-1-

280 16 0
                                    

Author
.
.
.
.
.

Brak...

Selembaran kertas serta beberapa pengikutnya seperti tinta, jatuh tanpa rasa berdosa.

"Duhh....... kalau jalan liat liat dong!" Ucap Sean miris pada seorang laki laki labil di hadapannya.

Pria itu hanya diam. Tidak melakukan sesuatu yang seharusnya ia lakukan. Mungkin ia tak tau cara membantu.

"Lo makhluk sosial apa bukan sih?! Bantu gue dong"

Tanpa rasa bersalah pria yang mempunyai tinggi seperti tiang itu langsung berjalan menjauh.

"Woii! Denger nggak?!" Teriak Sean lagi.

"Apa" satu kata yang diucapkan pria itu.

"Bantuin dong!"

"Nih" balasnya menyodorkan kartu nama. "Gue bantu angkat satu kertas, sisanya ambil sendiri"

"Maksud lo apaan kasih kasih kartu nama segala?" Tanya Sean menaikkan alis. "Emang gue customer apa gimana?"

Tanpa sepatah atau dua kata lagi. Laki laki yang tak pernah diajari pelajaran makhluk sosial itu pun pergi.

"Tuhann...... semoga aku tidak sekelas dengannya..." hela Sean mengharap.

Hari itu kali pertama Sean, merasakan yang namanya The First Sensation. Kenapa bisa dibilang begitu? Karena baru pertama kalinya ia bersekolah di tempat yang jauh dari kota, tempat ia berada.

Di tempat tinggalnya sendiri, pergaulan, tata krama, dan etika adalah suatu hal yang dianggap standart. Namun ketika ia memasuki sekolah di Madiun ini terasa beda rasanya. Mungkin karena pergaulan yang sedemikian bebasnya, membuatnya sedikit bingung untuk beradaptasi.

"Ni sekolah gedenya kayak apartemen deket rumah Sean yang dulu deh" ucapnya bergurau.

Di hari itu, Sean merasa kecewa karena ia berpisah dengan sahabatnya yang selalu bersama selama 6 tahun lamanya.

Kelaspun dibagi acak menurut metode yang memang diluncurkan panitia. Dan ketika membaca pengumuman Sean mendapatkan kelas H. Ia mengakui bahwa ia lumayan histeris mendengarnya, karena ia kira bahwa akan mendapatkan kelas bawah.

Pembopong tas abu abu pun menaiki tangga, kemudian memasuki lorong lalu memasuki kelas. Saat itu kelas dalam keadaan sangat riuh dan ramai.

"Maklum, anak kota" batin Sean sambil memandangi tingkah laku mereka.

Sean duduk dibagian banjar 2 baris ke 4. Mungkin terlalu belakang untuk anak pertama kali masuk. Tapi tak apalah, karena jujur ia datang sedikit terlambat. Ia mendapati dirinya seperti terasingkan. Sudah 5 menit, tak ada orang yang mengisi bangku sebelahnya.

"Isshh! Menyebalkan sekali" besitnya.

Tak sampai lima menit Sean mengira. Ada sosok perempuan berjilbab yang duduk tepat di bangku depan papan tulis.

"Boleh duduk sini nggak?"tanya Sean mengharap.

" Iyo, oleh ae"jawabnya yang mempunyai arti "Iya, boleh aja"

KAMASEANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang