia yang mengatakan ingin menikah lagi. But mau bagaimana lagi? Sepertinya Lidia sangat mencintai Jonan dan tak mungkin kan jika Cya sebagai putrinya merusak kebahagiaan ibu kandungnya sendiri.

Meskipun dahulu Lidia jahat bahkan sangat jahat dan Lidia juga lah yang menjadi dalang dari meninggalnya ayah Cya tetapi Cya yakin kalau Lidia sekarang telah berubah. Setiap manusia pasti pernah berbuat kesalahan, bukan? Dan setiap manusia juga pasti pernah meminta maaf? Alright, Cya telah memaafkan Lidia karna ia menyayangi ibunya.

"CYAAAAA SAYANGG...!!!!!" Panggil Lidia dari dalam rumah.

Cya menoleh kearah sumber suara. 
Jujur saja Cya belum siap untuk bertemu dengan Lidia sekarang.

Cya berdiri, menarik nafas dalam-dalam kemudian ia masuk kedalam rumah dengan langkah kaki pelan dan berat. Disana terlihat sang ibu tengah duduk didepan telivisi, namun yang membuat Cya kesal adalah senyum itu... senyum itu tak pernah lepas dari ibunya setelah mendengar bahwa Cya merestui pernikahan mereka.

Cya beranjak kedapur, membilas wajahnya di wastafel, mengambil air putih di kulkas, ia perlu menyegarkan pikiran dan tenggorokannya.

Setelah itu, Cya membuatkan teh hangat untuk dirinya dan ibunya. Lalu ia membawa nampan berisikan dua cangkir teh hangat dan menaruhnya diatas meja.

Lidia tersenyum hangat, ia bangga memiliki putri seperti Cya. Ia tahu, bahwa ia salah dan ia mengakui akan kesalahan itu dan juga menyesal.

Lidia menepuk sofa disebelah nya, mengisyaratkan bahwa putrinya harus duduk disampingnya. Cya mengangguk lantas Cya langsung duduk disamping Lidia dengan menyadarkan kepalanya dibahu Lidia.

Lidia mengelus lembut kepala putrinya sayang. Kemudian Lidia meminta agar Cya berbalik menghadapnya.

Lidia memegang kedua tangan Cya, dan menatap lekat wajah putri kesayangannya "Sayang..."

Cya enggan membalas, ia membuang muka ke arah kanan. Malas sekali rasanya jika Lidia harus membahas tentang pria yang sebentar lagi akan menjadi ayah tirinya.

Lidia mendengus, ia melepaskan genggamannya pada tangan Cya dan kembali menatap lurus kedepan "Apa kau tidak setuju mama menikah sayang? Apakah kau tidak memikirkan kebahagiaan mama? Seperti inikah caramu terhadap mama?"

Cya menggeleng, astaga tak seharusnya ia bersikap seperti tadi.

Cya memeluk lengan Lidia dari samping dan menyadarkan lagi kepalanya di bahu Lidia,  "Maafkan Cya ma. Cya menyetujui pernikahan mama kok. Cya cuma merasa pusing sedikit saja."

"Jika kau tak menginginkan pernikahan ini, katakan saja. Mama tidak butuh rasa kasihan darimu."

"Tidak ma, jangan berpikir seperti itu. Cya cuma merasa sedikit pusing saja ma."

Lidia menoleh, seulas senyum kembali terbit diwajah anggunnya.

"Mama sangat menyayangimu Cya." Kini pandangannya jatuh pada Cya, "Maafkan mama, karna dahulu mama sudah pernah berbuat salah padamu. Mama menyesal nak." Sesalnya

Cya tersenyum hangat, mengangguk pasti sembari mencium pipi Lidia, "Tidak apa ma. Lagian setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan. Anyway mama has also turned into a better person dan juga Cya berharap semoga mama tidak mengulangi kesalahan yang sama karna Cya sangat menyayangi mama." Balas Cya.

"Siapkan dirimu besok nak. Kita akan bertemu dengan Jonan dan putranya."

Cya melotot, secepat itukah? Ia masih belum siap menerima bahwa sebentar lagi Jonan akan menjadi ayahnya, "Apakah secepat itu?"

Lidia mengangguk "Benar nak. Dan besok juga kau akan bertemu dengan putra tunggalnya Jonan yang tak lama lagi akan menjadi kakak tirimu."

Cya mengangguk lemah.

Lalu pandangan Lidia tak sengaja jatuh pada Lengan Cya yang telah tertutup perban. "Luka apa ini?" Tanyanya.

Cya tergagap. Haruskah ia bilang pada ibunya? Lidia menyipitkan matanya dan Cya menghembuskan nafasnya pelan.

"Apakah karna gadis itu lagi?"

Cya menunduk, tak berani menjawab. Lidia mengangkat dagu Cya menatap miris pada putrinya.

"Kau seharusnya bisa melawan Cya! Perlu berapa kali kutegaskan bahwa kau harus menjadi gadis yang kuat. Semakin kau lemah, semakin mereka menyakitimu."

"Maaf ma.."

"Apakah masih sakit?" Tanya Lidia diiringi nafas berat.

"Tidak. Lagian ini hanya luka kecil ma." Jawab Cya diiringi gelengan kepala.

"Apakah sudah diobati?" Tanyanya sekali lagi.

Cya tersenyum simpul, "Udah ma. Mama tidak perlu khawatir, aku baik-baik saja kok."

💙instagram : @alsagstn

Step Brother [#1 FHS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang